Menikah Pakai Pakaian Adat Lampung Pepadun Harus Izin Tokoh Adat?

Ada sanksi denda jika melanggar aturan tak izin tokoh adat

Intinya Sih...

  • Lembaga Adat Marga Empat Tulang Bawang mengimbau musyawarah sebelum menggunakan pakaian adat Lampung di luar suku Lampung.
  • Pelanggaran keputusan tersebut akan dikenakan denda Rp2,5 juta atau 10% dari harga kerbau besar senilai Rp25 juta.
  • Reaksi tokoh adat terbagi, menyayangkan aturan tersebut dan mendukung untuk melestarikan budaya adat Lampung melalui prosesi adat yang sah.

Tulang Bawang, IDN Times - Lembaga Pengurus Adat Marga Empat Tulang Bawang mengimbau seluruh tata rias, dekorasi serta masyarakat Tulang Bawang di luar suku Lampung harus mengadakan musyawarah/pepung jika akan mengenakan pakaian adat Lampung. Ketua Lambaga Adat Marga Empat Tulang Bawang Muchtar dalam surat dibuat pada 22 Juli 2024 tersebut menyampaikan, tata rias pengantin dan dekorasi wajib menanyakan kepada sohibul hajat, jika akan mengenakan pakaian adat Lampung tentang keabsahannya.

Muchtar mengatakan, apabila dikemudian hari terjadi pelanggaran keputusan tersebut maka tata rias dan sohibul hajat yang memakai pakaian kerajaan adat Lampung dikenakan denda Rp2,5 juta atau 10 persen dari harga kerbau besar senilai Rp25 juta.

“Demi menjaga kelestarian adat Marga Empat Tulang Bawang dan saling menghargai adat istiadat peninggalan nenek moyang kami memutuskan apabila ada pernikahan salah satu calon pengantin bukan suku Lampung, maka harus mengadakan musyawarah atau pepung memasukkan antara pengantin yang bukan suku Lampung dalam tiyuh suku Pepadun dan Marga Empat Tulang Bawang. Setelah itu kedua pengantin disahkan oleh perwatin adat untuk memberi gelar dan berpakaian adat kebesaran adat Lampung,” kata pemilik gelar adat Stan Tata Negara itu.

1. Nilai rupiah menjadi penghalang adat Lampung dicintai masyarakat luar

Menikah Pakai Pakaian Adat Lampung Pepadun Harus Izin Tokoh Adat?ilustrasi uang rupiah (unsplash.com/Mufid Majnun)

Terkait hal tersebut, Saidi Fendi sebagai salah satu tokoh adat tertinggi di Tulang Bawang menyayangkan beredarnya surat keputusan terkait aturan penggunaan pakaian adat Lampung tersebut. Menurutnya, masyarakat adat atau tokoh adat tidak seharusnya mengambil Kesimpulan secara umum.

Pemilik gelar adat Stan Paduka Muda itu juga menilai surat edaran tersebut tidak mencermikan masyarakat adat yang berbudi pekerti dan santun.

“Jadi, surat edaran ini tidak bisa menjadi surat rujukan yang nyata. Apakah mereka tahu ada orang Jawa dan Sunda bersaudara bahkan bekeluarga dengan orang Lampung?. Jika orang luar Lampung sudah berkeluarga dengan orang Lampung, maka orang tersebut tidak menyalahi aturan. Jadi kami di Menggala masih mempertimbangkan bahwa memang semestinya tidak perlu seperti itu. Dalam rangka cinta budaya dalam hal ini pakaian adat Lampung, sangat disayangkan dengan keputusan teman-teman yang ada di sana,” kata Saidi saat dihubungi IDN Times, Kamis (1/7/2024).

Menurut Saidi, sifat asli masyarakat adat Lampung terutama para penyimbang atau tokoh adat dalam menyikapi kemajuan yang ada seharusnya melihat bahwa Tulang Bawang bukan lagi masyarakat Lampung seutuhnya, tapi sudah berbaur dengan masyarakat luar. Sehingga, peraturan tersebut sudah tidak relevan, apalagi seakan-akan menunjukan cara berpikir orang Lampung tidak melihat bagaimana budaya Lampung ini bisa digemari dan dicintai.

“Jadi kesannya dengan nilai rupiah ini menjadi halangan untuk dicintai oleh orang luar masyarakat adat ini. Kami masih mencari cara persuasif,  karena surat itu untuk wilayah Tulang Bawang tapi yang memutuskan dalam surat itu  tidak mencakup keseluruhan terutama (kami) atau saya sendiri yang memiliki gelar adat tertinggi dari masyarakat adat Lampung yang seharusnya berhak memutuskan apa yang semestinya diambil (diputuskan),” terangnya.

Baca Juga: Pantai Kerang Mas Lampung Timur: Lokasi, Tarif dan Fasilitas

2. Ada pakaian adat Lampung tak boleh dipakai sembarangan

Menikah Pakai Pakaian Adat Lampung Pepadun Harus Izin Tokoh Adat?Ilustrasi acara pernikahan adat Lampung. (Instagram/eva_dwiana)

Saidi juga menyayangkan isi surat edaran tersebut memakai pemikiran doktrin seolah-olah peninggalan nenek moyang dulu bahwa yang memakai tradisi adat Lampung tanpa izin apalagi orang luar Lampung dilarang dan dikenakan denda. Pihaknya mempertanyakan aturan tersebut mengacu dari mana.

Sebab menurutnya, sanksi tersebut bisa diberikan apabila ada suku lain sudah izin ingin menggunakan pakaian adat Lampung namun dalam penggunaannya salah, merusak dan mencela, itu baru bisa diambil sebuah Keputusan.

“Itu baru bisa diancam dengan denda yang sebesar-besarnya yang dihasilkan melalui masyarakat adat atau pepung adat, melalui majelis perwatin dalam mengambil Keputusan tersebut. Jadi bukan seperti bentuk surat ini lantas menjauhkan rasa cinta masyarakat luar Lampung  dari tradisi adat Lampung. Secara garis besar, acuan memang demikian tapi itu tidak bisa menjadi pedoman untuk menekankan pada masyarakat kita sekarang,” ujarnya.  

Lebih lanjut, Saidi mengatakan, untuk memberikan denda bagi pelanggar peraturan adat, tidak lahir secara otomatis, tapi harus melakukan pengkajian mendalam untuk menghukum orang dalam memakai pakaian adat tersebut. Jika tidak mencoreng dan hanya memadukan siger Lampung dengan pakaian kebaya nasional tanpa pernak-pernik adat Lampung lengkap maka itu tidak harus di denda.

“Cukup dengan izin ke siapapun penyimbang adat yang ada disitu (orang yang dituakan di kampung tersebut) itu sudah bisa berjalan. Kalau mereka berdua di luar suku Lampung juga tetap diperbolehkan memakai pakaian adat Lampung. Tapi ada pakaian adat yang tidak boleh sama sekali, namanya pakaian adat Mergo itu biasanya hanya keluar saat acara begawi adat,” jelasnya.

3. Ingin ikut lestarikan adat Lampung tapi dibatasi

Menikah Pakai Pakaian Adat Lampung Pepadun Harus Izin Tokoh Adat?ilustrasi menikah (pexels.com/Trung Nguyen)

Salah satu perias pengantin Tulang Bawang, Kika juga menyayangkan adanya surat edaran tersebut. Menurutnya sebagai orang yang bukan suku Lampung ingin ikut serta melestarikan budaya adat Lampung. Namun, jika adat Lampung dibatasi hanya dipakai oleh orang Lampung asli saja, lama lama budaya itu akan hilang sendirinya.

“Saya si kurang setuju ya. Tapi mungkin ada niat baik dari para tokoh Lampung yang niatnya hanya biar adat Lampung tidak dibuat aneh-aneh. Seperti pakai gaun tapi pakai siger Lampung di yang membuat orang Lampung gak terima, mungkin itu salah satu alasannya,” ujarnya.

4. Sanksi denda akan memberatkan MUA dan sohibul hajat

Menikah Pakai Pakaian Adat Lampung Pepadun Harus Izin Tokoh Adat?ilustrasi diskusi dengan MUA (pexels.com/George Milton)

Sementara itu, salah satu Gen Z asal Tulang Bawang, Muhammad Faizzi Ardhitara menilai kebijakan dalam surat edaran tersebut bagus untuk melestarikan budaya adat Lampung. Menurutnya, dengan kebijakan ini menunjukkan untuk memakai baju adat Lampung sang pengantin yang bukan dari suku Lampung harus mengikuti proses adat, seperti musyawarah, kemudian disahkan dengan pemberian gelar dan pakaian adat oleh perwatin.

“Dengan proses adat tersebut juga menunjukkan bahwa tidak sembarang orang bisa mengenakan pakaian adat lampung, dia harus melewati serangkaian prosesi adat. Jadi lebih tahu asal usul mengenai pakaian adat Lampung dan adat istiadatnya. Secara tidak langsung juga, pengantin yang bukan dari suku Lampung secara sah dalam adat, sudah resmi menjadi bagian dari orang Lampung,” jelasnya.

Namun, Mekhanai Tulang Bawang itu tidak setuju dengan denda diberikan karena terlalu besar dan akan menjadi beban bagi MUA dan sohibul hajat. Menurutnya, sanksi denda tersebut justru membuat para MUA atau Sohibul hajat enggan menggunakan adat Lampung dan memilih menggunakan adat lain.

“Karena ada beban denda itu tadi, sehingga memberatkan MUA, dilihat dari segi bisnisnya itu merugikan,” tandasnya.

Baca Juga: Pantai Mutiara Baru Lampung Timur, Bikin Gak Mau Pulang

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya