TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

SNV dan YKWS Gagas Program Puskemas Ramah Difabel dan Kelompok Rentan 

Proyek pertama di Indonesia dan baru dikembangkan di Lampung

Ilustrasi Puskesmas Sotek, Kecamatan Penajam. IDN Times/Ervan Masbanjar

Bandar Lampung, IDN Times - Soroti ketersediaan sarana air, sanitasi dan higienis, SNV (Stiching Nederlandse Vrijwilligers) bersama Yayasan Konservasi Way Seputih (YKWS) menggagas forum multistakeholder dalam rangka pemenuhan aksesibilitas bagi kaum difabel atau kelompok rentan di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).

Program didukung oleh WASH SDGs (Sustainable Development Goals) itu bertujuan untuk meningkatkan pelayanan infrastruktur di Puskesmas. Nantinya akan melibatkan seluruh lapisan masyarakat dalam merencanakan pembangunan hingga tahap evaluasi perbaikan selanjutnya.

Direktur YKWS Febrilia Ekawati mengatakan, program tersebut merupakan project pertama di Indonesia dan baru dikembangkan di Lampung. Pihaknya akan melakukan uji coba di Kota Bandar Lampung dan Metro, pada Mei 2021.

"Harapannya keberhasilan yang kita capai pada program ini bisa direplikasi di wilayah lain di Indonesia. Bahka tidak hanya Puskesmas, tapi sekolah atau instansi pemerintahan juga," kata Febri.

Baca Juga: Stunting dan Sanitasi Buruk Masih Jadi Problematika di Lampung

1. Masyarakat dipaksa menerima pembangunan yang ada

IDN Times/istimewa

Advisor Water, Sanitation, Hygiene (WASH) SNV Indonesia Provinsi Lampung, Bambang Pujiatmoko, menjelaskan, selama ini penentuan, peningkatan, atau perbaikan akses masyarakat, tidak melibatkan masyarakat. Menurutnya, masyarakat dipaksa menerima kondisi yang ada.

"Kalau kondisinya bagus ya menerima kalau tidak bagus ya harus menerima. Tidak ada mekanisme masyarakat untuk menyampaikan atau ikut menentukan sarana wash di Puskesmas," jelas Bambang kepada awak media, Minggu (30/5/2021).

Idealnya, Bambang melanjutkan, masyarakat sebagai pengguna, ikut terlibat perencanaan yang sesuai. Seperti kelompok disabilitas atau kelompok terpinggirkan.

"Itu selama ini suara mereka tidak terakomodasi di Puskesmas. Dari kondisi itu kita mencoba memasukkan hal baru di pembangunan wash di Puskesmas dengan menyertakan masyarakat," jelasnya.

2. Masyarakat memiliki hak terlibat pembangunan

ilustrasi/ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas

Persolan dihadapi selama ini menurut Bambang, masyarakat tidak tahu bahwa mereka memiliki hak untuk terlibat. Padahal, Masyarakat berhak menyampaikan apa kebutuhannya.

"Dari persoalan itu maka kita buat program bagaimana masyarakat terlibat mulai dari tahap percencanaan sampai monitoring tahap perbaikan selanjutnya," ungkapnya.

Menurutnya, ini merupakan hal baru khususnya WASH In Health Care Facilities (HCF) di Indonesia. Supaya masyarakat terlibat aktif dan sarana di Puskesmas meningkat. Selain itu Puskesmas juga bisa terbuka dengan masukan dari masyarakat.

Baca Juga: Kisah Khorik Istiana, Millennial Lampung Pegiat Sanitasi

Berita Terkini Lainnya