Kenang Masa Kuliah, Siti Atikoh Pernah Makan Nasi Lauk Gula Pasir
Intinya Sih...
- Siti Atikoh Supriyanti membagikan kisah masa sulit menempuh pendidikan perguruan tinggi bersama suami, Capres nomor urut 03 Ganjar Pranowo.
- Di tengah kesulitan ekonomi, Siti Atikoh harus berjuang keras dan bahkan menunda tugas penelitian laboratorium akibat kekurangan uang.
- Demi mewujudkan kesetaraan pendidikan, Siti Atikoh meyakinkan masyarakat untuk mendukung program satu keluarga miskin satu sarjana yang diusung oleh pasangan Capres-Cawapres Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Pesawaran, IDN Times - Istri Capres nomor urut 03 Ganjar Pranowo, Siti Atikoh Supriyanti membagikan kisah hingga mengenang masa-masa sulit bersama sang suami tatkala menempuh dan memperjuangkan pendidikan perguruan tinggi.
Kata Siti Atikoh, ia dan suami bukan tumbuh besar dari kalangan keluarga kaya raya. Keduanya sama-sama berjuang keras, demi menamatkan dan menyandang gelar sarjana di Universitas Gajah Mada (UGM).
"Mas Ganjar kuliah itu merupakan anak pensiun Polri, tetapi pangkatnya cuma letnan dua bukan orang yang berpangkat tinggi. Saya kuliah, sudah yatim piatu," ujarnya dalam kampanye simpatik di Desa Negeri Katon, Pesawaran, Selasa (9/1/2024).
Baca Juga: Sapa Emak-emak di Lampung, Siti Atikoh Ajak Pilih Ganjar-Mahfud
1. Sempat makan lauk gula pasir hingga minta ditraktir sahabat kampus
Dalam kilas balik kenangannya tersebut, Siti Atikoh mengaku harus berjuang keras di tengah kesulitan dan himpitan ekonomi. Itu supaya tetap bisa membiayai hingga melanjutkan pendidikan perguruan tinggi.
Pernah suatu hari, kala itu Siti Atikoh harus makan nasi hanya lauk gula pasir. Ia berharap bisa mendapatkan tambahan energi dari kandungan kalori gula. Tak jarang, dirinya sesekali minta ditraktir makan siang dengan para sahabat seperjuangan kuliah.
"Sampai pernah suatu hari saya ke tempat teman saya, saya sudah gak punya uang, karena dia habis gajian saya minta ditraktir makan siang," kenangnya.
2. Tunda penelitian karena tak bisa beli bahan Reagen
Lebih dari itu, Situ Atikoh juga harus menunda-nunda tugas penelitian laboratorium kampus, dikarenakan tak memiliki uang untuk membeli bahan penelitian Reagen.
Seiring perjuangannya tersebut, Siti Atikoh akhirnya mampu meraih gelar sarjana dari Fakultas Teknologi Pertanian UGM pada 1997. Kemudian melanjutkan program studi Kebijakan Publik di Universitas Tokyo, Jepang dengan beasiswa alias gratis.
"Kalau tidak ada pendidikan seperti itu mana mungkin orang seperti kami, orang seperti mas Ganjar mampu memperbaiki cara hidup kami seperti ini," ucapnya.
3. Yakini program satu keluarga miskin satu sarjana solusi atasi masalah pendidikan
Maka dari itu, Siti Atikoh meyakinkan masyarakat untuk memilih pasangan Capres-Cawapres Ganjar Pranowo dan Mahfud MD mengusung program pendidikan digadang-gadang bisa kesejahteraan masyarakat yakni, program satu keluarga miskin satu sarjana.
"Saya tidak ingin, kami tidak ingin anak-anak yang memiliki potensi, anak-anak yang cerdas itu masa depannya jadi terganggu karena dia tidak bisa melanjutkan ke pendidikan tinggi," imbuhnya.
Dikatakannya, semua warga negara Indonesia memiliki kesempatan sama dalam memperbaiki kehidupan hingga memperoleh jenjang pendidikan, termasuk pendidikan perguruan tinggi. "Program ini luar biasa sekali bu untuk memperbaiki persoalan pendidikan kita," tandas Siti Atikoh.
Baca Juga: Kala Siti Atikoh Menyulam Kain Tapis Lampung: Butuh Sabar dan Ulet