TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

AJI-PWI Sayangkan Kalimat Ancaman Herman HN ke Wartawan

Pejabat dituntut berperilaku baik, jurnalis wajib patuh KEJ

Ilustrasi press conference (IDN Times/Arief Rahmat)

Bandar Lampung, IDN Times - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Lampung menyayangkan pernyataan Wali Kota Bandar Lampung, Herman HN, yang melontarkan kalimat ancaman kepada awak media saat tugas peliputan. Kalimat bernada ancaman itu terlontar saat wartawan melakukan wawancara kepada orang nomor satu di Kota Tapis Berseri ini usai mengikuti sidang paripurna di DPRD Kota Bandar Lampung, Senin (9/11/2020).

Dalam rekaman video, wali kota dua periode itu tampak kesal ketika seorang jurnalis televisi meminta tanggapannya ihwal kepala Bappeda yang turut mensosialisasikan salah satu calon wali kota. Ketika ditanya lebih lanjut, Herman berkata, “Beritakanlah, pecah kepala kamu. Kamu jangan seenak-enaknya. Kamu belum tahu saya?,” kata Herman.

Baca Juga: KADIN: Kenaikan UMK 2021 Bandar Lampung Rp2,9 Juta Tidak Relevan 

1. Wali kota punya hak tidak menjawab pertanyaan, jurnalis diminta kedepankan kode etik

Logo AJI (istimewa)

Ketua AJI Bandar Lampung, Hendry Sihaloho, mengatakan, pejabat publik dituntut berperilaku baik dan menjaga pembawaan. Selain itu, memegang teguh nilai-nilai moral serta etika pemerintahan. Atas dasar itu, tak patut Herman mengucapkan kalimat bernada ancaman, terlebih di hadapan jurnalis.

“Sebagai narasumber, wali kota punya hak tidak menjawab pertanyaan wartawan. Karena itu, tak perlu melontarkan ancaman. Cukup dijawab saja apa yang ditanyakan,” katanya.

Hendry juga meminta para jurnalis mengedepankan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Pasal 1 KEJ mengingatkan wartawan bersikap independen dan tidak beriktikad buruk. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain, termasuk pemilik perusahaan pers. Sedangkan tidak beriktikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

“Wajib bagi pers untuk menjaga integritas dan independensi, terlebih pada tahun politik. Dalam konteks pemilu, pemilik media adalah ancaman serius dari independensi jurnalis dan profesionalisme pers. Karena itu, kami mengingatkan media dan jurnalis patuh kode etik,” ujarnya.

2. Pejabat publik diminta tak antikritik

logo PWI

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Lampung, Supriyadi Alfian, mengutarakan, sebagai pejabat publik wali kota idealnya memberikan contoh yang baik. Menurutnya, seorang pejabat memang memiliki hak untuk tidak menjawab pertanyaan wartawan, namun di sisi lain bukan harus menjadi antikritik.

“Saat dikonfirmasi oleh wartawan harusnya memberikan jawaban yang baik, bukan ditanggapi dengan pengancaman pemecahan kepala," ujar Yadi, sapaan akrab pria ini.

Ia menambahkan, sikap arogansi wali kota mengancam saat wartawan melakukan tugas jurnalistik dan konfirmasi pemberitaan tidak dapat dibenarkan. Yadi juga mengimbau wartawan tak perlu takut dengan ancaman. "Tugas kita (wartawan) memberitakan kejadian dan konfirmasi kepada nara sumber,” katanya. 

3. Minta semua pihak mencermati video yang direkam awak media

Ilustrasi Reporter-Jurnalis (IDN Times/Arief Rahmat)

Rakhmat Husein DC selaku staf khusus Herman HN menyatakan, meminta semua pihak mencermati video yang direkam awak media. Dalam video itu menurutnya, awalnya proses wawancara dengan beberapa jurnalis itu berjalan lancar. Sampai kemudian jurnalis Lampung TV bertanya terkait pertanggungjawaban kepala Bappeda yang diduga berkampanye untuk salah satu paslon wali kota.

Menurut Rakhmat, pertanyaan itu dijawab santai oleh Herman HN. Herman menyatakan, masalah itu sudah ditangani Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Inspektorat.

"Saya kira, itu memang jawaban yang benar karena persoalan ASN yang diduga tidak netral memang harus diperiksa Bawaslu dan Inspektorat. Soal sanksi ya kedua lembaga itu yang memvonis atau merekomendasikan sanksinya. Karena berulang ulang (pertanyaan jurnalis) dan beralih ke isu lain, akhirnya wawancara itu menyulut emosi wali kota, dan katakan akan memecahkan kepala," terangnya. 

Baca Juga: AJI-Umko Kerja Sama Dorong Mahasiswa Magang Jurnalisme dan Media

Berita Terkini Lainnya