Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Tantangan Mempertahankan Romantisme Setelah Menikah, Pahami!

ilustrasi pasangan sedang berkomunikasi (freepik.com/pressfoto)
ilustrasi pasangan sedang berkomunikasi (freepik.com/pressfoto)
Intinya sih...
  • Rutinitas harian yang menjemukan dapat mengikis romantisme dalam pernikahan, membutuhkan variasi dan kejutan kecil untuk membangkitkan kembali kedekatan emosional.
  • Kurangnya komunikasi berkualitas dapat menurunkan kedekatan emosional, penting untuk membiasakan berbicara dari hati ke hati dan mendengarkan dengan penuh perhatian.
  • Perbedaan prioritas dalam kehidupan bisa menciptakan konflik yang mengganggu keharmonisan hubungan, dialog terbuka dan kesepakatan bersama diperlukan untuk menciptakan harmoni.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Menjaga romantisme dalam pernikahan bukanlah hal yang mudah seiring berjalannya waktu. Banyak pasangan memulai kehidupan rumah tangga dengan penuh cinta, harapan, dan semangat untuk menjalani hidup bersama.

Namun, dinamika kehidupan setelah menikah sering kali membawa tantangan yang tak terduga. Beban pekerjaan, tanggung jawab rumah tangga, dan tekanan sosial perlahan-lahan dapat menggerus keintiman emosional yang dahulu terasa begitu kuat.

Romantisme bukan sekadar perhatian kecil atau ungkapan kasih sayang yang dilontarkan sesekali. Romantisme merupakan bagian dari kedekatan emosional yang harus terus dirawat agar cinta dalam pernikahan tetap hidup dan berkembang.

Saat pasangan mengabaikan aspek ini, hubungan bisa menjadi datar dan dipenuhi kebosanan. Banyak pasangan mungkin tidak menyadari berkurangnya romantisme bisa menjadi gejala awal dari keretakan dalam hubungan.

Agar kamu dapat melakukan menghindari permasalahan lebih dalam, yuk intip tujuh tantangan dalam mempertahankan romantisme setelah menikah berikut ini. Let’s scroll down!

1. Rutinitas harian yang menjemukan

ilustrasi pasangan sedang berkomunikasi (freepik.com/tirachardz)
ilustrasi pasangan sedang berkomunikasi (freepik.com/tirachardz)

Rutinitas harian sering kali menjadi musuh dalam keheningan yang mengikis romantisme dalam pernikahan. Saat pasangan sibuk menjalani aktivitas yang sama dari hari ke hari, waktu untuk berbagi momen istimewa menjadi semakin terbatas.

Bangun pagi, berangkat bekerja, mengurus anak, dan kembali tidur menjadi siklus yang terus berulang. Hal ini dapat membuat hubungan terasa seperti kewajiban semata, bukan lagi perjalanan cinta yang menyenangkan.

Dalam situasi seperti ini, perasaan cinta yang dulunya kuat perlahan dapat terkikis oleh kebosanan dan kejenuhan. Jika tidak segera disadari, kondisi ini akan menciptakan jarak emosional di antara pasangan.

Oleh sebab itu, penting untuk menciptakan variasi dalam rutinitas, seperti merencanakan waktu bersama di akhir pekan atau menyelipkan kejutan kecil dalam keseharian. Hal-hal sederhana ini dapat membangkitkan kembali kedekatan emosional yang mungkin mulai pudar.

2. Kurangnya komunikasi berkualitas

ilustrasi pasangan sedang berkomunikasi (freepik.com/prostooleh)
ilustrasi pasangan sedang berkomunikasi (freepik.com/prostooleh)

Komunikasi menjadi fondasi dalam setiap hubungan, termasuk pernikahan. Ketika komunikasi hanya terbatas pada hal-hal praktis seperti logistik rumah tangga atau urusan anak, kedekatan emosional dapat menurun.

Pasangan mungkin tidak lagi saling berbagi perasaan, impian, atau bahkan kekhawatiran yang mereka rasakan. Akibatnya, hubungan terasa hambar dan penuh kesalahpahaman.

Kurangnya komunikasi yang bermakna juga bisa memunculkan perasaan kesepian meskipun tinggal serumah. Untuk itu, membiasakan berbicara dari hati ke hati, meski hanya beberapa menit dalam sehari, dapat menjadi langkah penting. Mendengarkan dengan penuh perhatian dan merespons dengan empati akan memperkuat ikatan emosional serta membantu menjaga romantisme tetap hidup.

3. Perbedaan prioritas dalam kehidupan

ilustrasi pasangan sedang berkomunikasi (freepik.com/freepik)
ilustrasi pasangan sedang berkomunikasi (freepik.com/freepik)

Setelah menikah, banyak pasangan dihadapkan pada kenyataan prioritas hidup mereka bisa berubah atau bahkan bertentangan. Salah satu pasangan mungkin lebih fokus pada karier, sementara yang lain menginginkan lebih banyak waktu untuk keluarga.

Perbedaan ini bisa memunculkan konflik yang mengganggu keharmonisan hubungan. Jika tidak dikelola dengan baik, perbedaan prioritas dapat menciptakan rasa kecewa dan ketidakseimbangan peran dalam rumah tangga.

Ketidakharmonisan ini bisa mengganggu hubungan emosional dan membuat romantisme perlahan meredup. Perlu adanya dialog terbuka dan kesepakatan bersama mengenai arah hidup yang ingin dicapai sebagai pasangan. Memahami dan menghargai prioritas masing-masing, pasangan dapat menciptakan harmoni yang memadai dan tetap menjaga keintiman di tengah perbedaan.

4. Stres dan tekanan hidup

ilustrasi pasangan sedang berkomunikasi (freepik.com/freepik)
ilustrasi pasangan sedang berkomunikasi (freepik.com/freepik)

Tekanan dari pekerjaan, masalah finansial, hingga urusan keluarga besar sering kali menjadi sumber stres yang berpengaruh pada kualitas hubungan pernikahan. Stres dapat menguras energi emosional dan membuat seseorang menjadi mudah marah atau menarik diri dari pasangan.

Dalam keadaan seperti ini, romantisme bukan menjadi prioritas, melainkan sering kali dianggap sebagai beban tambahan. Jika stres tidak diatasi bersama, pasangan bisa merasa terasing satu sama lain.

Dukungan emosional sangat dibutuhkan dalam menghadapi tekanan hidup. Berbagi beban dan menunjukkan empati terhadap perasaan pasangan akan menciptakan kedekatan yang lebih kuat. Romantisme bisa tumbuh justru saat pasangan saling menopang di masa sulit, bukan hanya di saat-saat bahagia.

5. Kehadiran anak dan perubahan dinamika hubungan

ilustrasi pasangan sedang berkomunikasi (freepik.com/freepik)
ilustrasi pasangan sedang berkomunikasi (freepik.com/freepik)

Kehadiran anak dalam kehidupan rumah tangga membawa kebahagiaan, namun juga menambah tanggung jawab yang signifikan. Perhatian dan energi yang sebelumnya dicurahkan untuk pasangan, kini terbagi untuk mengurus anak.

Akibatnya, waktu dan kedekatan antar pasangan dapat berkurang drastis. Banyak pasangan merasa kehilangan momen intim sejak menjadi orang tua.

Situasi ini membutuhkan kesadaran bahwa hubungan suami istri tetap perlu dirawat meskipun peran sebagai orang tua menjadi prioritas utama. Menyisihkan waktu khusus untuk berdua tanpa anak, seperti date night atau sekadar berbincang sebelum tidur, dapat membantu menjaga keseimbangan. Romantisme tidak harus hilang setelah memiliki anak, melainkan harus disesuaikan dengan kondisi baru dan dirawat dengan cara yang lebih kreatif.

6. Kurangnya sentuhan fisik dan keintiman

ilustrasi pasangan sedang berkomunikasi (freepik.com/freepik)
ilustrasi pasangan sedang berkomunikasi (freepik.com/freepik)

Keintiman fisik merupakan bagian penting dari romantisme dalam pernikahan. Namun, seiring waktu dan bertambahnya kesibukan, sentuhan seperti pelukan, genggaman tangan, atau ciuman ringan sering kali terabaikan.

Padahal, bentuk-bentuk kasih sayang fisik ini berperan besar dalam menjaga kehangatan hubungan. Kurangnya keintiman bisa membuat pasangan merasa kurang dicintai atau tidak diinginkan.

Tidak hanya hubungan seksual, tetapi juga sentuhan nonseksual dapat memperkuat ikatan emosional. Memeluk pasangan saat menyambut pulang atau membelai lembut saat berbicara dapat menjadi bentuk ekspresi cinta yang sangat berarti. Dalam pernikahan jangka panjang, mempertahankan keintiman fisik memerlukan kesadaran dan komitmen dari kedua pihak agar api cinta tidak padam begitu saja.

7. Ekspektasi yang tidak realistis

ilustrasi pasangan sedang berkomunikasi (freepik.com/pressfoto)
ilustrasi pasangan sedang berkomunikasi (freepik.com/pressfoto)

Banyak pasangan membawa ekspektasi tertentu ke dalam pernikahan, terutama yang terbentuk dari media, film, atau pengalaman masa lalu. Ketika realitas hidup tidak sesuai dengan harapan tersebut, rasa kecewa bisa tumbuh dan mempengaruhi hubungan.

Misalnya, mengharapkan pasangan selalu romantis atau selalu mengerti tanpa perlu dijelaskan. Ekspektasi semacam ini bisa menjadi beban yang merusak keintiman.

Untuk menjaga romantisme tetap hidup, penting untuk membangun harapan yang realistis berdasarkan komunikasi dan pengalaman bersama. Memahami pasangan juga manusia yang memiliki keterbatasan akan membantu membentuk hubungan yang lebih sehat.

Ketika pasangan bisa menerima satu sama lain dengan segala kelebihan dan kekurangan, romantisme tidak lagi bergantung pada kesempurnaan, tetapi pada ketulusan dan pengertian.

Cinta yang bertahan lama tidak hanya dibangun dari momen-momen indah, melainkan dari kemampuan untuk saling memahami dan bertahan di tengah cobaan. Romantisme setelah menikah bukanlah mitos, melainkan kenyataan yang bisa dicapai dengan usaha yang terus-menerus.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Martin Tobing
EditorMartin Tobing
Follow Us

Latest Life Lampung

See More

7 Tantangan Mempertahankan Romantisme Setelah Menikah, Pahami!

20 Sep 2025, 21:03 WIBLife