Cerita Pegiat Lingkungan Lampung, Gigih Advokasi Masyarakat Jaga Alam

Tak semua masyarakat mau mendapat edukasi lingkungan

Bandar Lampung, IDN Times - Kerusakan lingkungan seperti ilegal logging, penambangan pasir, pembuangan sampah ke sungai atau laut menjadi masalah klasik yang tak kunjung usai. Sebab, tak semua masyarakat menyadari akan pentingnya menjaga kelestarian Sumber Daya Alam (SDA). Terlebih kebijakan pemerintah yang terkadang tidak mengedepankan kelestarian lingkungan.

Namun, masih ada pejuang-pejuang lingkungan pantang menyerah mengedukasi masyarakat supaya tetap menjaga dan menggunakan SDA secara bijak. Bahkan para pejuang itu mengadvokasi pemerintah agar kebijakannya selaras dengan kelestarian SDA.

Seperti dilakukan Febrilia Ekawati saat ini menjabat sebagai Direktur Eksekutif Yayasan Konservasi Way Seputih (YKWS). Sebelum duduk di jajaran eksekutif, Febri sudah menghadapi banyak tantangan dalam mengadvokasi masyarakat yang melakukan kerusakan lingkungan.

Berikut IDN Times rangkum cerita Febri yang sudah bergelut dengan isu lingkungan selama 13 tahun.

1. Sejak SMA sudah aktif mengikuti kegiatan pecinta alam

Cerita Pegiat Lingkungan Lampung, Gigih Advokasi Masyarakat Jaga AlamInstagram.com/febriliaekawati

Sadar akan pentingnya menjaga kelestarian SDA sudah terpatri dalam diri Febrilia Ekawati sejak di Sekolah Menengah Atas (SMA) . Itu karena ia sudah terlibat kegiatan pecinta alam dan sering mendaki gunung.

"Itu kan berkaitan dengan hal-hal melestarikan alam, kayak menanam pohon dan memanfaatkan kekayaan yang ada sebaik mungkin," kata Febri kepada IDN Times, Jumat (27/8/2021).

Setelah lulus SMA, perempuan kelahiran Jogja ini memutuskan mengambil jurusan pertanian di salah satu perguruan tinggi di Lampung. Selama kuliah Febri mengaku banyak mengikuti pemberdayaan masyarakat dan melakukan riset.

Tak hanya aktif di pergerakan, Febri juga hobi menulis puisi satir tentang lingkungan dan mengabadikannya lewat buku. Di sela-sela kegiatannya, Febri juga hobi mendaki gunung, lho.

"Kalau mendaki gunung di Lampung sudah sejak SMP. Setelah kuliah banyak gunung yang sudah saya daki di luar Lampung. Salah satunya Gunung Fuji di Jepang," kenangnya. 

2. Memberi advokasi perempuan dan petani

Cerita Pegiat Lingkungan Lampung, Gigih Advokasi Masyarakat Jaga AlamDirektur YKWS Febrilia Ekawati/Instagram.com/ykws.officia

Sebelum bergabung dengan YKWS, awalnya Febri menjadi bagian dari lembaga sosial masyarakat serikat petani pada 2008. Ia menjadi penyuluh kelompok perempuan mau pun petani.

Kemudian, akhir 2010 pihaknya menjadi fasilitator di YKWS dan melakukan pendampingan pada kelompok tani yang berada di kawasan desa penyanggah.

"Seperti hutan lindung atau taman nasional. Sebelum jadi eksekutif, tugas saya menjadi fasilitator pada masyarakat yang dulunya melakukan ilegal logging di hutan lindung," ungkapnya.

Edukasi yang diberikan menurut Febri tentang bagaimana masyarakat mengurangi aktivitas intervensi yang bisa mengancam keberadaan hutan lindung. Sehingga aktivitas masyarakat harus dialihkan pada pengembangan hutan rakyat atau pengelolaan hasil hutan bukan kayu.

Baca Juga: Cerita Tri Suratno Dulu Tak Ingin Kuliah, dapat Beasiswa Kini PNS MA

3. Banyak tantangan tapi pantang menyerah

Cerita Pegiat Lingkungan Lampung, Gigih Advokasi Masyarakat Jaga AlamPexels.com/nappy

Anak pertama dari tiga bersaudara ini juga turut mengadvokasi aktivitas pertambangan pasir. Bahkan, ada kejadian terjadi bentrokan antara dia dan penambang pasir. Menurutnya itu memang menjadi hal biasa sebagai fasilitator lingkungan. Sebab tidak semua masyarakat yang ditemui mau diedukasi tentang lingkungan.

"Ada saja masyarakat yang membenturkan program kami dan memprovokasi bahwa advokasi atau edukasi ini justru menyusahkan mereka. Itu lah kenapa fasilitator harus mampu berkomunikasi dengan seluruh lapisan masyarakat," terangnya.

Selain itu, tantangan lain yang harus dihadapi adalah kondisi wilayah yang masih sulit diakses serta belum adanya listrik dan tidak tersedia air bersih. Bahkan ia juga harus menghadapi situasi terisolasi di suatu wilayah karena ada bencana.

"Konfrontasi itu jadi proses belajar kita dan tidak mematahkan semangat," tegasnya.

4. Punya strategi lain advokasi

Cerita Pegiat Lingkungan Lampung, Gigih Advokasi Masyarakat Jaga Alamcurata.com

Febri juga menceritakan upayanya dalam memberi edukasi parenting, kewirausahaan dan pendidikan kepemimpinan untuk perempuan. Menurutnya, perempuan juga memiliki peran dalam program yang dibuat pemerintah dan berhak memberi suara dalam kebijakan tersebut.

"Kami di YKWS juga mengkader generasi muda untuk belajar lebih dalam tentang lingkungan supaya nantinya mereka jadi penerus kami," ujar perempuan yang juga memiliki hobi masak ini.

Selain masyarakat sipil, Febri juga aktif memberi advokasi kepada pemerintah supaya kebijakan yang dibuat tidak berdampak buruk pada lingkungan.

"Dulu saya suka demo, tapi saat ini saya punya strategi sendiri untuk advokasi. Jadi saya kurangi untuk turun ke jalan. Meski belum begitu besar setidaknya berkontribusi meningkatkan pengetahuan khususnya peran kelompok perempuan," terangnya.

5. Rote menjadi daerah berkesan bagi Febri

Cerita Pegiat Lingkungan Lampung, Gigih Advokasi Masyarakat Jaga AlamIlustrasi (ANTARA FOTO/Kornelis Kaha)

Proses pembelajaran mengenal isu lingkungan tak hanya Febri dapatkan di Lampung saja. Ia juga banyak mengikuti pelatihan di beberapa negara seperti Jepang, Filipina dan Afrika. Sementara di Indonesia menurutnya sudah banyak provinsi yang ia datangi. Namun paling berkesan menurutnya saat di Rote, Nusa Tenggara Timur.

"Saya melihat masyarakat sana sulit mendapat air bersih. Itu membuat hati saya terketuk, karena di Lampung terutama kabupaten yang melimpah air justru tidak bijak menggunakannya," ujarnya.

Kondisi yang membuatnya miris saat melihat anak-anak di Rote harus mengambil air jaraknya 500 meter dari rumah.

"Padahal harusnya mereka belajar atau bermain," sesalnya

6. Tak mendapat diskriminasi gender

Cerita Pegiat Lingkungan Lampung, Gigih Advokasi Masyarakat Jaga AlamBina Karir

Febri mengatakan, terus berupaya membangun solidaritas bersama aktivis lain. Terutama di tengah pandemik COVID-19 saat ini. Ia turut memberi kontribusi seperti membagikan masker, sembako dan mengedukasi masyarakat tentang protokol kesehatan.

"Itu kita patungan dengan kawan-kawan lain. Kami juga membuat gerakan peminjaman tabung oksigen," tuturnya.

Menurut Febri menjadi perempuan tak membatasi aktivitasnya. Sebab ia mengaku tak mendapat diskriminasi gender dari orang-orang sekitarnya.

"Saya tetap mendapat kesempatan memimpin dan memberi suara di sebuah kebijakan. Tapi saya juga melihat masih ada perempuan di sekitar saya yang belum mendapat haknya," katanya.

Baca Juga: Kisah Wulan, Penerjemah Bahasa Isyarat Konpers Polres Tanggamus

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya