TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jejaring Sumatera Minta Pemerintah Segera Pensiunkan PLTU Batu Bara

Di Lampung dampak buruk PLTU batu bara sudah dirasakan

Ilustrasi PLTU batu bara (dok. PT. PLN)

Lampung Selatan, IDN Times - Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara telah lama menjadi polemik dunia. Selain merupakan sumber energi tak terbarukan, penggunaannya ternyata menimbulkan pengaruh buruk bagi ekosistem secara khusus maupun global.

Diketahui, di Lampung saat ini terdapat dua PLTU batu bara masih aktif yakni PLTU Sebalang dan PLTU Tarahan di Lampung Selatan. Selain itu, masih ada puluhan PLTU batu bara lainnya di Pulau Sumatra. Mirisnya, dengan jumlah itu, pemerintah masih ingin menambah PLTU batu bara di Sumatera.

Merujuk hal itu, Jejaring Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) tegas menolak adanya penambahan atau bahkan pemerintah bisa segera menutup PLTU batu bara di Sumatra dan beralih ke energi bersih, adil dan berkelanjutan.

Baca Juga: Fashion Show Say Waway Kota Metro, Usung Isu Pelestarian Lingkungan

1. Fakta PLTU batu bara di Sumatra

STUEB. (IDN Times/Istimewa)

Berdasarkan data dari STuEB, hingga saat ini ada sebanyak 33 unit PLTU batu bara beroperasi di Sumatra dengan kapasitas 3.566 Megawatt (MW). Dengan besaran itu, rupanya pemerintah pusat masih membutuhkan daya lebih besar sehingga dalam Rencana Usaha Pemenuhan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 pemerintah berencana menambah PLTU batu bara sebesar 4.000 MW.

“Padahal saat ini saja Sumatra sudah surplus energi listrik sebesar 40 persen atau sekitar 2.555 MW dengan netto daya sebesar 8.916 MW dan beban puncak 6.361 MW,” kata Dinamisator jejaring Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB), Ali Akbar, Jumat (17/3/2023).

Ia mengatakan, selain berkontribusi 40 persen lebih dalam krisis iklim, ekstraktivisme batu bara juga telah memberikan dampak buruk di wilayah pembangkit dengan pencemaran udara, tanah, air. Bahkan ditingkat lanjut dapat menghilangkan mata pencarian masyarakat.

2. Rencananya penambahan PLTU batu bara tak sesuai kesepakatan pemerintah

Ilustrasi Tambang Batu bara (IDN Times/Aditya Pratama)

Ali mengatakan, penambahan PLTU Batu Bara terasa tak cocok dengan skema ‘Just Energy Transition Partnership (JETP)’ atau ‘Energy Transition Mechanism (ETM)’. Skema tersebut dibuat atas kesepakatan beberapa negara termasuk Indonesia pada 2015 lalu beralih dari PLTU batu bara untuk menurunkan temperatur global.

Bahkan pada KTT G20, negara-negara lain telah bermitra dan mau mendanai Indonesia untuk membantu Indonesia menerapkan upaya dekarbonisasi atau mengalihkan PLTU batu bara dan mengembangkan energi terbarukan.

“Seharusnya PLTU di Sumatra yang harus dipensiunkan atau dihentikan dan jangan ada lagi PLTU batu bara baru,” kata Ali.

Dinamisator Gerakan Bersihkan Indonesia, Ahmad Ashov Birry menilai, pemerintah Indonesia dengan skema percepatan transisinya ini seharusnya lebih dapat mengenali urgensi. Khususnya terkait penghentian pendirian dan penutupan PLTU batu bara dengan pertimbangan realita di lapangan. 

“Perencanaan transisi dalam hal ini JETP, harus dibangun dengan konsultasi publik, termasuk dengan masyarakat terdampak PLTU di Sumatera. Transisi energi yang adil dan berkelanjutan hanya bisa dicapai dengan partisipasi publik dan proses bottom-up,” ujarnya.

3. PLTU batu bara di Tarahan Lamsel jadi salah satu PLTU berdampak buruk bagi masyarakat

Ilustrasi Pembangunan PLTU (IDN Times/Dokumen)

Direktur Yayasan Srikandi Lestari, Sumiati Surbakti mengatakan, memang sudah selayaknya semua PLTU berbahan bakar batu bara ditutup. Rusaknya lingkungan mempunyai efek domino pada masyarakat salah satunya adalah menyebabkan kemiskinan karena masuk dalam perbudakan modern.

“Seperti yang terjadi pada masyarakat di lingkungan PLTU batu bara Pangkalan Susu Sumatera Utara. Rakyat kehilangan mata pencaharian di laut, hasil tanaman menyusut sehingga pensiun dini,” katanya.

Sumiati menambahkan, PLTU batu bara juga perlu membuat kebijakan untuk segera melakukan rehabilitasi lingkungan pesisir yang hancur. Beberapa PLTU batu bara yang masih beroperasi dan dampak buruknya dirasakan warga antara lain PLTU Sebalang Lamsel, PLTU Nagan Raya, PLTU Tenayan Raya, PLTU Ombilin, PLTU Pangkalan Susu, PLTU Keban Agung, PLTU Sumsel 1, dan PLTU Teluk Sepang.

Baca Juga: Lampung Sweeping Community, Saatnya Milenial Bergerak untuk Lingkungan

Berita Terkini Lainnya