TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Belanja Masyarakat Minim Picu Bandar Lampung Deflasi 0,26 Persen

Uang yang beredar di pasaran sedikit

unsplash.com/@freestocks

Bandar Lampung, IDN Times – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung menyatakan, Kota Bandar Lampung periode September 2020 mengalami deflasi sebesar 0,26 persen.

Kepala BPS Provinsi Lampung, Faizal Anwar, menjelaskan, deflasi dipicu adanya penurunan indeks harga konsumen pada lima kelompok pengeluaran. Rinciannya, kelompok makanan, minuman dan tembakau dari 106,44 pada Agustus 2020 menjadi 105,73 pada September 2020; kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga (107,55); kelompok transportasi (104,81); kelompok rekreasi, olahraga dan budaya (107,41); dan kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya (107,72).

"Deflasi tertinggi terjadi pada kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 0,67 persen. Berdasarkan komoditas yang dominan memberikan andil pembentukan deflasi September 2020, tercatat bahwa petai menjadi komoditas paling besar andilnya terhadap deflasi umum (0,07 persen)," ujarnya, Jumat (2/10/2020).

1. Deflasi dipicu tak banyak uang beredar imbas COVID-19

Ilustrasi uang. IDN Times/Zainul Arifin

Pengamat ekonomi Lampung, Asrian Hendi Cahya, menyatakan, terjadinya deflasi di Kota Bandar Lampung dipicu tidak banyaknya uang yang beredar. Kondisi itu juga dipicu masyarakat tidak membelanjakan uang yang dimiliki dan cenderung menyimpan atau saving.

“Ini masih ada pengaruhnya dari pandemik (COVID-19). Masyarakat berhemat karena belum ada kepastian kapan berakhir (Corona). Jadi kalau dia punya dana, dia eman-eman, sayang-sayang,” ujarnya.

Menurut Asrian, dalam kondisi pandemik seperti saat ini, masyarakat idealnya dapat konsumtif normal seperti belum ada COVID-19. “Harusnya ketika situasi demikian, kita harus lebih boros sebenarnya dalam tanda petik untuk belanja. Karena dengan belanja itulah perekonomian akan bergerak,” ujarnya.

2. Pembatasan aktivitas bikin mobilitas masyarakat berkurang

Ilustrasi work from home. unsplash.com/Ali Yahya

Asrian menjelaskan, adanya kondisi kebijakan pembatasan seperti work from home, sekolah masih daring, dan lain-lain memicu mobilitas masyarakat berkurang. “Ketika mobilitas ini berkurang, aktivitas juga berkurang, akibatnya gerakan ekonominya juga berkurang. Yang tadinya konsumsinya siang di luar, terpaksanya ya konsumsi di rumah

Asrian menyatakan, peran konsumsi dalam perekonomian cukup besar. Di Lampung, peran konsumsi itu mencapai 60 persen. Sedangkan nasional sekitar 57 persen.

“Jadi sangat dominan. Ketika konsumsi ini sedikit berkurang, itu dampaknya besar. Kalau konsumsi ini sedikit didorong bertambah, juga dampak ekonominya besar gitu. Bagaimana pemerintah juga meyakinkan masyarakat ada kepastian penanganan COVID-19, kasus positif berkurang dan timbul kepercayaan dari masyarakat,” ujarnya.

Berita Terkini Lainnya