TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

MUI Lampung Dukung Penuntasan Hukum Kasus Penistaan Agama Komika Aulia

Ajak masyarakat Lampung sampaikan hak pilih

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung, Prof KH Mohammad Mukri. (IDN Times/Istimewa).

Bandar Lampung, IDN Times - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Lampung, Prof Mohammad Mukri mendukung penuntasan proses hukum menjerat komika Aulia Rakhman telah ditetapkan tersangka kasus dugaan penistaan nama Nabi Muhammad SAW.

Menurut Mukri, langkah penetapan tersangka dan penahanan komika Aulia Rakhman oleh pihak Polda Lampung telah memenuhi unsur persangkaan dalam perkara dugaan penistaan agama.

"Sekarang yang bersangkutan sudah ditahan, ya, itukan kewenangan Polda. Tentunya penahanan itu karena sudah mencukupi ada pelanggaran dilakukan oleh yang bersangkutan," ujarnya saat dimintai keterangan, Senin (11/12/2023).

Baca Juga: Polda Tetapkan Komika Aulia Rakhman Tersangka Penistaan Agama

1. Persoalan agama tidak layak dipermainkan dan jadi bahan olok-olok

Tampang Aulia Rakhman saat menjalani pemeriksaan di Polda Lampung. (Dok. Polda Lampung).

Mukri melanjutkan, penyampaian materi komika Aulia Rakhman menyinggung persoalan agama tersebut tidak patut dipermainkan dan menjadi bahan olok-olok. Itu jelas, telah menyakiti perasaan umat Islam.

Pasalnya, sosok Nabi Muhammad SAW merupakan keyakinan bagi setiap manusia beragama Islam. Namun komika Aulia dengan entengnya melecehkan, merendahkan, hingga mengolok-olok nama Muhammad.

"Agama itu sesuatu yang sakral, yang suci, jelas banyak orang tersinggung dan marah. Penahanan oleh Polda itu bagus, daripada nanti masyarakat marah hingga menimbulkan kegaduhan, itulah pentingnya negara ada aparat penegak hukum," tegas dia.

2. Kebebasan berbicara bukan berarti dibenarkan melanggar hukum

Tangkap layar penyampaian materi stand up Komika Aulia Rakhman singgung Nabi Muhammad. (TikTok/@mudeedoo).

Mukri mengatakan, sejatinya kebebasan berbicara merupakan demokrasi berlaku bagi seluruh warga negara Indonesia. Namun tetap, itu tidak dibenarkan melanggar aturan norma-norma bernegara.

"Silahkan saja hak berbicara dibebaskan, tapi dengan catatan, apa yang diomongkan benar dan dapat dipertanggungjawabkan, serta tak menyinggung atau merusak tatanan maupun melanggar hukum," imbuhnya.

Berita Terkini Lainnya