TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Solar Sulit Didapat, Sudah Dua Hari Nelayan Lampung Tak Melaut

Belum lagi harga solar yang ikut naik menjadi Rp6.800

Kapal yang berlabuh di Dermaga Gudang Lelang. (IDN Times/Rohmah Mustaurida).

Bandar Lampung, IDN Times - Sudah dua hari para nelayan di Gudang Lelang terjebak di dermaga karena kesulitan menemukan solar.

Soni, salah seorang nelayan sekaligus penjaga kapal di Gudang Lelang, Teluk Betung Selatan Kota Bandar Lampung mengatakan, selain kenaikan harga solar dari Rp5.200 menjadi Rp6.800, kelangkaan bahan bakar fosil ini menjadi hambatan para nelayan saat ini.

“Kerasa banget susahnya Mbak. Sudah mahal, sulit lagi carinya. Ini saya aja udah 2 hari belum melaut, enggak dapat solar,” katanya, Rabu (7/9/2022).

Tak hanya dirinya saja, di dermaga Gudang Lelang terdapat empat kapal lainnya yang juga bersandar lebih dari 2 hari dan tidak bisa melaut karena kesulitan mendapat solar.

Baca Juga: Polisi Bongkar 2 Lokasi Penimbunan Solar 1.260 Liter di Lamsel!

1. Razia solar makin membuat nelayan lama di daratan

Ilustrasi Antrean Pengisian Solar Nelayan (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)

Imbas kondisi itu, para nelayan biasanya menyambi dengan cara kerja serabutan. Misalnya, jadi kuli panggul dan sebagainya. Atau jika tak ada kerjaan mereka ngobrol bersama nelayan lain sambil memperbaiki jala. 

“(Bahan bakar) kapal gak bisa juga diganti Pertalite apalagi Pertamax. Jadi satu-satunya cuma solar,” katanya.

Soni melanjutkan, saat ada razia pengedar ilegal Solar ke para nelayan oleh marinir. Hal itu makin membuat mereka lebih lama di daratan.

“Soalnya kita pesen sama orang. Bisa 1.000-1.500 liter kalau full. Itu bisa buat semingguan lah. Udah gitu kita gak pernah nyetok, ya pokoknya dapet 1.000 (liter), ya dengan 1.000 itu aja kita pulang-pergi, secukupnya. Kalau udah mau habis (Solar) langsung pulang,” jelasnya.

2. Pendapatan tiap melaut tidak tentu

Kapal nelayan di Dermaga Gudang Lelang. (IDN Times/Rohmah Mustaurida).

Soni mengatakan hasil tangkapan saat ini cenderung kurang. Biasanya melaut 9-10 orang saja, hasil tangkapan hanya sekitar 2-4 ton saja dalam satu kali melaut.

“Kita ngelaut biasanya seminggu paling lama. Itu berangkat jam 10 (pagi) sampai jam 6 (sore). Terus nginep di kapal. Makan di kapal,” ujarnya.

Dengan kapasitas kapal sekitar 30 gross tonage (GT), kapal yang Soni gunakan menangkap ikan menggunakan jaring cantrang.

“Kita biasanya dapat ikan petek, ikan kuning, sama macam-macam. Cuma seringnya ya dua ikan itu,” katanya.

3. Ada beberapa nelayan berasal dari Pulau Jawa

Ilustrasi nelayan melaut. (Dok. KNTI)

Tak hanya nelayan dari Gudang Lelang, Soni mengatakan nelayan-nelayan di sana juga banyak berasal dari Pulau Jawa. Merantau dan mencari ikan bersama nelayan di Lampung.

“Kalau nyarinya macam-macam kadang di sekitar Krakatau, Pulau Malang, kadang di Labuhan Maringgai, tergantung ikannya ada di mana,” ujarnya.

Ia juga mengatakan wilayah melaut untuk kapalnya juga tidak boleh sembarangan karena ada juga daerah larangan. “Seperti di sini, kalau deket sini kapal kita gak boleh. Bolehnya buat kapal kecil yang nyarinya harian,” timpalnya.

Baca Juga: BBM Naik, Pemilik Rumah Makan di Lampung Dilema Naikkan Harga Makanan

Berita Terkini Lainnya