Tim Transformasi, Momentum Pemulihan Kepercayaan Publik pada Polri

- Tiga urgensi reformasi Polri: krisis legitimasi, transparansi konstitusional, modernisasi kelembagaan.
- Harapan keluaran nyata: akuntabilitas digital, rekrutmen berbasis merit, restorative justice yang adil.
- Momentum pergeseran kultur: membangun kultur baru, kembali pada jati diri Polri sebagai pelindung dan pelayan masyarakat.
Bandar Lampung, IDN Times – Pembentukan Tim Transformasi Reformasi Polri oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dinilai sebagai langkah strategis untuk mengembalikan kepercayaan publik sekaligus memastikan institusi kepolisian berfungsi sesuai amanat konstitusi.
Akademisi Universitas Bandar Lampung (UBL), Benny Karya Limantara mengatakan, reformasi Polri menjadi kebutuhan mendesak di tengah krisis kepercayaan masyarakat akibat sejumlah kasus pelanggaran hukum dan etika oleh personel kepolisian.
“Polri adalah garda depan dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat sesuai Pasal 30 UUD 1945. Karena itu, reformasi internal bukan sekadar pilihan, melainkan kewajiban negara agar Polri mampu menjawab tuntutan zaman dengan prinsip demokrasi dan negara hukum,” ujarnya dikonfirmasi, Sabtu (27/9/2025).
1. Tiga urgensi reformasi Polri

Benny menekankan, setidaknya terdapat tiga urgensi mendesak ihwal pembentukan Tim Transformasi Reformasi Polri. Pertama, krisis legitimasi akibat ulah personel melanggar yang melemahkan wibawa kepolisian.
Kedua, posisi Polri secara konstitusional menuntut lembaga ini lebih transparan, akuntabel dan berpihak pada rakyat. Ketiga, tantangan era digital serta kejahatan transnasional mengharuskan Polri melakukan modernisasi kelembagaan.
“Jika tidak berbenah, Polri akan tertinggal dalam menghadapi kejahatan siber, narkotika, maupun terorisme. Transformasi ini momentum penting untuk memperkuat profesionalisme dan kultur kepolisian yang humanis,” katanya.
2. Harapan solusi nyata, bukan sekadar rekomendasi administratif

Benny menyampaikan, reformasi Polri harus menghasilkan keluaran nyata, bukan sekadar rekomendasi administratif. Ia menyoroti beberapa hal penting mulai akuntabilitas digital, hingga perubahan kultur organisasi yang lebih terbuka.
Termasuk proses rekrutmen berbasis merit, serta penerapan restorative justice yang adil dan proporsional sesuai peraturan perundang-undangan berlaku.
“Dengan reformasi ini, Polri diharapkan mampu memulihkan kepercayaan publik. Evaluasi kinerja harus melibatkan masyarakat sipil, dan capaian reformasi dipublikasikan secara periodik agar objektif,” harapnya.
3. Momentum pergeseran kultur

Benny menilai, langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo ini sejalan dengan pemikiran hukum progresif Satjipto Rahardjo. Itu menekankan hukum sebagai sarana menghadirkan keadilan substantif.
“Reformasi Polri bukan hanya soal prosedural, tapi soal membangun kultur baru. Polri harus kembali pada jati dirinya: pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat. Inilah kesempatan strategis yang jangan sampai terlewat,” tegas akademisi Fakultas Hukum UBL tersebut.