Disnaker Provinsi Lampung Klaim Perusahaan Sawit Bebas Pekerja Anak?
Bandar Lampung, IDN Times - Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Lampung mengklaim bebas dari pekerja kelapa sawit anak-anak. Klaim itu berdasarkan jumlah pekerja perusahaan sawit dan perkebunan lainnya di 2023.
Kepala Disnaker Provinsi Lampung, Agus Nompitu mengatakan, pemerintah daerah mencatat, ada 11 perusahaan sawit di Lampung terdaftar resmi pada Wajib Lapor Ketenagakerjaan perusahaan (WLKP) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) RI.
"Dari 11 perusahaan itu ada sekitar 3.029 yang masuk sebagai pekerja kalapa sawit di Lampung. Mereka berstatus PKWT hingga karyawan tetap. Nah, sampai saat ini belum ada laporan terkait pengggunaan tenaga kerja anak di kelapa sawit," ujarnya kepada IDN Times, Rabu (21/6/2023).
1. Pendataan nihil, diiringi penelusuran petugas di lapangan

Bukan hanya laporan resmi, Agus melanjutkan, pendataan kasus pekerja kelapa sawit berstatus anak-anak juga tidak ditemukan petugas melalui hasil pemantauan dan penelusuran di lapangan pada masing-masing keberadaan perusahaan kelapa sawit di Lampung.
Alhasil, ia menyimpulkan status pekerja kelapa sawit di Lampung masih sesuai peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, tanpa adanya status pekerja anak.
"Jadi oleh sebab itu, terkait pekerja anak ini semua belum pernah kami temukan. Kalaupun memang ada, maka peran serikat buruhnya untuk melaporkan kepada kami untuk ditindaklanjuti," imbuhnya.
2. Penggunaan tenaga kerja anak tegas tidak diperkenankan

Dikatakan Agus, pihaknya bersama Disnaker di 15 kabupaten/kota telah mengantisipasi perilaku mempekerjakan tenaga kerja anak pada perusahaan atau kawasan perkebunan kelapa sawit sejak beberapa tahun kebelakang. Terlebih pascawacana gerakan perkebunan kelapa sawit bebas pekerja anak 2023.
"Bukan hanya untuk perusahaan sawit, tapi seluruh perusahaan dalam sektor apapun. Ini tidak boleh menggunakan pekerja anak. Jadi ada aturannya dalam rangka memberikan perlindungan kepada anak, sebab hak mutlak mereka untuk menerima pendidikan," ucapnya.
Oleh karena itu, ia turut menegaskan secara prinsip mempergunakan tenaga kerja anak jelas tidak diperkenankan dalam aturan UU Ketenagakerjaan. "Secara aturan saja sudah tidak boleh, apalagi perusahaan mau diam-diam," sambung Agus.
3. Sanksi administratif hingga pidana menanti perusahaan sawit nekat mempekerjakan anak-anak

Terkait sanksi bakal diberikan bagi perusahaan nekat mempekerjakan anak di kawasan perkebunan kelapa sawit, Agus menegaskan, pihaknya tak sungkan memberikan atau melayangkan sanksi administratif secara tegas. Sanksi dimaksud berupa tegur lisan dan tertulis, sanksi pelayanan publik, pencabutan izin usaha, hingga ranah pidana bila menyangkut pelanggaran fatal.
"Tentu ada (sanksi). Terutama sanksi administratif kalau memang ada temuan seperti itu. Kita akan cek terlebih dahulu kebenarannya dan panggil pimpinan perusahaan untuk dilakukan konfirmasi," tegasnya.
Selain status pekerja anak, Agus turut menyampaikan, pihaknya dan jajaran juga belum menerima laporan permasalahan menyangkut pembayaran upah para pekerja kelapa sawit. "Aman belum ada laporan, kalau memang upahnya tidak dibayar sesuai dengan UMR atau UMK dari masing-masing perusahaannya, pasti kami tindaklanjuti," tambahnya.
4. LSM JARAK memungkinkan intervensi ke Lampung menyangkut pekerja kelapa sawit anak

Direktur Jaringan Penanggulangan Pekerja Anak (JARAK), Maria Clara Bastiani menambahkan, pihaknya belum melakukan intervensi khusus mengenai pekerja kelapa sawit anak di Provinsi Lampung.
Meski demikian, LSM menangani permasalahan tenaga kerja anak itu tidak menutup kemungkinan bakal melangsungkan intervensi atau penelusuran pekerja kelapa sawit berstatus anak di Lampung.
"Mengenai intervensi, biasanya dimulai dengan baseline agar jadi dasar untuk pengukuran saat intervensinya. Nah, saat ini JARAK belum mengembangkan program di Lampung. Kita masih lihat peluang-peluang kerja sama di sektor ini," katanya.
5. Masih fokus penyusunan panduan pekerja sawit ramah anak

Terkait klaim pemerintah daerah menyebutkan Provinsi Lampung bersih dari catatan pekerja kelapa sawit anak, Maria mengamini. Umumnya pendataan pekerjaan formal tidak mencantumkan angka pekerja anak dan harus dilakukan penelusuran ke lapangan secara langsung.
Maka dari itu, pihaknya kini masih berfokus membantu proses penyusunan panduan pekerja sawit ramah anak. Penyusunan ini dilakukan bersama Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA), dan Partnership for Action Against Child Labour in Agriculture (PAACLA).
"Bukunya panduannya sudah siap, jadi tinggal menunggu GAPKI yang launching," tandas Maria.