Buaya hingga Beruang Madu Hiasi Konflik Hewan dan Manusia di Lampung 

Lima konflik hewan tercatat di Tanggamus 2021

Bandar Lampung, IDN Times - Kawasan hutan di Pulau Sumatera, khususnya di Provinsi Lampung memang cukup ideal sebagai habitat alami satwa liar khususnya dilindungi. Itu mulai dari gajah, buaya, harimau, orang utan, dan banyak lagi lainnya.

Alih-alih menjadi tempat hunian aman dan nyaman bagi satwa-satwa liar tersebut, justru beberapa temuan kasus konflik antar manusia dan hewan liar acapkali terjadi. Hal tersebut ditengarai kian sempitnya habitat, hingga kurangnya kesadaran manusia, yang juga dapat berujung pada kepunahan satwa.

Menyambut hari Hak Asasi Binatang Internasional 15 Oktober, IDN Times turut andil mengampanyekan hak asasi terhadap binatang, khususnya terjadi di Provinsi Lampung. Berikut merupakan gambaran kecil konflik satwa dan manusia terjadi di Sai Bumi Ruwa Jurai.

1. Konflik buaya dengan manusia di Tanggamus paling sering terjadi

Buaya hingga Beruang Madu Hiasi Konflik Hewan dan Manusia di Lampung Ilustrasi (ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah)

Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) BKSDA Bengkulu SKW III Lampung, Sujadi mengamini konflik alam antar hewan dan manusia di sejumlah daerah kawasan Provinsi Lampung acapkali terjadi di sepanjang 2021.

Sebagai contoh berdasarkan catatan Satgas Konflik BKSDA Bengkulu SKW III Lampung di 2021, lebih dari lima temuan kasus penerkaman buaya muara terjadi di sekitar Sungai Way Semaka, Tanggamus. Bahkan beberapa di antaranya ada merenggut korban jiwa.

"Kalau konflik buaya dengan manusia sekitar Sungai Semaka ini memang sudah terjadi sejak 2018 lalu. Di Tanggamus ini ada juga antaranya konflik dengan gajah," ucapnya, kepada IDN Times, Jumat (15/10/2021).

Baca Juga: Guru Lampung Jalan Kaki ke Sekolah Hemat Honor dan Beli HP untuk Murid

2. Ditengarai rusaknya habitat hingga kurangnya kesadaran manusia

Buaya hingga Beruang Madu Hiasi Konflik Hewan dan Manusia di Lampung ANTARA FOTO/Anis Efizudin

Selain temuan konflik buaya di Tanggamus, Sujadi juga menyebut hal serupa juga terjadi pada jenis satwa liar lainnya di beberapa kawasan hutan Provinsi Lampung.

"Di Liwa Lampung Barat dan Kotabumi Lampung Utara ada beruang madu, kemudian gajah liar di Lampung Timur," terangnya.

Menurut dia, konflik tersebut ditengarai akibat habitat alam satwa liar mulai rusak dan kurangnya kesadaran hingga kepedulian masyarakat sekitar kawasan. "Ini memaksa mereka (satwa liar) untuk keluar mencari makan, maka terjadilah konflik, sebab habitatnya sendiri semakin sempit," imbuh Sujadi.

3. Masih banyak warga acuh terhadap kawasan satwa liar

Buaya hingga Beruang Madu Hiasi Konflik Hewan dan Manusia di Lampung IDN Times/Sukma Shakti

Kurangnya kesadaran dimaksud Sujadi seperti halnya kasus penerkaman buaya di Sungai Way Semaka, yang sejatinya memang telah menjadi habitat alami para buaya muara tersebut.

"Saya yakin warga juga sudah mengatahuinya, tapi memang sikap acuh mereka yang masih beraktivitas di sekitar sungai hingga berujung pada konflik," imbuh dia.

4. Meminimalisir konflik dengan konservasi hingga edukasi

Buaya hingga Beruang Madu Hiasi Konflik Hewan dan Manusia di Lampung 

Sebagai upaya antisipasi terjadinya konflik satwa dan manusia, BKSDA Bengkulu SKW III Lampung telah melakukan sejumlah upaya. Itu meliputi langkah konservasi hingga tahap edukasi.

"Evakuasi satwa meminimalisir konflik juga penting diperhatikan, kita merehabilitasi satwa ke Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) dI Rajabasa, Bandar Lampung, kalau sudah siap dirilis kembali baru kami lepaskan kembali ke alam aslinya," terang Sujadi.

Menurutnya, sosialisasi dan penyuluhan juga tak kalah penting dan sudah acapkali dilakukan. "Fokus kami khususnya untuk warga yang tinggal di sekitar kawasan konflik," tandas dia.

Baca Juga: Lihat Difabel Mental Minum Air Sanitasi, KPGJL: Mana Peran Pemerintah?

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya