TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Limbah Batang Sawit Jadi Kertas Pendeteksi Kesegaran Makanan?

Diteliti dosen dan mahasiswa ITERA

Dosen Prodi Kimia ITERA bersama tim memanfaatkan limbah batang kelapa sawit jadi indikator cerdas berupa kertas dapat mengecek kesegaran makanan. (Dok. ITERA).

Lampung Selatan, IDN Times - Dosen Program Studi Kimia Institut Teknologi Sumatera (ITERA) Dr. I Putu Mahendra, bersama tim Cellulose Carbon Material (CCM) terdiri dari beberapa mahasiswa, memanfaatkan limbah batang kelapa sawit menjadi indikator cerdas berupa kertas yang dapat mengecek kesegaran makanan.

Penelitian ini dilatarbelakangi melimpahnya batang sawit di Indonesia namun belum termanfaatkan secara maksimal. Jumlah batang sawit yang melimpah umumnya teronggok menjadi limbah.

Selain itu, selama ini, konsumen tidak dapat mengetahui kesegaran pangan secara langsung ataupun visual, terutama untuk produk pangan dalam kemasan. Pengembangan film atau kertas indikator yang ditempel di dalam kemasan produk pangan diharapkan dapat membantu konsumen untuk menentukan tingkat kesegaran produk pangan secara visual.

Batang sawit miliki banyak komponen kimia

Budidaya Kelapa Sawit - PT.Natural Nusantara

Mahendra menjelaskan, batang sawit memiliki banyak komponen kimia, salah satunya adalah selulosa dan lignin, yang sering disebut lignoselulosa. Selulosa ataupun lignoselulosa memiliki banyak manfaat untuk kehidupan, yang paling mudah dijumpai adalah dimanfaatkan sebagai kertas.

"Tidak hanya kertas, selulosa dapat dimanfaatkan sebagai bahan tekstil hingga medis, tentunya dengan modifikasi tertentu," jelasnya, Minggu (24/4/2022).

Lebih lanjut Mahendra menyebut, limbah kelapa sawit digunakan pada dasarnya tidak ada kriteria tertentu. Semua bagian tanaman kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai sumber lignoselulosa.

Baca Juga: Calon Rektor ITERA 2022-2026 Ada Enam Kandidat, dari ITB Semua?

Proses pengolahan

Ilustrasi Penelitian Ilmiah. IDN Times/Mardya Shakti

Dalam proses pengolahannya, mula-mula limbah batang sawit dipotong dan dikeringkan. Limbah batang sawit yang digunakan umumnya adalah 100 gram untuk sekali pengerjaan. Lignoselulosa yang diperoleh dari pengolahan tersebut sekitar 35 gram.

“Jumlah limbah batang sawit yang digunakan tergolong rendah karena masih bekerja dalam skala laboratorium,” jelas Mahendra.

Batang sawit yang telah kering dilanjutkan dengan proses penggilingan hingga diperoleh sediaan serbuk. Terdapat beberapa proses yang dilakukan hingga dapat diperoleh lignoselulosa, diantaranya adalah alkalisasi dan pemutihan serat.

Selulosa yang diperoleh selanjutnya dilakukan modifikasi secara kimia melalui proses oksidasi menggunakan bahan kimia bernama Tempo. Tahapan penelitian selanjutnya, tim ITERA bekerjasama dengan rekan di Universitat de Girona untuk memperoleh sediaan nano serat lignoselulosa dalam bentuk gel.

Penelitian hingga lima bulan

Dosen Prodi Kimia ITERA bersama tim memanfaatkan limbah batang kelapa sawit jadi indikator cerdas berupa kertas dapat mengecek kesegaran makanan. (Dok. ITERA).

Sediaan gel yang diperoleh selanjutnya dikombinasikan dengan pewarna alam, dalam hal ini adalah ekstrak kubis ungu. Kubis ungu dipilih karena antosianin yang terdapat di dalam kubis ungu memiliki potensi untuk mendeteksi perubahan pH, asam dan basa.

Campuran antara gel dan ekstrak kubis ungu selanjutnya dicetak menjadi film menyerupai kertas, dan disimpan dalam kemasan tertutup. Film inilah yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi kesegaran sebuah makanan, baik itu daging, buah, dan lainnya.

Penelitian tersebut dilakukan selama 4-5 bulan di Laboratorium Teknik 3 ITERA. Beberapa pekerjaan juga dilakukan di Universitat de Girona, Spanyol.

Berharap diserap industri pangan

Ilustrasi Supermarket (IDN Times/Anata)

Mahendra menyampaikan, produk akhir penelitian diharapkan dapat diserap dalam industri pangan untuk mendeteksi kesegaran pangan. Sebab, kesegaran produk pangan di Indonesia saat ini mungkin masih menggunakan perkiraan, dan juga produsen hanya mencantumkan label tanggal kedaluwarsa.

“Penggunaan label tanggal di produk makanan belum tentu akurat karena produk pangan mengalami perpindahan tempat sesuai dengan alur distribusi. Hal ini menyebabkan penurunan kesegaran produk pangan dapat terjadi lebih cepat,” katanya.

Konsumen tentu tidak dapat mengetahui kesegaran pangan secara langsung ataupun visual, terutama untuk produk pangan dalam kemasan. Pengembangan film indicator ini diharapkan dapat membantu konsumen untuk menentukan tingkat kesegaran produk pangan secara visual.

Baca Juga: Penentuan Awal Ramadan, OAIL ITERA Pantau Hilal 1 April 2022

Berita Terkini Lainnya