Konflik Satwa Liar Vs Manusia Tinggi di Lampung, Ini Solusi Menhut

- Pemerintah siapkan pilot project koridor satwa untuk mengubah interaksi negatif dengan manusia.
- Gajah keluar habitat karena kekurangan pakan dan daya ingat kuat, memerlukan mitigasi berupa kanal dan kawat kejut.
- Kementerian Kehutanan berkomitmen menerapkan strategi serupa di Lampung dengan dukungan penuh pemerintah daerah.
Bandar Lampung, IDN Times – Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni menyoroti permasalahan konflik antara satwa liar gajah dan harimau Sumatera (panthera tigris sumatrae) dengan manusia tergolong tinggi terjadi di Provinsi Lampung.
Ia mengatakan, pemerintah pusat bersama pemerintah daerah serius menangani konflik satwa liar dengan manusia di Lampung, khususnya melibatkan gajah dan harimau yang kerap masuk ke kawasan permukiman warga.
"Sebenarnya sambil guyon, sebenarnya apa gajah atau harimau yang masuk ke desa tempat masyarakat atau justru manusia yang memasuki kawasan mereka. Itu sebuah guyon, tapi perlu juga menjadi bahan refleksi kita," ujarnya saat kunjungan kerja ke Lampung, Sabtu (30/8/2025).
1. Bentuk pilot project koridor satwa

Raja Juli melanjutkan, pemerintah kini tengah menyiapkan pilot project untuk memastikan interaksi negatif satwa liar dan manusia terjadi selama ini bisa berubah atau berlangsung ke arah positif.
Dikatakan, proyek serupa sebelumnya juga dijalankan di Aceh melalui kerja sama dengan World Wide Fund for Nature (WWF) internasional, mencakup area kawasan hutan sekitar 90 ribu hektare di Takengon.
"Di sana ada 11 desa yang mengalami interaksi negatif dengan gajah. Intinya, bagaimana langkah cepat memperkaya pakan gajah di kawasan tersebut, supaya mereka tidak keluar dari habitatnya," katanya.
2. Penyebab satwa liar keluar habitat

Apa terjadi di Lampung dan wilayah lainnya, Raja menerangkan, gajah kerap keluar kawasan hutan salah satu faktor utamanya ialah dikarenakan kekurangan pakan di dalam kawasan hutan.
Selain itu, gajah memiliki daya ingat cukup kuat dan selalu berusaha kembali ke wilayah asalnya. "Masalahnya, di jalur mudik mereka itu kini sudah berdiri perkebunan dan permukiman. Nah, ini yang harus kita mitigasi semaksimal mungkin," imbuh dia.
Selain itu, berbagai metode tengah dilakukan, mulai dari pemasangan kawat kejut hingga pembangunan kanal sebagai pembatas. Namun, upaya itu diakui memiliki tantangan tersendiri. "Maintenance kanal ini tidak gampang dan gajah juga pintar, mereka bisa merobohkan kayu lalu berjalan di atasnya," lanjutnya.
3. Klaim komitmen mitigasi di Lampung

Raja menambahkan, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) berkomitmen menerapkan strategi serupa di Lampung dengan dukungan penuh pemerintah daerah di tingkat provinsi hingga kabupaten.
"Kami berusaha maksimal agar interaksi manusia dengan gajah maupun harimau menjadi positif, baik di Lampung maupun daerah lain. Ini tanggung jawab kita bersama," sebut Sekretaris jenderal Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tersebut.
Berdasarkan catatan Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Lampung selama satu dekade terakhir, konflik manusia-gajah gajah di Way Kambas rata-rata terjadi 185 kali per tahun di 13 desa terdampak. Sedangkan di Bukit Barisan Selatan tercatat rata-rata 53 kejadian per tahun di 12 desa.
Kemudian konflik manusia–harimau, tercatat rata-rata 22 kejadian per tahun di 14 desa, dengan dampak kehilangan ternak sebanyak 192 ekor serta korban jiwa manusia.