Koalisi Masyarakat Sipil Lampung Gelar Aksi Tolak Pengesahan RKUHP

17 pasal perlu dikaji ulang

Bandar Lampung, IDN Times - Puluhan massa tergabung Koalisi Masyarakat Sipil Lampung menggelar aksi menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di Tugu Adipura, Kota Bandar Lampung, Senin (5/12/2022).

Aksi unjuk rasa tersebut sebagai bentuk tindak lanjut merespons kabar akan segera disahkannya RKUHP melalui Sidang Paripurna DPR-RI.

"Koalisi ini terdiri dari jurnalis, aktivis, mahasiswa, dan masyarakat sipil yang menilai terdapat pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP karena bisa mengancam demokrasi, kebebasan pers dan kebebasan sipil," kata Koordinator Aksi, Derri Nugraha saat dimintai keterangan di lokasi unjuk rasa.

Baca Juga: Polisi Temukan Sabu 2 Kg Tak Berpemilik di Belakang Minimarket Mesuji

1. Terdapat 17 pasal perlu dikaji ulang

Koalisi Masyarakat Sipil Lampung Gelar Aksi Tolak Pengesahan RKUHPPuluhan massa tergabung Koalisi Masyarakat Sipil Lampung menggelar aksi menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Derri menjelaskan, terdapat sekitar 17 pasal perlu dikaji ulang sebelum pemerintah dan DPR-RI mengesahkan Undang-Undang (UU) tersebut. Pasal itu meliputi Pasal 218, Pasal 219, dan Pasal 220 tentang Penyerangan Kehormatan Atau Harkat Dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden.

Kemudian Pasal 240 dan Pasal 241 tentang Penghinaan Terhadap Pemerintah; Pasal 263 tentang Penyiaran Atau Penyebarluasan Berita Atau Pemberitahuan Bohong; Pasal 264 mengatur Tindak Pidana Kepada Setiap Orang Menyiarkan Berita Yang Tidak Pasti, Berlebih-lebihan, atau yang Tidak Lengkap. Lalu Pasal 440 tentang Penghinaan Ringan; dan Pasal 437 mengatur Tindak Pidana Pencemaran; serta Pasal 594, dan Pasal 595 tentang Tindak Pidana Penerbitan Dan Pencetakan.

“Pasal-pasal ini berpotensi melemahkan kontrol pers dan suara kritis dari masyarakat terhadap pemerintah. Misalnya Pasal Penghinaan Presiden, aturan ini sangat bertentangan dengan hak setiap orang untuk menyampaikan pendapat dan ekspresinya," ungkap dia.

2. Memuat pasal berpotensi mengintervensi mencederai kebebasan pers

Koalisi Masyarakat Sipil Lampung Gelar Aksi Tolak Pengesahan RKUHPPuluhan massa tergabung Koalisi Masyarakat Sipil Lampung menggelar aksi menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Lebih lanjut Derri menyampaikan, sejatinya dalam pembuatan produk hukum, pembatasan hak tidak boleh membahayakan esensi hak itu sendiri. Maka semua klausul pembatasan harus ditafsirkan secara tegas dan ditujukan untuk mendukung hak-hak.

Selanjutnya, pasal 594 dan 595 yang secara eksplisit memuat delik pers merupakan intervensi mencederai kebebasan pers. Hal itu karena pengutamaan mekanisme pemidanaan dalam pasal tersebut sama sekali tidak menghargai karya jurnalistik, sekaligus meruntuhkan doktrin lex specialis dalam sistem hukum pers.

“Ini menjadikan karya jurnalistik sebagai sasaran ‘delik pers’, jelas akan mengancam kebebasan warga mendapatkan akses informasi berkualitas. Tanpa perlindungan terhadap kebebasan pers berarti ancaman terhadap demokrasi, kebebasan sipil, serta hilangnya kontrol publik atas tindakan kesewenang-wenangan,” terangnya.

3. Turut suarakan Undang-Undang UU Cipta Kerja

Koalisi Masyarakat Sipil Lampung Gelar Aksi Tolak Pengesahan RKUHPPuluhan massa tergabung Koalisi Masyarakat Sipil Lampung menggelar aksi menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Selain penolakan pengesahan RKUHP, Derri menyebutkan, koalisi juga menyuarakan pencabutan sejumlah UU tidak pro rakyat seperti UU Cipta Kerja 2020, UU Minerba 2020, dan UU KPK 2020.

Pasalnya, UU tersebut dinilai amat merugikan masyarakat di berbagai sektor. Semisal di sektor ketenagakerjaan, UU Cipta Kerja 2020 banyak memangkas hak-hak buruh seperti formula menghitung upah tidak lagi berdasarkan pencapaian kehidupan layak, namun lebih kepada variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi.

"Kondisi ini membuat ketidakpastian upah karena ekonomi bersifat fluktuatif. Lalu, aturan tersebut tidak lagi mengatur jangka waktu maksimal PKWT- perjanjian kerja yang mengikat karyawan kontrak dan pekerja lepas. Jadi, tidak ada jaminan bagi pekerja untuk diangkat menjadi karyawan tetap," tandas dia.

4. Poin tuntutan Koalisi Masyarakat Sipil Lampung

Koalisi Masyarakat Sipil Lampung Gelar Aksi Tolak Pengesahan RKUHPPuluhan massa tergabung Koalisi Masyarakat Sipil Lampung menggelar aksi menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Berikut IDN Times rangkum poin-poin tuntutan Koalisi Masyarakat Sipil Lampung

  • Menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP)
  • Mendesak pemerintah dan DPR-RI menghapus pasal-pasal bermasalah yang mengancam kebebasan berekspresi dan berpendapat, serta kebebasan pers
  • Pemerintah dan DPR-RI harus membuka ruang partisipasi publik seluas-luasnya dalam penyusunan suatu peraturan perundang-undangan
  • Mendesak pemerintah mencabut Undang-Undang yang tidak pro rakyat seperti UU Cipta Kerja (2020), UU Minerba (2020), dan UU KPK (2019)
  • Transparansi dalam pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)

Baca Juga: Tertidur Lelap di Kamar, Bayi Bandar Lampung Terkena Peluru Nyasar

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya