TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Akademisi Lampung Tano Lado Beri Pernyataan Sikap Selamatkan Demokrasi

54 akademisi tergabung dalam Akademisi Lampung Tano

Pendemo tergabung Aliansi Lampung Menggugat menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Provinsi Lampung, Jumat (23/8/2024). (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Intinya Sih...

  • 54 akademisi menolak rencana perubahan UU Pilkada yang bertentangan dengan putusan MK
  • MK telah memberikan pendapat terkait pemilihan kepala daerah dalam dua putusan
  • Akademisi Lampung Tano Lado menyerukan KPU untuk melaksanakan putusan MK tanpa syarat dan interpretasi

Bandar Lampung, IDN Times - Sebanyak 54 akademisi tergabung dalam Akademisi Lampung Tano Lado menyatakan sikap terkait rencana perubahan UU Pilkada dengan memaksakan ketentuan yang berbeda dengan putusan MK sempat diwacanakan DPR RI.

Baca Juga: Disusupi Provokator, Massa Aliansi Lampung Menggugat Bubarkan Diri

1. Bermula dua putusan MK

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai pengawal konstitusi dan penafsir akhir konstitusi yang putusannya bersifat final dan mengikat telah memberikan pendapat terkait penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam dua putusan, yaitu Nomor 60/PUU-XXII/2024, dan Nomor 70/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024.

Pascaputusan mengatur batas usia calon kepala daerah dan ambang batas dukungan partai politik dalam pengusulan calon kepala daerah dalam pilkada serentak 2024, DPR merencanakan mengubah UU Nomor 1/2015 sebagaimana diubah terakhir dengan UU Nomor 10/2016 tentang Perubahan Kedua atas Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota sebagai Undang-undang (UU Pilkada) dengan memasukan ketentuan yang berbeda dengan putusan MK.

Baca Juga: Demo Aliansi Lampung Menggugat Diwarnai Saling Dorong dan Lempar Batu

2. Soroti 12 hal

Aksi unjuk rasa Aliansi Lampung Menggugat di depan gedung DPRD Provinsi Lampung diwarnai saling dorong hingga lemparan baru, Jumat (23/8/2024).  (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Merujuk hal itu, berdasarkan surat pernyataan sikap Akademisi Lampung Tano Lado mayoritas dari Universitas Lampung dan dua dari Universitas Muhammadiyah Kotabumi diterima IDN Times, Jumat (23/8/2024), mereka menyampaikan beberapa hal. 

  1. UUD Tahun 1945 adalah hukum dasar sekaligus sebagai pedoman etika penyelenggaraan negara;
  2. Membentuk termasuk mengubah Undang-undang adalah tanggungjawab DPR dalam menjalankan fungsi legislasi untuk menjalankan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagaimana mestinya;
  3. Pembentukan dan perubahan undang-undang oleh DPR dilaksanakan berdasarkan undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, yang salah satunya sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi;
  4. Sebagai konsekuensi pembentukan undang-undang yang didasarkan atas putusan Mahkamah Konstitusi adalah melaksanakan putusan bukan dengan menafsirkan hal yang berbeda dengan substansi putusan Mahkamah;
  5. MK adalah kekuasaan kehakiman untuk menegakan hukum dan keadilan yang didesain sebagai penjaga negara hukum yang demokratis;
  6. Putusan MK merupakan tafsir resmi atas pasal, ayat, atau bagian dari undang-undang yang mengikat kepada setiap orang perorang warga negara, dan lembaga negara yang mengikat sejak dibacakan, dan tidak ada upaya hukum;
  7. Putusan 60/PUU-XXII/2024 telah menafsirkan Pasal 40 UU Pilkada dengan memberikan ambang batas pengusulan calon kepala daerah berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) di semua tingkatan secara berjenjang antara 6,5%-10% bukan berdasarkan keterwakilan jumlah kursi partai politik di DPRD;
  8. Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 telah menafsirkan Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebelum ditetapkan KPU sebagai Calon
  9. Putusan Nomor 60/PUU-XXI/2024 membedakan ambang batas berdasarkan DPT dan daerah (antara Provinsi dan Kabupaten/kota) bukan berdasarkan keterwakilan partai di DPRD sebagaimana rencana perubahan UU Pilkada oleh DPR;
  10. Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 mensyaratkan usia calon pada saat ditetapkan KPU bukan saat pelantikan sebagaimana kemudian ditetapkan dalam Putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024;
  11. Apabila DPR akan mengubah UU Pilkada dengan mengesampingkan putusan MK, maka:
  • DPR telah melakukan tindakan yang bertentangan dengan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Pasal 10 ayat (1) huruf d dan ayat (2) UU 12/2011 jo UU 13/2022);
  • DPR telah melakukan abuse of power, atau detournement de pouvoir dengan melakukan perubahan UU Pilkada tidak sebagaima mestinya sebagai kewajiban DPR untuk tunduk pada aturan yang berlaku dalam pembentukan UU;
  • DPR telah melakukan pembangkangan konstitusi dengan mengesampingkan putusan Mahkamah Konstitusi yang salah tugasnya sebagai the guardian of constitution;
  • Pembangkangan konstitusi oleh DPR, yang nyata-nyata mengharuskan DPR untuk memuat materi UU Pilkada sebagai tindaklanjut Putusan Mahkamah Konstitusi adalah kejahatan serius terhadap konstitusi yang merusak tatanan kehidupan demokrasi dan Republik Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis;

12.  Apabila rencana perubahan UU Pilkada yang akan dilakukan oleh DPR mengalami kegagalan, tidak menutup kemungkinan Presiden akan menerbitkan Perpu Pilkada sebagaimana terbitnya Perpu Cipta Kerja sebagai akibat putusan MK yang memutuskan inkonstitusional bersyarat untuk dipelakuan perbaikan dua tahun sejak diputus.

Berita Terkini Lainnya