Jelang ke Lampung, BEM Unila Tantang Prabowo Dialog Terbuka di Kampus

- Kemiskinan struktural di pedesaan hingga problem tata kelola pangan
- Tegaskan kunjungan jangan sampai sebatas agenda protokoler
- Sebut ruang kampus bukan ancaman pemimpin
Bandar Lampung, IDN Times - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Lampung (BEM Unila) menyerukan pandangan kritis hingga mengundang dialog terbuka Presiden RI, Prabowo Subianto direncanakan berkunjung ke Provinsi Lampung pada akhir Oktober 2025.
Ketua BEM Unila, M Ammar Fauzan mengatakan, kunjungan sang presiden tersebut harus menjadi ruang dialog dan refleksi bersama tentang arah pembangunan benar-benar berpihak kepada rakyat, khususnya masyarakat Lampung hari-hari ini masih berhadapan dengan beragam ketimpangan struktural.
"Momentum kedatangan Presiden ke Bumi Ruwa Jurai tidak semestinya hanya seremoni politik atau kunjungan simbolik belaka. Kami mengundang secara terbuka Presiden Prabowo Subianto hadir di kampus Unila, sebagai rumah intelektual dan kebangsaan mendengarkan langsung aspirasi, kritik, dan hasil riset mahasiswa soal riil yang dihadapi masyarakat," ujarnya, Senin (27/10/2025).
1. Kemiskinan struktural di pedesaan hingga problem tata kelola pangan

Ammar menilai, demokrasi sejatinya bukan hanya dibangun melalui janji dan pidato di atas panggung kekuasaan, tetapi melalui keberanian pemimpin untuk berdialog dengan rakyat yang berpikir, mengkritik, dan menyuarakan kebenaran berdasarkan data.
Menurutnya, Provinsi Lampung hari ini bukan tanpa masalah. Dibalik pembangunan infrastruktur kerap diagungkan, masih banyak persoalan mendasar menggerogoti kehidupan masyarakat. Contohnya, kemiskinan struktural di pedesaan, konflik agraria melibatkan korporasi besar dan masyarakat adat, penurunan kualitas lingkungan akibat ekspansi industri ekstraktif, hingga problem tata kelola pangan dan distribusi hasil pertanian tidak adil bagi petani lokal.
"BEM Unila bersama jaringan riset mahasiswa telah melakukan serangkaian kajian dan penelitian lapangan. Hasilnya, banyak ketimpangan yang perlu diurai dengan keberanian politik dan kebijakan berpihak pada rakyat kecil," katanya.
2. Tegaskan kunjungan jangan sampai sebatas agenda protokoler

BEM Unila turut menyoroti persoalan pendidikan semakin berorientasi pada komersialisasi, bukan pada pencerdasan. Kata Ammar, perguruan tinggi negeri kini kian terjerat dalam logika korporasi dan birokrasi menekan ruang kritis mahasiswa.
"Jika Presiden sungguh ingin mendengarkan suara generasi muda, maka kampus adalah tempat terbaik untuk itu. Kami ingin berbicara bukan sebagai objek pembangunan, tapi subjek yang memiliki data, gagasan, dan kepedulian terhadap masa depan bangsa," ucapnya.
Oleh karena itu, kunjungan Presiden Prabowo ke Lampung kali ini bila sebatas berhenti pada agenda protokoler, maka otomatis kehilangan makna di mata rakyat. Sebaliknya, jika ia berani hadir di Unila, mendengarkan aspirasi mahasiswa secara langsung tanpa penyaringan dan sensor, maka itu wujud keberanian moral seorang pemimpin.
"Kami siap menyajikan data dan hasil riset terkait kondisi ketimpangan sosial ekonomi, potret kemiskinan, serta problem korupsi dan tata kelola pemerintahan daerah yang masih jauh dari prinsip good governance," lanjut dia.
3. Sebut ruang kampus bukan ancaman pemimpin

Ammar menambahkan, Provinsi Lampung merupakan miniatur Indonesia dan mencerminkan kondisi bangsa secara luas. Mulai dari penguasaan lahan segelintir elit, lemahnya akses pendidikan bagi masyarakat miskin, serta menurunnya kepercayaan publik terhadap institusi negara.
Maka karena itu, ia berharap sang presiden tidak memandang undangan ini sebagai ajakan konfrontatif, tetapi sebagai bentuk cinta dan tanggung jawab moral mahasiswa terhadap bangsa.
"Kritik kami bukan untuk menjatuhkan, melainkan untuk membangkitkan kesadaran publik akan pentingnya arah pembangunan yang berkeadilan," serunya. Kami menegaskan, ruang kampus bukan ancaman bagi kekuasaan, tetapi tempat subur bagi lahirnya solusi," imbuhnya.
4. Garansi suasana kondusif di Unila

Sejalan dengan undangan dialog terbuka itu, Ammar menegaskan, BEM Unila siap menggaransi penyelenggaraan forum tersebut bakal menjamin dan memberikan suasana kondusif, dialogis, dan berbasis data.
"Kami tidak ingin sekadar berteriak di jalan, kami ingin berdiskusi di ruang intelektual setara tempat hingga presiden bisa menjawab langsung pertanyaan mahasiswa dan mendengar dengan jujur kegelisahan kami tentang masa depan bangsa," ucap dia.
Pasalnya, gelaran dialog antara pemimpin negara dan mahasiswa seharusnya bisa menjadi tradisi demokrasi, bukan sesuatu yang dihindari. "Kami tidak menuntut banyak, hanya kehadiran dan keberanian moral Presiden untuk hadir dan mendengar. Sebab bagi kami, kepemimpinan tidak diukur dari banyak proyek diresmikan, tetapi dari seberapa dalam pemimpin mau menundukkan kepala di hadapan kebenaran dan suara rakyat," tegas Ammar.


















