Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kasus Narkoba Kader HIPMI Lampung, Akademisi: Kolektif Terorganisir

IMG_20250903_163940.jpg
Akademisi Universitas Bandar Lampung (UBL), Benny Karya Limantara. (Dok. Benny).
Intinya sih...
  • Standar ganda penegakan hukum: Kasus narkoba elit diarahkan rehabilitasi tanpa sanksi serius, berpotensi menimbulkan penilaian publik terhadap standar ganda dalam penegakan hukum.
  • Desak tanggung jawab Hipmi secara kelembagaan: Kasus ini mencoreng organisasi HIPMI, menuntut tanggung jawab kelembagaan dan transparansi dari BPD HIPMI Provinsi Lampung.
  • Rehabilitasi bukan jalan ekslusif kalangan elite: Rehabilitasi harus diberlakukan secara adil, tidak boleh menjadi jalan keluar eksklusif bagi kalangan elite bisnis.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bandar Lampung, IDN Times – Pengungkapan kasus narkoba melibatkan lima petinggi dan anggota BPD Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Lampung dinilai bukan penyalahgunaan ringan melainkan praktik pemakaian kolektif terorganisir.

Akademisi Universitas Bandar Lampung (UBL), Benny Karya Limantara mengatakan, kasus menuai perhatian publik ini patut disoroti serius. Itu karena, berlangsung di fasilitas karaoke mewah hotel bintang lima dan dilakukan para pengurus organisasi elit.

"Secara formil, BNNP memang tetap melakukan asesmen karena barang bukti sedikit dan para pelaku lebih condong pemakai. Tetapi harus diingat, sisa barang bukti 7 butir ditemukan dari 11 orang bukan berarti ringan. Itu menunjukkan pemakaian kolektif terorganisir, bukan pemakaian pribadi," ujarnya dikonfirmasi, Rabu (3/9/2025).

1. Standar ganda penegakan hukum

IMG_20250903_164044.jpg
Penggerebekan BNNP terhadap kader Hipmi Lampung di hotel bintang 5 Bandar Lampung. (IDN Times/Istimewa).

Benny mengatakan, kasus penyalahgunaan narkoba hanya diarahkan ke rehabilitasi tanpa disertai sanksi serius ini berpotensi mengarahkan dan menimbulkan penilaian publik terhadap standar ganda dalam penegakan hukum.

“Pemakai di jalanan ditetapkan tersangka lalu dipenjara, sementara pemakai elit di hotel berbintang justru diarahkan rehabilitasi sambil tetap bergaya hidup mewah. Ini berbahaya bagi legitimasi hukum,” tegasnya.

Menurutnya, hukum progresif menuntut agar asesmen dilakukan secara transparan dan akuntabel. "Jadi jangan sampai ada kesan 'melunakkan kasus' hanya karena pelakunya berasal dari kalangan elite bisnis," lanjut dia.

2. Desak tanggung jawab HIPMI secara kelembagaan

IMG_20250903_164017.jpg
Penggerebekan BNNP terhadap kader Hipmi Lampung di hotel bintang 5 Bandar Lampung. (IDN Times/Istimewa).

Benny menilai, kasus sempat menangkap 11 pelaku penyalahgunaan narkoba dan mengamankan barang bukti berupa 7 butir pil ekstasi ini bukan sekadar delik individual, melainkan juga menyangkut legitimasi kelembagaan HIPMI.

“HIPMI adalah wadah kaderisasi calon pengusaha dan bahkan calon pemimpin politik. Kalau pengurusnya justru terlibat pesta narkoba, ini menjadi masalah moral dan mencoreng organisasi. HIPMI tidak bisa bersembunyi dibalik dalih ‘urusan pribadi anggota,” tegasnya.

Maka dari itu, ia menilai BPD HIPMI Provinsi Lampung harus bertanggung jawab secara kelembagaan. “Organisasi ini harus transparan, memberi sanksi internal, bahkan bila perlu pengurus yang terlibat mundur dari jabatan. Kalau tidak, HIPMI kehilangan legitimasi moralnya di mata publik,” lanjut dia.

3. Rehabilitasi bukan jalan eksklusif kalangan elite

Ilustrasi narkotika. (IDN Times/Sukma Shakti)
Ilustrasi narkotika. (IDN Times/Sukma Shakti)

Menyinggung ihwal hasil asesmen memutuskan para palaku menjalin rehabilitasi rawat jalan, Benny mengamini Undang-Undang Narkotika membuka peluang langkah tersebut bagi para pengguna. Namun ditegaskan, rehabilitasi tidak boleh jadi jalan keluar eksklusif bagi kalangan elite.

“Kalau pengguna kecil terus dipenjara, sementara eksekutif muda bisa rehabilitasi, maka asas kesetaraan hukum hilang. Rehabilitasi hanya bermakna jika diberlakukan adil,” jelasnya.

Lebih lanjut kasus penyalahgunaan narkotika melibatkan para kader HIPMI Lampung ini patut dibaca sebagai cermin ketidakadilan struktural dalam penegakan hukum narkotika.

“Rehabilitasi boleh dipilih, tapi harus jelas tujuannya yaitu pemulihan, bukan privilege. Jangan sampai hukum hanya jadi alat melindungi elite, bukan instrumen keadilan sosial,” imbuh dosen Fakultas Hukum UBL tersebut.

Dalam pengungkapan kasus ini, kelima kader HIPMI Lampung RG (34) selaku bendahara umum, SA (35) wakil ketua bidang 1, MR (35) wakil ketua bidang 3, serta WL (34), dan SP (35) sebagai anggota ini tertangkap tangan menggunakan pil ekstasi bersama lima pemandu lagu wanita di fasilitas karaoke hotel bintang lima Bandar Lampung, Kamis (28/8/2025) malam.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Martin Tobing
EditorMartin Tobing
Follow Us

Latest News Lampung

See More

Harpelnas, Ada Paket Internet 30GB hanya Rp60 Ribu di Grapari

04 Sep 2025, 13:02 WIBNews