TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengenal Fenomena Astronomi Langka Thor’s Helmet Nebula dan Prominensa

Prominensa kali ini cukup besar terjadi dalam waktu singkat

Tim OAIL Itera mengamati fenomena astronomi langka (Dok.Itera.ac.id)

Bandar Lampung, IDN Times - Tim Observatorium Astronomi ITERA Lampung (OAIL) aktif melakukan berbagai pengamatan fenomena astronomi. Tujuannya, sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan pemanfaatan teknologi dimiliki.

Baru-baru ini, Tim OAIL ITERA berhasil mengamati dua fenomena astronomi langka, yaitu fenomena Thor’s Helmet Nebula dan Prominensa atau biasa dikenal sebagai lidah api Matahari.

Menggunakan teleskop OZT-ALTS ITERA, Tim OAIL terdiri dari Adhitya Oktaviandra, Aditya A Yusuf, Izatul Hafizah mengabadikan Thor’s Helmet Nebula yaitu sebuah nebula di rasi Canis Major. Menurut Adhitya Oktaviandra, Nebula adalah awan antarbintang yang terdiri dari gas dan debu.

Ada beberapa macam nebula yaitu nebula refleksi, nebula emisi, nebula gelap, dan awan-molekul. Thor’s Helmet Nebula termasuk dalam jenis nebula emisi.

Baca Juga: Kisah Dosen ITERA Setahun Terbitkan 61 Buku, Borong Penghargaan

1. Disebut Thor’s Helmet Nebula, bentuknya mirip helm milik Thor

Tim OAIL Itera mengamati fenomena astronomi langka (Dok.Itera.ac.id)

Adhitya menjelaskan, Nebula emisi dapat memancarkan pendaran cahaya karena komponen utama pada nebula tersebut adalah gas Hidrogen. Elektron hidrogen dalam gas tersebut menyerap energi dari sinar Ultraviolet yang berasal dari bintang panas di sekitarnya.

Energi yang diserap itu kemudian dipancarkan melalui proses rekombinasi, yaitu proses berpindahnya elektron ke tingkat energi yang lebih rendah.

“Pendaran cahaya yang dihasilkan dari proses rekombinasi ini menyebabkan nebula berwarna merah muda. Sedangkan warna biru berasal dari proses ionisasi atom Oksigen,” jelasnya, Selasa (28/2/2023).

Menurut Aditya, NGC 2359 dinamakan Thor’s Helmet Nebula karena bentuknya mirip dengan helm milik Thor, dewa dari kebudayaan Nordik. Nebula ini berukuran 30 tahun cahaya dan jaraknya sekitar 3670 parsec dari Bumi.

“Nebula ini dihasilkan oleh sebuah bintang Wolf-Rayet (WR). Secara umum bintang WR terbagi menjadi 2, jenis pertama kaya dengan atom karbon (WC) dan jenis kedua kaya dengan atom Nitrogen (WN),” terangnya.

2. Amati lidah api Matahari

Tim OAIL Itera mengamati fenomena astronomi langka (Dok.Itera.ac.id)

Tim OAIL Itera juga melakukan pengamatan Prominensa atau lidah api Matahari, menggunakan Teleskop Coronado Solarmax III 70mm f/5.7 pada panjang gelombang hidrogen alpha di Institut Teknologi Sumatera. Prominensa atau biasa dikenal sebagai “lidah api Matahari” adalah fitur besar membentang dan membentuk loop (untai) yang mencuat dari permukaan Matahari (Fotosfer) hingga ke atmosfer bagian terluar Matahari (Korona).

Aditya mengatakan, matahari memiliki medan magnet tidak merata di setiap bagiannya. Meski Matahari tetap memiliki kutub utara dan selatan, namun akibat rotasi serta medan magnet yang ada dimana-mana dan tidak stabil, mengakibatkan terjadinya sunspot (Bintik Matahari).

“Bila terdapat sunspot, berarti ada medan magnet Matahari yang masuk atau keluar dengan membawa plasma. Karena terbentuknya di beberapa tempat, maka mengakibatkan terjadinya puntiran tabrakan di antaranya dan jadilah prominensa,” jelasnya.

3. Penyebab terjadinya fenomena badai matahari

ilustrasi badai Matahari (nasa.gov/NASA's Goddard Space Flight Center | Genna Duberstein)

Lebih lanjut Aditya menjelaskan, saat prominensa ini putus atau saling bertabrakan, maka akan membentuk flare. Flare adalah ledakan Matahari yang terjadi akibat energi tersimpan dalam medan magnetik dilepaskan secara tiba-tiba dan dalam waktu yang singkat, sehingga seolah-olah langit berubah menjadi lebih terang.

Kemudian, lanjutnya jika energi yang dilepaskan meledak hingga ke luar angkasa dengan skala yang besar bahkan pengaruhnya bisa sampai ke magnetosfer, atmosfer dan medan magnet Bumi.

“Kejadian inilah yang disebut dengan Fenomena Badai Matahari. Badai Matahari ini dapat berdampak pada jaringan listrik, sistem penentuan posisi global, dan satelit buatan karena adanya lonjakan daya, misalnya dapat meledakkan transformator listrik,” terangnya.

Baca Juga: Fakta-fakta Dosen ITERA Langgar Kode Etik, Undur Diri dari Jabatan

Berita Terkini Lainnya