TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Waspada! Imbas Perubahan Iklim Wisata Laut di Lampung Terancam Abrasi 

Pantai timur Lampung sudah mengalami abrasi

(Ilustrasi Media Indonesia

Bandar Lampung, IDN Times - Perubahan iklim merupakan dampak dari pemanasan global dan menjadi isu di berbagi negara di dunia saat ini. Karena perubahan iklim berdampak luas bagi sektor kehidupan terutama wilayah pesisir.

Dalam webinar tentang Krisis iklim yang diadakan oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi Lampung), Senin (30/11/2020), dijelaskan perubahan suhu rata-rata di dunia saat ini sekitar 2 derajat Celcius dan akan naik sekitar 4 derajat Celcius. Hal itu akan berdampak cukup serius bagi kehidupan di Bumi.

Lalu seperti apakah dampak dari kenaikan suhu tersebut? Simak selengkapnya di bawah ini.

1. Dampak besar akibat kenaikan suhu bumi

(Ilustrasi Merdeka.com)

Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri, mengatakan, kenaikan suhu akan memengaruhi kondisi lain seperti es di kutub mencair, curah hujan yang berubah dan meningkatnya air laut. Selain itu akan sangat berdampak pada ekosistem laut dan pesisir. Dalam satu video yang ditayangkan Walhi menggambarkan bagaimana kondisi wilayah dataran rendah yang rentan terdampak fenomena perubahan iklim ini. 

Salah satunya yang sudah dirasakan saat ini adalah abrasi atau air laut akan naik sekitar 1,1 meter. Kenaikan air laut tersebut  akan memperparah bencana lain seperti banjir di pesisir atau banjir rob, abrasi dan rusaknya infrastruktur di kawasan pesisir seperti dermaga dan pelabuhan.

Terkait dampak perubahan iklim menurut Irfan salah satunya kenaikan air laut yang tentu akan menjadikan wilayah pesisir sebagai wilayah yang berpotensi abrasi. Naiknya permukaan air laut bukan hanya hampiri daratan semata, tetapi justru menghancurkan ekosistem pesisir dan dapat menyebabkan tenggelamnya dataran-dataran rendah di sekitar pesisir dan pulau-pulau kecil.

2. Pantai timur Lampung sudah terdampak abrasi

(Antara Foto)

Walhi menyatakan, pantai timur Lampung sudah mengalami abrasi mulai dari Pematang Pasir Kabupaten Lampung Selatan hingga Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur. Kenaikan permukaan laut tersebut mengakibatkan abrasi pantai yang berada di wilayah pantai timur Lampung.

Selain karena naiknya air laut, minimnya mangrove juga salah satu penyebab adanya abrasi di wilayah pantai timur Lampung. Menurut catatan Walhi, setiap tahunnya kenaikan air laut meningkat drastis hingga mengancam keberadaan wisata dan tambak di Provinsi Lampung.

“Dulunya pantai timur Lampung merupakan tempat wisata namun saat ini terdampak abrasi pantai,” ujar Irfan.

3. Pariwisata dan pertambakan berpotensi menghancurkan ekosistem mangrove

@Secuilkeetas_

Menurut Irfan, kondisi pesisir di Indonesia saat ini khususnya Provinsi Lampung dihadapkan pada ancaman perubahan iklim beserta aktivitas-aktivitas yang bersifat ekspolitatif. “Aktivitas ekspolitatif itu terutama seperti aktivitas pariwisata dan pertambakan yang berpotensi menghancurkan ekosistem mangrove,” jelasnya.

Ia menambahkan, mangrove sebenarnya berfungsi sebagai penyangga ekosistem dan juga dapat menahan laju abrasi serta sebagai media mitigasi bencana. Terkait luasan mangrove di pantai timur Lampung, Irfan menyatakan belum dipetakan seberapa panjang pantai timur harus dilindungi mangrove.

"Namun dengan karakteristik pantai timur dan daratan Provinsi Lampung di wilayah timur, ekosistem pesisir harus diperkuat dengan memperluas mangroove kemungkinan idealnya 50 persen pesisir minimal tertutup mangrove," papar Irfan.

Lebih lanjut disampaikannya, jika merujuk data Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), total mangrove di Provinsi Lampung mencapai 6 ribu hektare. Namun menurut Irfan, secara efektivitas belum bisa menahan laju abrasi karena sebarannya belum merata.

“Kemudian terkait daerah yang berpotensi abrasi di pantai timur memang masih kurang proporsional. Yang sudah kita inventarisir di Lampung Selatan yaitu Sragi sampai Ketapang, kemudian Lampung Timur di Pasir Sakti sampai Maringgai” jelasnya.

4. Lima sampai sepuluh tahun ke depan diprediksi kerusakan akan semakin besar

oknews.co.id

Menurut dosen Hubungan Internasional Universitas Lampung (Unila) Indra Jaya Wiranata, proses kerusakan iklim terjadi sejak ditemukannya bahan bakar berupa minyak di mana pembakarannya menghasilkan gas karbon dioksida dan lain-lain. Pada akhirnya menumpuk hingga saat ini mengalami kerusakan yang cukup serius.

“Nantinya 5 sampai 10 tahun ke depan kerusakan tersebut juga akan semakin besar. itulah pentingnya riset-riset yang dikerjakan sebelumnya di mana melihat keadilan antar generasi dalam merespon kerusakan iklim di dunia. Jangan sampai anak kita nanti menghirup udara malah sakit paru-paru,” paparnya.

5. Kondisi karbon dioksida di atmosfer mengalami peningkatan

Teknologi.id

Turut hadir mahasiswi Unila yang dalam acara tersebut mewakili suara anak muda terhadap perubahan iklim dan keadilan antar generasi. Adalah Windy Sevia  Wulandarai, mahasiswi Hubungan Internasional.

Windy memaparkan bagaimana kondisi karbon dioksida di atmosfer saat ini mengalami peningkatan. Sepanjang tahun 2019  ada 414,72 ppm karbon dioksida yang berasal dari bahan bakar fosil. Adanya tingkat karbondioksida yang tinggi ini menaikkan suhu rata-rata di muka bumi. Saat ini per Oktober 2020 suhu rata-rata di Indonesia 27,4 derajat Celcius suhu ini hampir mendekati angka maksimal rata-rata di Indonesia.

Berita Terkini Lainnya