TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ironi Pemukiman Kota Dekat MBK Masih Buang Tinja Sembarangan ke Sungai

Ada sekitar 36 kelurahan Bandar Lampung belum ODF

Google

Bandar Lampung, IDN Times - Bandar Lampung merupakan salah satu kota metropolis akhir-akhir ini banyak tersorot media. Pasalnya sejak 2021-2022 kota ini banyak disambangi tamu dari seluruh Indonesia melalui dua agenda nasional seperti Muktamar NU 2021 dan APEKSI 2022.

Namun ironisnya, kota tak menjamin pemukimannya sudah bebas buang air besar sembarangan. Dari 126 kelurahan di Kota Bandar Lampung, ternyata masih ada sekitar 36 kelurahan belum ODF (Open Defecation Free) atau masyarakatnya masih buang air besar sembarangan.

Hal ini disampaikan oleh Sanitarian atau Ahli Lingkungan di Puskesmas Kedaton, Selvi Permatasari ketika menghadiri Seminar tentang Sanitasi dan Air Bersih bersama NGO Lingkungan YKWS dan SNV, Jumat (18/11/2022) sore.

“Nah ini yang menjadi PR besar kami terutama sanitarian di Kota Bandar Lampung. Dari 126 kelurahan itu hanya sekitar 90an saja yang sudah ODF,” katanya.

Baca Juga: Warga TBS Kini Bisa Konversikan Sampah jadi Layanan Sedot Tinja

1. Pemukiman sepanjang sungai dekat Mall Boemi Kedaton (MBK) masih buang tinja ke sungai

Mall Boemi Kedaton/mallboemikedaton.co.id

Selvi mengatakan, di wilayah cakupannya sendiri yakni Kecamatan Kedaton, dari 7 kelurahan masih ada 2 kelurahan belum ODF yakni Kelurahan Kedaton dan Kelurahan Penengahan.

“Di Kelurahan Kedaton contohnya yang pemukimannya ada dipinggiran aliran (sungai) MBK itu hampir seluruhnya tidak memiliki septitank. Jadi mereka punya toilet yang sangat bagus dan nyaman di dalam rumah tapi mereka membuangnya ke sungai,” ujarnya.

Kejadian sama juga ada di Kelurahan Penengahan. Di kelurahan tersebut masih ada pemukiman di pinggiran aliran sungai dan juga tidak memiliki septitank meski memiliki jamban.

2. Tujuh tahun membina masyarakat hanya 1 rumah berubah

Sanitarian Puskesmas Kedaton, Selvi Permatasari. (IDN Times/Rohmah Mustaurida).

Selvi menceritakan, dirinya pertama kali bertugas di Puskesmas Kedaton pada 2015. Sejak tujuh tahun lalu, ia bersama tim puskesmas selalu rutin melakukan pembinaan kepada masyarakat mulai dari pemicuan STBM (sanitasi total berbasis masyarakat), monitoring, melakukan update, dan evaluasi.

“Kami pokoknya fokuskan ke setop Buang Air Besar Sembarangan. Kita monitoring terus kader sanitasinya tapi sampai sekarang, sudah 7 tahun kami melakukan upaya penyadaran pada masyarakatnya hanya ada satu rumah yang akhirnya mau bikin septitank,” sebutnya.

Ia mengaku sedih dengan hal itu. Itu karena, dengan banyaknya rumah tangga membuang tinja ke sungai maka kerugian tak hanya dirasakan oleh mereka sendiri tapi juga orang lain.

3. Masyarakat tahu, tapi budaya turun temurun menutupi hati mereka

Google

Selvi menyampaikan alasan masyarakat terkait mereka tak mau memasang septitank di rumahnya adalah karena tak ada biaya atau tak ada lahan untuk pembuatannya.

“Kompleks memang masalahnya walau hanya satu yakni septitank. Alasan mereka juga macam-macam dari mulai tidak ada biaya, tidak ada lahannya karena Kedaton kan wilayah padat penduduk, kemudian ada juga alasannya mereka masih nyewa/ngontrak,” imbuhnya.

Selvi menjelaskan, banyak masyarakat penyewa rumah merasa tidak perlu dan tidak penting untuk membuat tangki septik di rumah sewaannya. Karena mereka bisa pindah kapan saja.

“Mereka itu sebenarnya bukannya tidak tahu. Tahu, saya yakin mereka tahu karena kami tiap tahun edukasikan itu. Hanya saja mereka belum sadar. Mereka masih belum terbuka hati dan pikirannya karena mereka sudah terbiasa seperti ini. Dari kakek, ayah, sampai anak semua sudah seperti itu dibuang ke kali,” jelasnya.

Baca Juga: Budaya BABS Ternyata Masih Mudah Ditemui di Pesisir Lampung

Berita Terkini Lainnya