Banyak Lahan Korporasi, Gubernur Lampung Curhat ke Menteri ATR/BPN

- Kementerian ATR/BPN diminta menata ulang kepemilikan lahan korporasi di Lampung untuk kepentingan rakyat dan usaha
- Tekanan percepatan sertifikasi tanah, khususnya tanah wakaf, karena baru 38% yang tersertifikasi secara nasional
- Nusron menyoroti potensi konflik pada tanah wakaf, serta tumpang tindih sertifikat KW456 yang rentan konflik
Bandar Lampung, IDN Times - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid mengidentifikasi intensitas masalah pertanahan di Provinsi Lampung sangat tinggi dan rawan konflik.
Nusron mengatakan, konflik terjadi di Provinsi Lampung umumnya didominasi mulai dari melibatkan antara masyarakat dengan korporasi hingga korporasi dengan aset milik negara.
"Masalah tanah di Lampung itu intensitasnya masuk intensitas sangat tinggi. Intinya ada permintaan dari pak bupati dan gubernur, supaya pengelolaan HGU serta pemanfaatan tanah di Lampung memberikan kontribusi dan benefit langsung kepada pemerintah dan masyarakat," ujarnya saat menyambangi Pemprov Lampung, Selasa (29/7/2025).
1. Kementerian ATR/BPN diminta menata ulang

Nusron turut menyoroti penguasa lahan di Lampung cenderung banyak dimiliki oleh sektor korporasi, sehingga masyarakat tak merasakan atau menikmati langsung kemanfaatan lahan di provinsi setempat. "Tadi keluhan pak gubernur begitu, sehingga menciptakan isu ketidakadilan dan akses kesempatan berusaha," ucapnya.
Lebih lanjut disebutkan, para kepala daerah telah meminta Kementerian ATR/BPN untuk menata ulang kepemilikan dan penguasaan lahan korporasi tersebut. "Supaya akses rakyat untuk menguasai dan memanfaatkan tanah di Lampung, untuk kepentingan usaha dan ketahanan lebih terbuka dari pada dikuasai korporasi," lanjut Nusron.
2. Tekankan percepatan sertifikasi tanah

Dalam pertemuan bersama kepala daerah dan Forkopimda di Provinsi Lampung tersebut, Nusron turut menekankan urgensi percepatan sertifikasi tanah, khususnya tanah wakaf. Ia menggarisbawahi pentingnya sertifikasi tanah untuk menghindari konflik di kemudian hari.
Pasalnya, dari data status tanah wakaf di Indonesia, khususnya di Lampung. Secara nasional, dari sekitar 761.909 bidang potensi tanah wakaf dan tempat ibadah, baru 272.237 bidang atau 38 persen yang telah tersertifikasi.
"Di Lampung sendiri, dari 31.294 rumah ibadah, baru 6.732 yang punya sertifikat, baik wakaf, hak milik, maupun HGB. Ini hanya sekitar 21,51 persen. Angka ini masih jauh," tegasnya.
3. Tanah wakaf potensi konflik

Terkait kekurangan ini, Nusron menargetkan agar dapat diselesaikan dalam tiga tahun. Misalnya, kekurangan sekitar 25.000 bidang tanah wakaf, maka Kantor Wilayah BPN Lampung harus menuntaskan minimal 8.000 bidang per tahun.
Selain itu, ia juga mengingatkan potensi konflik sering muncul pada tanah wakaf, terutama di tengah geliat pembangunan dan masuknya investor.
"Ketika ada proyek strategis nasional seperti jalan tol, bendungan, atau pabrik, sering muncul konflik kepemilikan tanah wakaf dan tempat ibadah. Ini biasanya dimulai dari administrasi yang tidak rapi," jelasnya.
4. Paparkan potensi tumpang tindih

Nusron juga menyoroti keberadaan sertifikat KW456 atau sertifikat yang terbit antara tahun 1961 hingga 1997. Di Lampung, terdapat 462.272 bidang sertifikat atau setara 478.829 hektare masuk ke dalam kategori tersebut.
Sertifikat jenis tersebut rentan konflik karena tidak disertai peta kadastral, sehingga berpotensi tumpang tindih dengan bidang tanah lain. Ia meminta, agar sertifikat KW456 ini segera dimutakhirkan dan dicocokkan ulang untuk mencegah masalah di masa depan.
"BPN tidak bisa membuat sertifikat wakaf kalau tidak ada Akta Ikrar Wakaf (AIW) dari Kementerian Agama," imbuhnya.