TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Insentif COVID-19 Dipotong 50 Persen, Nakes Lampung Curhat

Ada nakes tujuh bulan belum terima insentif

ilustrasi tenaga kesehatan (ANTARA FOTO/Fauzan)

Bandar Lampung ,IDN TimesPemerintah pusat menurunkan insentif tenaga kesehatan yang menangani kasus COVID-19 sebesar 50 persen. Kebijakan tersebut tertuang dalam salinan surat Menteri Keuangan bernomor S-65/MK.02/2021 diteken Sri Mulyani tanggal 1 Februari 2021.

Surat itu Tentang Permohonan Perpanjangan Pembayaran Insentif Bulanan dan Santunan Kematian bagi Tenaga Kesehatan Peserta PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis yang Menangani COVID-19). 

Berdasarkan informasi tersebut berikut IDN Times rangkum tanggapan beberapa tenaga kesehatan (nakes) di Lampung terkait pengurangan insentif.

Baca Juga: Koalisi Sipil Minta Kebijakan Pemotongan Insentif untuk Nakes Dicabut

1. Nakes: pemerintah yang menghitung pemerintah juga yang motong

Ilustrasi insentif (IDN Times/Arief Rahmat)

Menanggapi informasi yang beredar terkait pemotongan insentif bagi para nakes yang menangani pasien COVID-19, Dr Aditya M Biomed yang juga Ketua IDI Bandar Lampung mengaku pasrah saja dengan kebijakan tersebut.

Ia menyatakan, sudah tujuh bulan ini nakes memang belum pernah lagi mendapatkan insentif COVID-19. "Saya itu baru dibayar Mei sampai Juli. Mei dibayar setengah karena menangani COVID-nya pertengahan. Sampe sekarang belum pernah dapet lagi bayangin aja udah tujuh bulan," terang dokter umum yang bertugas di Lab Kesehatan Provinsi Lampung ini.

Menurutnya kebijakan tersebut kemungkinan karena pemerintah sudah tak memiliki anggaran lagi. Sehingga memutuskan untuk mengurangi insentif nakes.

"Kami gak pernah usul, pemerintah yang ngitung, pemerintah juga yang motong. Ya saya nyengir aja sih kalo dipotong. Mungkin emang duitnya gak ada. Mau bangkrut kali negara ya udahlah," tuturnya.

2. Persyaratan pengajuan insentif cukup rumit

Instagram.com/rumahsakitlapangan

Selain itu Dr Aditya juga menjelaskan terkait pengajuan insentif yang cukup rumit karena harus menyerahkan berbagi bukti pekerjaan saat menangani pasien COVID-19. "Syaratnya macem-macem, ribetlah pokoknya. Nanti bagian administrasi yang ngurusin berkas itu," ujarnya.

Menurutnya, pemberian insentif ini diberikan per institusi yang kemudian diajukan ke pemerintah. Terkait nominal untuk dokter spesialis mendapat Rp15 juta per bulan, dokter umum Rp10 juta, dan analis itu Rp5 juta.

"Kalau dipotong separonya ya monggo. Yang penting dibayar aja deh. Cuma kasian aja sih kalau orang yang memang harapannya ke situ. Kan orang beda-beda juga. Memang kita kerja begini itu risikonya banyak, kadang juga harus bisa bener-bener jaga diri segala macem, belum masalah pikiran," paparnya.

Namun Dr Adit hanya berharap pandemik ini segera selesai dan tak perlu ada insentif lagi. "Kita bener gak perlu insentif deh yang penting selesai aja masalah ini," tandasnya.

Baca Juga: Pemerintah Pangkas Insentif Tenaga Kesehatan 50 Persen untuk 2021

Berita Terkini Lainnya