TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Budaya BABS Ternyata Masih Mudah Ditemui di Pesisir Lampung

Bappenas: Solusi tak hanya dari aspek infrastruktur saja

Pesisir Lempasing, Pesawaran. (IDN Times/Rohmah Mustaurida).

Pesawaran, IDN Times - Budaya Buang Air Besar Sembarangan (BABS) rupanya masih sangat kental di beberapa wilayah pesisir Provinsi Lampung. Salah satunya di Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran.

Menurut penuturan Siti tinggal di Desa Sukajaya Lempasing, Kecamatan Teluk Pandan, mayoritas warga di lingkungan RT-nya masih BABS di laut. Ia mengatakan lebih dari 50 persen warga di sana tidak memiliki toilet di rumahnya.

Namun ia mengaku bukan karena tak mampu membuat, tapi kebanyakan warga sudah terbiasa untuk BAB di laut karena lebih mudah dan sudah menjadi budaya turun temurun di daerah itu.

“Ya kalau mau BAB tinggal bawa sarung aja ke sana (pinggir laut),” kata Siti singkat, Minggu (4/9/2022). 

Namun mirisnya, Siti melanjutkan, wilayah pantai tak jauh dari sekitar tempat buang air besar warga tersebut dijadikan tempat warga untuk mengambil kerang.

Baca Juga: Kenali Sanitasi Aman dengan Tangki Septik SNI Yuk!

1. Sempat dibangun toilet umum oleh pemerintah

Ilustrasi toilet umum. (Pinterest)

Siti mengatakan, beberapa tahun lalu pemerintah kabupaten setempat sempat membangun toilet umum. Awalnya beberapa masyarakat mau menggunakan toilet tersebut, namun lama-kelamaan, toilet umum itu jarang digunakan dan akhirnya terbengkalai.

“Udah gak kepake lagi sekarang udah rusak. Soalnya lama-lama orang-orang balik lagi BAB ke laut. Lebih praktis, gak antre dan gak perlu bayar,” katanya.

Diketahui memang toilet tersebut dikenakan biaya kebersihan sebesar Rp2.000. Namun pembayaran itu tidak menjadi keharusan karena tidak pernah ada yang menjaga kotak kebersihan di toilet umumnya.

2. Insfrastruktur bukan jadi satu-satunya solusi BABS

Ilustrasi WC cemplung di laut. (Beritasatu.com)

Menanggapi terkait BABS di beberapa wilayah pesisir Lampung, Direktur Perumahan & Permukiman Kementerian PPN/Bappenas, Tri Dewi Virgiyanti mengatakan, infrastruktur bukanlah satu-satunya aspek membentuk suatu layanan akses yang baik.

“Kalau infrastruktur seperti toilet umum sudah dibangun, tapi kenapa gak efektif juga mengurangi budaya BABS. Itu karena ada tiga faktor lain yang juga harus ada, yaitu lembaga pengelola, jadi baik itu sistem air minum atau sanitasi harus ada lembaga yang mengelola harus ada regulasi dan kebijakan ditulis,” katanya.

Kemudian harus ada pembiayaan misalnya untuk perawatan dan keberlangsungan fasilitas. Aspek terakhir yaitu adanya kesadaran atau suatu kebutuhan masyarakat akan akses yang baik.

“Nah ini tentu saja harus dikasih tahu. Bagaimana caranya harus diedukasi, dipemicu agar kebutuhan air bersih itu ada. Misalnya dijelaskan kalau BAB di laut nanti dampaknya apa saja, misalnya dampak kesehatan jadi diare, stunting, atau kalau BAB ke laut kan nanti kena ke ikan, kena ke nelayan, balik lagi ke sungai, tanah, dan sebagainya,” paparnya.

3. Tak hanya mau BAB di toilet, pengadaan septic tank dan pengolahan tinja juga wajib diketahui masyarakat

Kolam IPLT Bandar Lampung. (IDN Times/Rohmah Mustaurida).

Lebih lanjut Tri mengatakan, setelah masyarakat mau buang air besar di toilet, masyarakat juga perlu memiliki tempat pembuangan sendiri seperti septic tank.

“Kalau sudah mau ke toilet, itu baru tahap awal. Kemudian ada tempat pembuangan yaitu septic tank. Ini mereka harus punya, lalu nanti septic tanknya harus disedot tiap berapa waktu misalnya 3 sekali. Itu semua harus, kalau cuma mau di toilet tapi pembuangannya masih ke laut atau sungai ya sama saja,” jelasnya.

Hal itu dikarenakan, lanjutnya, untuk menuju ke arah akses berkualitas terus tidak hanya memecahkan masalah BABS saja. Tapi juga buangan hingga proses masuknya sisa-sisa pengolahan tinja ke sungai atau laut nanti.

“Nanti dari penyedotan itu kan lumpur tinjanya diolah di IPLT baru kemudian bakterinya hilang, zat kimianya hilang, baru setelah ketemu air bersih baru dibuang ke sungai. Jadi masyarakat harus tahu semuanya dan itu harus satu rangkaian,” paparnya.

Baca Juga: Terancam Punah, BKSDA Tak Punya Data Populasi Kukang di Lampung

Berita Terkini Lainnya