Hati-hati, Punya Medsos Ternyata Berpotensi Kena Kasus Hukum Lho!

Medsos berbeda dengan media massa

Bandar Lampung, IDN Times - Media sosial (medsos) ternyata memiliki konsekuensi hukum dan berpotensi tinggi untuk digugat jika menyinggung salah satu pihak. Berbeda dengan media massa, lantaran memiliki perusahaan resmi sehingga aman jika informasi di dalamnya merupakan fakta.

Wakil Ketua Dewan Pers Pusat, Muhamad Agung Dharmajaya mengatakan, itulah perbedaan mencolok antara media sosial dan media massa. Sehingga masyarakat, swasta, maupun badan pemerintah perlu berhati-hati jika merilis informasi lewat media sosial.

“Untuk pemangku kepentingan nih misalnya, punya media sosial milik pemerintah. Hati-hati, itu punya potensi kena kasus hukum. Di undang-undangnya begitu,” kata Agung sapaan akrabnya dalam Diskusi Publik PWI Lampung ‘Medsos bukan Produk Pers’ di Bandar Lampung, Kamis (27/7/2023).

1. Kenapa media massa aman dan media sosial tidak?

Hati-hati, Punya Medsos Ternyata Berpotensi Kena Kasus Hukum Lho!Diskusi PWI Lampung “Medsos Bukan Produk Pers”. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Agung menjelaskan, media massa dan medsos merupakan sesuatu berbeda. Media massa memiliki badan atau perusahaan penanggung jawab atas kebenaran beritanya. Media massa juga memiliki Dewan Pers yakni lembaga pelindung kebebasan pers.

Ia melanjutkan, media massa juga memiliki kode etik di mana tertera apa saja kewajiban, hal boleh dan tidak boleh dilakukan oleh jurnalis ketika meliput hingga menulis berita.

“Berbeda dengan medsos tidak ada penanggung jawabnya. Contoh kasus Deddy Corbuzier. Dia punya podcast di medsos, ada yang keberatan dan digugat. Kena UU ITE 4 tahun. Deddy lupa kalau dia gak punya PT (perusahaan media) jadi ketika konten dia ada persoalan dia yang digugat, kan orang gak bisa gugat YouTube atau Instagram,” jelasnya.

Baca Juga: Alhamdulillah! 304 PPPK Bandar Lampung Mendapatkan SK Mengajar

2. Medsos bukan pers, tapi salah satu produk pers bisa jadi adalah medsos

Hati-hati, Punya Medsos Ternyata Berpotensi Kena Kasus Hukum Lho!Ilustrasi pers (IDN TImes/Arief Rahmat)

Tak dipungkiri medsos kini lebih digandrungi banyak orang. Ia menyebutkan salah satu daya tarik medsos adalah informasi yang diberikan singkat dan disajikan secara menarik. Sehingga ketimbang membaca berita berparagraf panjang, orang lebih tertarik mengetahui informasi lewat media sosial saja.

Namun medsos milik media massa tetaplah media massa dan itu bisa disebut sebagai salah satu media untuk menyebarkan informasi pada khalayak. 

“Medsos itu jelas bukan pers. Tapi medsos bisa jadi produk media massa. Contohnya gimana, misalnya ada satu media koran di Lampung, zaman sekarang perubahan sudah begitu cepat, mau tidak mau kita harus ikuti perkembangan jaman sehingga media koran ini akhirnya ikut membuat akun media sosial untuk membagikan beritanya, maka ini bisa kita sebut juga produk media massa koran tadi,” papar Agung.

3. Boleh saja bermedia sosial tapi harus hati-hati

Hati-hati, Punya Medsos Ternyata Berpotensi Kena Kasus Hukum Lho!Unsplash.com/Jakob Owens

Meski begitu, Agung mengatakan boleh-boleh saja bermedia sosial. Namun harus tetap berhati-hati baik dalam membuat konten, postingan, atau berkomentar.

”Dalam beberapa kasus gugatan di media sosial yang saya tangani itu sangat-sangat sepele. Perihal emotikon disalah artikan dan menyinggung salah satu pihak saja bisa digugat. Ya terselesaikan sih, tapi lumayan (tergugat) sempat mondok juga di sel 5 hari,” ujar Agung. 

Ia juga mengatakan, media massa juga bersifat periodik. Maka jika ada informasi fakta dari narasumber terpercaya dan mencakupi 5W1H namun tidak berasal dari perusahaan media, tetap bukan produk media massa.

4. Media massa tak boleh kalah dari media sosial

Hati-hati, Punya Medsos Ternyata Berpotensi Kena Kasus Hukum Lho!Ilustrasi press conference (IDN Times/Arief Rahmat)

Agung pun berpesan pada awak media agar terus kreatif dan berinovasi agar tidak kalah dengan media sosial. Meski informasinya sama, media massa harus bisa mengemas berita sebaik mungkin.

“Bisa kok kalau kita kembangkan kreativitas kita. Contoh di Manado, itu selama pandemik COVID-19 pendapatannya naik 30 persen. Ternyata mereka pakai membuat inovasi dengan membuat konten dan dibayar menggunakan dolar,” jelasnya.

Ia berharap para jurnalis bisa semakin kreatif, kritis, dan independen. Sehingga berita-berita yang dihasilkan semakin berkualitas dan menarik.

Baca Juga: Tanpa Perempuan, 4 Anggota Bawaslu Lampung Terpilih Tuai Sorotan

Topik:

  • Rohmah Mustaurida
  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya