Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

8 Sikap Diam-Diam Menggerogoti Potensi Suksesmu di Dunia Kerja

ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/Tima Miroshnichenko)
ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/Tima Miroshnichenko)
Intinya sih...
  • Terlalu perfeksionis hingga tak pernah mulai: Terjebak di fase perencanaan terus-menerus dan kehilangan momentum.
  • Sulit menerima kritik dengan lapang dada: Membuat tampak tidak terbuka dan sulit dibina di tempat kerja.
  • Selalu menunda-nunda tugas yang tidak kamu suka: Kualitas kerja jadi tidak konsisten dan dianggap tidak profesional.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Tidak semua hambatan dalam karier datang dari luar. Banyak dari kita yang tanpa sadar membawa sikap-sikap tertentu yang justru menjadi penghalang utama untuk tumbuh dan sukses. Padahal, bisa jadi kamu punya potensi besar, tapi perilaku kecil yang terus diulang malah membuat orang ragu memberi peluang lebih.

Kalau kamu merasa sudah bekerja keras tapi hasilnya belum sepadan, mungkin saatnya bercermin. Apakah beberapa kebiasaan ini masih melekat dalam keseharianmu? Berikut delapan sikap yang diam-diam bisa menggerogoti potensimu sendiri di dunia kerja dan sayangnya, sering dianggap sepele padahal dampaknya besar.


1. Terlalu perfeksionis hingga tak pernah mulai

ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/Ivan Samkov)
ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/Ivan Samkov)

Kamu ingin hasil kerjamu sempurna: rapi, matang, tanpa cela. Tapi saking ingin ideal, kamu justru terjebak di fase perencanaan terus-menerus. Takut salah, takut dikritik, atau takut hasilnya mengecewakan membuat kamu akhirnya tidak kunjung mulai. Kamu lupa keberhasilan sering kali lahir dari proses mencoba dan memperbaiki, bukan dari penundaan.

Kalau ini dibiarkan, kamu bisa kehilangan momentum dan mulai terlihat lambat di mata rekan kerja maupun atasan. Dunia kerja lebih menghargai orang yang bisa mengeksekusi dengan cepat dan belajar dari kegagalan, dibandingkan mereka yang hanya terus menunggu momen “sempurna” yang tak pernah datang. Mulai saja dulu, dari situ kamu bisa berkembang.


2. Sulit menerima kritik dengan lapang dada

ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/Tima Miroshnichenko)
ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Setiap kali menerima masukan dari atasan atau rekan kerja, kamu langsung merasa diserang atau direndahkan. Fokusmu lebih tertuju pada nada bicara atau ekspresi wajah si pemberi kritik, bukan isi pesan yang sebenarnya bisa membantumu berkembang. Ini membuatmu jadi defensif dan menutup diri terhadap evaluasi.

Sikap seperti ini membuat kamu tampak tidak terbuka dan sulit dibina. Padahal, di dunia kerja, kemampuan menerima kritik adalah salah satu indikator profesionalisme dan kematangan. Kalau kamu terus memelihara sensitivitas berlebihan, kamu akan kehilangan kesempatan untuk tumbuh lebih baik melalui feedback yang jujur.


3. Selalu menunda-nunda tugas yang tidak kamu suka

ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/Tima Miroshnichenko)
ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Tugas-tugas yang kamu sukai bisa kamu selesaikan dengan cepat. Tapi ketika dihadapkan pada pekerjaan yang menurutmu membosankan atau tidak penting, kamu mulai menunda, mencari alasan, atau mengerjakannya asal-asalan. Lama-lama tugas tersebut menumpuk, dan akhirnya harus diselesaikan dengan tergesa-gesa menjelang tenggat waktu.

Akibatnya, kualitas kerja jadi tidak konsisten. Atasan dan rekan kerja bisa melihat pola bahwa kamu hanya bersungguh-sungguh saat merasa tertarik. Sikap seperti ini membuat kamu dianggap tidak profesional, karena dalam dunia kerja, tidak semua tugas itu menyenangkan, tapi semuanya tetap perlu diselesaikan dengan standar yang baik.


4. Terlalu bergantung pada arahan, minim inisiatif

ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/Yan Krukau)
ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/Yan Krukau)

Kamu cenderung menunggu perintah, tidak berani mengambil langkah sendiri, dan selalu menunggu detail dari atasan sebelum bergerak. Rasa takut melakukan kesalahan membuatmu terus bergantung pada arahan, padahal dalam banyak situasi, inisiatif adalah nilai tambah yang sangat penting di tempat kerja.

Jika kamu terlalu pasif, kamu akan dianggap kurang percaya diri dan tidak siap mengambil tanggung jawab lebih besar. Dunia kerja membutuhkan orang yang bisa membaca kebutuhan, bukan hanya mengeksekusi instruksi. Dengan menunjukkan inisiatif, kamu akan terlihat lebih mandiri dan layak mendapat kepercayaan lebih.

5. Sering membandingkan diri dengan rekan kerja

ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/fauxels)
ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/fauxels)

Kamu lebih fokus mengamati karier orang lain daripada mengembangkan diri sendiri. Muncul pertanyaan seperti, “Kenapa dia yang dipromosikan, bukan aku?” atau “Padahal aku kerja lebih keras.” Tanpa sadar, kamu membiarkan rasa iri dan ketidakpuasan memenuhi pikiranmu, alih-alih menjadikannya motivasi untuk berkembang.

Sikap membandingkan diri ini hanya menguras energi dan menurunkan semangat kerja. Setiap orang punya jalur dan waktu sukses yang berbeda. Kalau kamu terus-menerus sibuk memantau pencapaian orang lain, kamu akan kehilangan fokus pada prosesmu sendiri dan akhirnya tertinggal karena lupa berjalan.


6. Menghindari tanggung jawab saat terjadi masalah

ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/Tima Miroshnichenko)
ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Ketika proyek tidak berjalan sesuai rencana atau hasil kerja tidak memuaskan, kamu cepat melepaskan diri: “Saya cuma bantu,” atau “Itu bukan tugas saya.” Kalimat-kalimat seperti ini menunjukkan bahwa kamu belum siap menghadapi realita dan risiko yang menyertai tanggung jawab di dunia kerja.

Dalam tim, keberanian untuk mengakui peran dalam sebuah masalah sangat dihargai. Kalau kamu terus menghindar, orang lain akan merasa kamu tidak bisa diandalkan saat keadaan sulit. Sikap ini membuat kamu kehilangan kepercayaan, padahal justru saat ada masalah, karakter profesional seseorang benar-benar diuji.


7. Suka membawa drama pribadi ke lingkungan kerja

ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/fauxels)
ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/fauxels)

Kamu datang ke kantor dengan wajah murung, terus mengeluh soal kehidupan pribadi, atau mencampuradukkan perasaan pribadi ke dalam komunikasi profesional. Mungkin kamu merasa sedang butuh dukungan, tapi terlalu sering membawa energi negatif bisa menciptakan suasana kerja yang tegang dan tidak nyaman bagi orang lain.

Rekan kerja pun bisa merasa jengah dan menjaga jarak, karena mereka tidak ingin ikut terseret dalam drama yang bukan urusannya. Akhirnya, kamu dianggap tidak profesional secara emosional, dan kepercayaan untuk memegang peran penting pun semakin menjauh. Dunia kerja menuntut keseimbangan antara empati dan batas pribadi yang sehat.


8. Enggan belajar hal baru di luar zona nyaman

ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/Alena Darmel)
ilustrasi suasana kerja di kantor (pexels.com/Alena Darmel)

Ketika muncul tools baru, metode kerja baru, atau tantangan yang berbeda dari kebiasaanmu, kamu langsung merasa tidak tertarik. Kalimat seperti “Itu bukan bidang saya” atau “Saya belum pernah pegang yang kayak gitu” menjadi alasan untuk menolak belajar. Sikap ini membuat kamu kehilangan peluang untuk berkembang.

Sementara rekan kerja lain berani mencoba dan menambah keterampilan, kamu tetap di tempat yang sama. Lama-lama, kamu akan tertinggal secara kompetensi dan mulai dilupakan dalam dinamika tim. Dunia kerja terus bergerak maju, dan mereka yang enggan berkembang perlahan akan terpinggirkan.

Sukses di dunia kerja tidak hanya ditentukan oleh kemampuan teknis, tapi juga oleh sikap mental dan cara kamu merespons tantangan sehari-hari. Kalau kamu ingin benar-benar maju, saatnya mulai mengenali kebiasaan yang diam-diam menghambat langkahmu. Ubah dari sekarang, sebelum kesempatan baik datang—dan kamu belum siap menyambutnya.



This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Martin Tobing
EditorMartin Tobing
Follow Us