TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cerita Gen Z Lampung, Sudah Cinta Tapis Sejak Usia Dini

Ingin jadi pengusaha tapis dan melestarikan tapis di Lampung

Siswa SMPN 1 Tanjung Sari yang sedang menyulam tapis. (IDN Times/Rohmah Mustaurida).

Bandar Lampung, IDN Times - Siapa bilang kaum milenial banyak terpengaruh dampak negatif modernisasi hingga tak banyak tahu budaya sendiri? Rupanya hal ini tak berlaku untuk beberapa siswa di salah satu SMP di Lampung Selatan.

Seperti halnya seorang siswa di SMP Negeri 1 Tanjung Sari Lampung Selatan bernama Hastari Intan Anggraini, rasa cinta terhadap tapis sejak dini membuat dirinya langsung berkeinginan masuk dan mengembangkan potensi diri dalam ekskul tapis di sekolahnya.

Remaja akrab disapa Ririn ini mengatakan, mengikuti ekskul tapis karena ingin anak remaja termasuk dirinya lebih banyak peduli pada budaya daerah khususnya tapis. Sehingga tapis tak hilang termakan zaman.

“Saya gak mau tapis ini hilang dari kebudayaan yang sudah dari dulu ada. Kalau tidak ada pelanjutnya tapis bisa saja hilang atau bahkan jadi milik (diklaim) orang lain. Kalau sampai itu terjadi kan sayang sedangkan tapis adalah ikon Lampung,” kata Ririn ketika diwawancarai saat sedang melakukan demo membuat tapis di Pekan Kebudayaan Daerah Lampung PKOR Way Halim Bandar Lampung, Selasa (27/9/2022).

1. Semakin banyak peduli tapis, semakin menarik perhatian wisatawan

Produk tapis dari SMPN 1 Tanjung Sari. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Menurut Ririn, jika lebih banyak orang peduli dengan tapis seperti perajin atau pengguna produknya, maka hal itu semakin menarik perhatian wisatawan domestik maupun mancanegara untuk datang berkunjung ke Lampung.

“Misalnya untuk sekadar melihat pembuatan tapisnya, untuk mengetahui gunanya apa saja, terus kebudayaannya dari mana,” tambahnya.

Tak hanya itu, melestarikan budaya tapis juga dipandang olehnya dapat meningkatkan perekonomian perajin tapis dan otomatis membuka peluang lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar.

2. Tak pernah berganti ekskul sejak kelas tujuh SMP

Ririn, siswa ekskul tapis di SMPN 1 Tanjung Sari. (IDN Times/Rohmah Mustaurida).

Ririn mengatakan, sudah tiga tahun mengikuti ekskul tapis di sekolah. Ia masuk ekskul tersebut sejak kelas VII SMP dan saat ini dirinya sudah memasuki tahun terakhir di sekolahnya.

“Kalau sudah buat apa saja sudah banyak. Tapi kalau untuk kegiatan ini (Pekan Kebudayaan Daerah Lampung), saya sudah buat selendang. Saya juga sedang buat sarung tapi belum selesai, ada juga teman saya yang buat kotak tisu, totebag, tas, dompet,” katanya.

Ia menyebutkan dari sekian produk yang bisa dibubuhi tapis, paling sulit adalah menapis sarung. Hal itu dikarenakan pengerjaannya yang lama yakni bisa berbulan-bulan, pengerjaannya harus padat dan telitu.

“Kalau sekali salah itu harus ngebongkar semua. Kalau gak jelek atau bahkan malah kebongkar sendiri sulamannya,” ujarnya.

3. Suka duka di ekskul tapis

Demo menyulam tapis SMPN 1 Tanjung Sari. (IDN Times/Rohmah Mustaurida).

Dibanding duka, Ririn mengatakan lebih banyak merasakan sukanya di ekskul tapis. Khususnya saat naik ke kelas VIII. Karena saat itu banyak adik kelasnya yang masuk ekskul tersebut, sehingga semakin banyak siswa ikut membuat dirinya senang.

“Sebenarnya saya sering tuh ketusuk jarum saat awal-awal pertama nyulam tapi sekarang karena sudah sering sudah terbiasa jadi gak lagi ketusuk jarum,” katanya.

Tak hanya itu, ternyata Ririn juga pernah beberapa kali dimintai untuk membuat tapis oleh beberapa tetangganya. Namun dikarenakan situasi dan kondisi yang mendukung dirinya belum siap untuk hal itu.

“Soalnya sekolah udah tatap muka lagi kan, dan buat tapis itu butuh waktu lama. Terus perlu penilaian juga apakah ini sudah pas atau belum, takutnya malah salah dan kebongkar semua. Saya juga bahannya belum lengkap kalau buat tapis sendiri soalnya benang emas sekarang naik harganya,” jelasnya.

Berita Terkini Lainnya