TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mahasiswa Unila Palsukan Tanda Tangan Uji Materiil MK, Rektor Bersuara

Judicial review Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN

IDN Times/Silviana

Bandar Lampung, IDN Times -  Rektor Universitas Lampung (Unila) Prof Karomani, menanggapi kasus tanda tangan palsu dilakukan mahasiswa Unila dalam judicial review Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK).

Karomani menyampaikan, pembelajaran adalah inti dari keseluruhan proses pendidikan di sebuah perguruan tinggi, termasuk di Unila. Meskipun begitu, ia menekankan proses pembelajaran yang dilakukan tetap tidak boleh melanggar peraturan dan ketentuan yang ada.

“Mahasiswa, dosen, bahkan rektor sekalipun, tidak ada yang kebal hukum. Jadi tidak bisa karena mahasiswa sedang belajar, lantas kebal hukum. Jika memang ada indikasi kuat melanggar aturan, silakan dilakukan proses hukum sebagaimana mestinya,” tegas rektor saat diwawancarai usai kegiatan ground breaking Masjid Al Wasii, Senin (18/7/2022).

Baca Juga: Perbanyak Guru Besar Strategi Unila Masuk Jajaran Kampus Papan Atas

1. Rektor minta dekan FH unila segera selesaikan persoalan dengan bijaksana

Sebanyak 1.700 peserta rencananya akan menghadiri Sarasehan Nasional Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa. di Unila 23 - 24 Desember 2021. (Dok Humas Unila)

Terkait gugatan judicial review Undang-Undang IKN yang dilayangkan enam mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Unila, Karomani menilai setiap warga berhak mengajukan uji materi, termasuk mahasiswa. Menurutnya langkah yang diambil enam mahasiswa ini merupakan langkah elegan dibandingkan menyampaikan aspirasi dengan turun ke jalan.

Atas permasalahan tersebut, Karomani meminta dekan fakultas hukum untuk segera menyelesaikan persoalan dengan bijaksana sesuai peraturan akademik Unila.

Kepada keenam mahasiswa yang mengajukan gugatan judicial review Undang-Undang Ibu Kota Negara ia menekankan agar memperbaiki kesalahan yang ditemukan sehingga persoalan serupa tidak terjadi lagi.

“Jadi, jangan belajar menegakkan peraturan dengan melanggar peraturan,” tegas orang nomor satu di Unila tersebut.

2. Terkuat saat sidang uji materiil aturan pengangkatan kepala otorita IKN

Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi. (IDN Times/Axel Joshua Harianja)

Diketahui, enam mahasiswa Unila M Yuhiqqul Haqqa Gunadi (Pemohon I); Hurriyah Ainaa Mardiyah (Pemohon II); Ackas Depry Aryando (Pemohon III); Rafi Muhammad (Pemohon IV); Dea Karisna (Pemohon V); dan Nanda Trisua Hardianto mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) ke MK memalsukan tanda tangan. 

Tanda tangan palsu mahasiswa Unila pada permohonan gugatan UU IKN terkuak saat sidang lanjutan uji materiil aturan pengangkatan kepala otorita IKN. Padahal, sidang kedua Perkara Nomor 66/PUU-XX/2022 tersebut, seharusnya beragendakan perbaikan permohonan.

Namun panel hakim dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat didampingi Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih serta Daniel Yusmic P. Foekh menemukan kejanggalan tanda tangan Pemohon pada perbaikan permohonan.

“Ada beberapa hal yang perlu saya minta konfirmasi. Ini Saudara tanda tangannya betul atau tanda tangan palsu ini? Kalau kita lihat, tanda tangan ini mencurigakan, bukan tanda tangan asli dari Para Pemohon,” ujar Arief kepada para Pemohon yang hadir secara daring dikutip dari website resmi MK.

3. Mulanya diklaim tanda tangan asli

ilustrasi tanda-tanda sleep apnea (pexels.com/@alexander-suhorucov)

Pada mulanya, para Pemohon menjawab bahwa tanda tangan mereka itu asli. Bahkan mereka menegaskan kalau tanda tangannya berupa tanda tangan digital.

Menanggapi jawaban para Pemohon yang terkesan menyembunyikan sesuatu, Arief menekankan akan memproses kepada pihak kepolisian terkait tanda tangan palsu.

“Coba kita lihat di KTP Dea Karisna, tanda tangannya beda antara di KTP dan di permohonan. Gimana ini Dea Karisna? Mana Dea Karisna? Terus kemudian, tanda tangan Nanda Trisua juga beda. Ini jangan bermainmain, lho. Rafi juga beda. Kemudian tanda tanga Ackas ini beda sekali, juga Hurriyah. Ini bisa dilaporkan ke polisi, kena pidana, bermainmain di instansi yang resmi. Beda semua antara KTP dengan permohonan,” ucap Arief.

Salah seorang Pemohon, Hurriyah Ainaa Mardiyah menjelaskan perihal tanda tangan rekan-rekannya. Ia mengatakan, dari enam Pemohon, sebanyak dua pemohon tidak menandatangani perbaikan permohonan tersebut. Atas hal tersebut, Pemohon meminta maaf kepada Panel Hakim.

“Baik Yang Mulia, izin menjawab. Sebelumnya mohon maaf, karena tidak semuanya tanda tangan sama dengan yang ada di KTP. Tanda tangan Dea Karisna dan Nanda Trisua itu memang sebenarnya sudah dengan atas kesepakatan dari yang bersangkutan. Karena yang bersangkutan tidak sedang berada bersama kami saat perbaikan permohonan tersebut. Begitu, Yang Mulia,” jelas Hurriyah.

Baca Juga: Cerita Mahasiswa Unila 'Langganan' Menang Lomba Poster Internasional

Berita Terkini Lainnya