Harga Cabai di Lampung Anjlok, Pakar Ekonomi: Olah Cabai Supaya Awet

Harga cabai turun, minat beli juga turun, duh

Bandar Lampung, IDN Times - Harga cabai anjlok di sejumlah Pasar tradisional Kota Bandar Lampung sejak dua pekan terakhir. Pantauan IDN Times, harga cabai rawit di Pasar Way Halim awalnya Rp50 ribu turun menjadi 35 ribu per kilogram (kg). Sedangkan untuk cabai besar mulai naik menjadi Rp20 ribu per kg, sebelumnya anjlok sampai Rp13 ribu.

Sementara itu di Pasar Pasir Gintung, Tanjungkarang, cabai rawit awalnya Rp30 ribu menjadi Rp25 per kg. Sedangkan cabai jengki biasanya Rp18-20 ribu menjadi Rp12rb.

Harga cabai paling murah adalah cabai kriting, biasanya Rp15-20 ribu, saat ini hanya Rp9-10 ribu per kg.

1. Omzet penjualan menurun drastis

Harga Cabai di Lampung Anjlok, Pakar Ekonomi: Olah Cabai Supaya AwetIDN Times/Silviana

Penurunan tersebut membuat para pedagang cukup prihatin, pasalnya tidak dibarengi dengan daya beli masyarakat yang meningkat. Salah satu pedagang di Pasar Way Halim, Yuli mengatakan, penurunan harga cabai kali ini tidak menambah omzetnya berjualan. Sebab, tingkat pembeli juga menurun.

"Mungkin karena PPKM ini ya, warung makan banyak yang tutup. Biasanya mereka ngambil cabai 4 kg sekarang paling cuma ngambil 2 kg, Selasa (1/9/2021).

Sementara itu Lia, salah satu penjual cabai di Pasar Pasir Gintung juga mengaku jumlah pembeli dan banyaknya komoditi yang dibeli juga menurun.

"Jauh banget turunnya. Selama pandemik ini usaha kami menurun drastis. Pasokan melimpah daya beli orang gak ada makanya jual murah. Tapi alhamdulillah sekarang udah agak naik harga cabainya," ungkap Lia.

Baca Juga: Joko Widodo ke Lampung, TNI-Polri Siapkan Pengamanan VVIP

2. PR untuk dinas pertanian, jangan panen serentak

Harga Cabai di Lampung Anjlok, Pakar Ekonomi: Olah Cabai Supaya AwetIlustrasi petani cabai.IDN Times/Aldzah Fatimah Aditya

Kepala Dinas Perdagangan (Kadisdag) Kota Bandar Lampung, Adiansyah mengatakan, harga cabai beberapa hari ini memang turun cukup drastis. Penurunan ini karena petani memanen cabai secara serentak.

"Kalau dari segi perdagangan justru harga turun itu senang. Karena tingkat pembeli semakin tinggi. Namun dari sisi petani prihatin, karena di mereka mungkin modalnya cukup besar," terangnya.

Menurutnya persoalan ini jadi pekerjaan rumah dinas pertanian supaya panen petani tidak dibuat serentak. Sebab kondisi harga anjlok ini menurutnya sudah terjadi berulang. Imbasnya para petani kecewa.

3. Pendapatan memengaruhi daya beli masyarakat

Harga Cabai di Lampung Anjlok, Pakar Ekonomi: Olah Cabai Supaya AwetPasar Pasir Gintung Bandar Lampung (IDN Times/Silviana)

Menurut pengamat ekonomi, Erwin Octavianto, anjloknya harga cabai menandakan permintaan lebih rendah dari suplai. Sehingga meningkatnya suplai tersebut bisa disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya panen raya atau panen serentak.

"Tapi kan saat ini PPKM, mobilisasi kegiatan perdagangan berkurang dan daya beli juga turun. Masyarakat yang tadinya bekerja jadi tidak bekerja dan pendapatan mereka turun. Turunnya pendapatan juga memengaruhi daya beli," ujar Kepala Peneliti Bidang Ekonomi di Central For Urban and Regional Studies itu. 

Erwin menekankan, tingkat penurunan daya beli masyarakat ini perlu dihindari karena bisa berdampak pada ekonomi secara umum. Bahkan bisa memengaruhi pertumbuhan ekonomi. 

4. Melihat peluang lain mengolah cabai

Harga Cabai di Lampung Anjlok, Pakar Ekonomi: Olah Cabai Supaya Awetpixabay.com/gyzx3001996391

Erwin mengatakan, di Indonesia saat ini sebagian besar sistem pertaniannya masih tradisional. Itulah sebabnya masa panen selalu dibarengi dengan harga produk yang turun. Karena, petani tidak menahan produk lebih lama, sehingga pemasaran harus dilakukan dengan cepat agar produk cepat habis.

"Cabai gak mungkin kita simpan satu atau dua minggu, bisa busuk dan tidak laku. Mau gak mau musim panen tiba jika harga yang ada tidak mampu menghasilkan hasil panen maka harga diturunkan agar harga cabai terserap di pasar," mereka.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Erwin menyarankan, cabai tidak hanya dijual mentah tapi diolah agar awet. Sehingga cabai tersebut bisa dijual selama satu sampai dua bulan ke depan.

"Kita harus melihat pengelolaan di beberapa negara ekspor cabai yang pertaniannya modern. Misal diolah jadi saus atau bubuk cabai. Saya yakin kalau itu dilakukan tidak ada penurunan harga. Sehingga masalah ini bisa diatasi," terangnya.

Selain itu Erwin juga menyarankan mencari daerah atau negara yang kekurangan pemasokan cabai ekspor. Namun untuk melakukan ekspor cabai menurutnya butuh teknologi pertanian yang memadai.

"Di Indonesia saat ini kalau diekspor ke Malaysia atau Thailand saja sudah busuk. Karena tingkat keawetannya kurang," katanya.

Baca Juga: Agustus 2021 Lampung Deflasi 0,50 Persen, Dipicu Sektor Pendidikan? 

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya