TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jaringan Masyarakat Sipil Desak Tindak Pidana Perkosaan Masuk RUU TPKS

Perkosaan, kekerasan seksual paling sering di Indonesia

IDN Times / Istimewah

Bandar Lampung, IDN Times - Forum Pengada Layanan (FPL), Jaringan Masyarakat Sipil (JMS) dan para penyintas kekerasan seksual perwakilan Provinsi Lampung mendesak perkara tindak pidana perkosaan, bisa masuk bagian Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

Pernyataan itu menyusul Panitia Kerja (Panja) bersama pemerintah telah merampungkan harmonisasi pembahasan tentang RUU TPKS, Senin (4/4/2022).

Perwakilan FPL di Provinsi Lampung, Sely Fitriani mengatakan, tindak pidana perkosaan penting untuk masuk dalam RUU TPKS. Itu karena, merupakan tindak kekerasan paling sering terjadi di seluruh wilayah Indonesia menggunakan beragam modus, cara, dan alat.

"Kejahatan ini menimbulkan dampak berkepanjangan pada kelangsungan hidup para perempuan dan anak korban kekerasan seksual. Modus perkosaan juga terjadi di tempat penyandang disabilitas tinggal dan bersosialisasi," ujarnya, Selasa (5/4/2022).

Baca Juga: Cegah Pelecehan Seksual, Bimbingan Skripsi Mahasiswa Unila Wajib Ditemani

1. Akomodasi layak bagi korban kekerasan seksual belum masuk RUU TPKS

Direktur Eksekutif LAdA DAMAR Lampung, Sely Fitriani. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna)

Selain tindak pidana perkosaan, Sely menuturkan, pihaknya juga turut mencatat hal lainnya masih perlu mendapatkan perhatian yaitu, belum masuknya akomodasi layak bagi korban. Terkhusus mereka penyandang disabilitas dalam setiap proses peradilan.

Maka dari itu, ia pun berharap dan mengusulkan agar tindak pidana perkosaan dan akomodasi yang layak bagi korban penyandang disabilitas bisa ikut masuk dalam pembahasan RUU TPKS.

"Kami terus mendukung dan mendorong Panja RUU TPKS, untuk segera melakukan pembahasan tingkat II dan mengesahkan RUU TPKS maksimal bulan akhir April 2022," ucapnya.

2. Pembentukan RUU TPKS turut melibatkan lapisan masyarakat

Ditjen Aptika, Kominfo

Dalam hal pembahasan ini, wanita menjabat sebagai Direktur Eksekutif LAdA DAMAR Lampung tersebut tetap mengapresiasi penyelenggaraan yang telah memberi ruang partisipasi masyarakat dalam pembahasan RUU TPKS tersebut.

"Kami juga mengapresiasi pemerintah, khususnya Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, yang menyempurnakan draf RUU TPKS hasil harmonisasi progresif sesuai dengan kepentingan korban kekerasan seksual, termasuk hak penyandang disabilitas korban kekerasan," kata Sely.

Dari hasil pembahasan tersebut, beberapa hal penting telah pihaknya sebagai capaian yaitu, RUU TPKS telah memasukan beberapa bentuk tindak pidana kekerasan seksual seperti pelecehan seksual nonfisik; pelecehan seksual fisik; pemaksaan kontrasepsi; pemaksaan sterilisasi; pemaksaan perkawinan; kekerasan seksual berbasis elektronik; penyiksaan seksual; eksploitasi seksual; dan perbudakan seksual.

"Masuknya peran lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat dalam proses pendampingan dan perlindungan korban kekerasan seksual. Dengan demikian, pemerintah harus memastikan kehadiran penyedia layanan berbasis masyarakat dalam pembentukan Pusat Layanan terpadu," sambungnya.

Baca Juga: Cegah Kekerasan Seksual di Sekolah, LAdA DAMAR Dorong Bentuk Satgas

Berita Terkini Lainnya