Cerita Uniroh, Pendiri Satu-satunya Lembaga Pendidikan di Pulau Tegal

PKBM Pesona Pulau Tegal sudah meluluskan 16 anak setara SMA

Pesawaran, IDN Times - Pulau Tegal merupakan salah satu pulau kecil di Kabupaten Pesawaran, Lampung. Berbeda dengan pulau tetangganya Tegal Mas, pulau ini bukanlah pulau wisata untuk dinikmati resort mewahnya atau tempat wisatawan asing berkunjung hanya untuk bersnorkling dan menghabiskan hari di sana.

Namun Pulau Tegal masih seasri Pulau Tegal Mas, lautnya biru dan bukit di pinggir pantainya masih lebat ditumbuhi pepohonan. Masyarakat lokal pun terlihat damai hidup rukun bertetangga dengan alam.

Sayangnya warga di sana ternyata tak pernah bersekolah. Hal ini dikarenakan di Pulau Tegal tak ada sekolah. Sampai pada September 2016 lalu seorang guru PNS di salah satu SMP di Pesawaran datang berkunjung ke Pulau Tegal dalam rangka bakti sosial bersama camat setempat.

Guru tersebut bernama Uniroh. Ia cukup simpatik terhadap anak-anak di Pulau Tegal ternyata tidak mendapatkan pendidikan secara layak di sana. Anak-anak Pulau Tegal hanya belajar membaca dari satu orang pendatang di sana di sebuah kelas berpetak.

“Orang-orang sana (anak-anak dan orang tua) sih bilangnya mereka sekolah. Tapi nyatanya mereka hanya belajar membaca dari seorang pendatang yang maaf, bahkan tak tamat SD. Jadi ketika ditanya rapornya mana, ya gak ada. Mereka hanya belajar satu jam dan berhenti sekolah ketika usia 17 tahun,” kata Uniroh, Minggu (30/7/2023).

1. Inisiasi terbentuknya Sukarelawan Peduli Pendidikan Pulau Tegal (SP3T)

Cerita Uniroh, Pendiri Satu-satunya Lembaga Pendidikan di Pulau TegalPKBM Pesona Pulau Tegal. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Melihat hal itu Uniroh lalu mulai meminta izin kepada desa dengan surat resmi untuk melakukan pelayanan mengajar di Pulau Tegal. Di sana ia membentuk komunitas bernama Sukarelawan Peduli Pendidikan Pulau Tegal (SP3T) dari berbagai latar belakang mulai dari guru, media, sampai anggota marinir untuk ikut membantu pendidikan di sana.

“Kemudian kami (SP3T) mulai membuat program kerja. Kami mulai berpikir bagaimana cara anak-anak ini agar ada peningkatan dalam sekolahnya. Ada temen komunitas yang ngomong soal sekolah paket. Awalnya saya gak tahu sekolah paket itu apa, saya buta, walau saya guru,” katanya.

Ia pun menjelaskan, ternyata kementerian pendidikan Indonesia memiliki dua program yakni pendidikan formal (SD/SMP/SMA/Madrasah) dan nonformal yang disebut PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat). PKBM ini memiliki program paket A, B, dan C yang sekarang mulai dibiasakan dengan istilah kesetaraan SD, SMP, dan SMA.

2. Terbentuknya PKBM Pesona Pulau Tegal

Cerita Uniroh, Pendiri Satu-satunya Lembaga Pendidikan di Pulau TegalPKBM Pesona Pulau Tegal. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Uniroh menceritakan, beberapa anak bisa diikutkan ujian kesetaraan SD langsung diikutkan untuk mendapatkan ijazah SD. “Waktu itu kita ikutkan paket di PKBM Adaptif Rajabasa. Saya bawa ke sana dalam keadaan anak-anak belum bisa baca dengan lancar,” ujarnya.

Setelah anak-anak mendapat ijazah SD, SP3T mulai berbenah. Untungnya banyak juga anggota latar belakang guru di komunitas tersebut sehingga pengajarnya cukup banyak. Sedangkan nonguru juga ikut mensupport dengan hal lain.

“Dari sana SP3T berpikir ingin membuat lembaga sendiri. Kemudian saya coba koordinasi dengan temen dari kementerian pendidikan. Saya ceritakan situasinya dan kalau buat sekolah baru pun itu tidak mungkin karena akan mubazir karena gak sesuai dengan yang dilayaninya. Anaknya sedikit kalau USB 2 miliar kan buang-buang uang sekali,” jelasnya.

Akhirnya Uniroh diberi solusi untuk membuat PKBM saja. Ia pun mempelajari tentang PKBM, ujian paket, dan sebagainya. Akhirnya ia pun menyampaikan tujuan itu pada dinas pendidikan setempat, dan setelah disurvei akhirnya disetujui dinas untuk membuat PKBM.

Baca Juga: [WANSUS] Nitaria, Doktor Pertama Ilmu Hukum Bidang Birokrasi Desa Unila

3. Memulai melatih anak Pulau Tegal agar bisa membaca lancar

Cerita Uniroh, Pendiri Satu-satunya Lembaga Pendidikan di Pulau TegalAnak Pulau Tegal. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Ketika Uniroh datang ke Pulau Tegal, anak-anak di sana berada di usia berbeda-beda mulai dari 7 sampai 15 tahun. Anak-anak ini memiliki tingkat membaca berbeda-beda namun semuanya jauh dari kata lancar membaca.

“Ada yang udah rada bisa. Tapi kalau mau dibandingkan dengan lulusan SD di luar sana bacanya masih jauh sekali. Dari sana kita mulai drill dulu anaknya untuk bisa lancar,” ujarnya.

Uniroh melanjutkan, selama pembelajaran itu akhirnya surat izin PKBM akhirnya terbit. Dari sana ia mulai merasa lega karena sekolah anak-anak sudah mendapat pengakuan dan bisa melaksanakan ujian sendiri.

“Dapodik siswa di disdik pun ada. Kemudian ada bantuan juga dari pemerintah setelah jadi lembaga PKBM. Kalau sekolah formal ada BOS, di kami itu BOP (biaya operasional pendidikan). Pada 2019 akhir kami menerima uang BOP untuk kegiatan belajar mengajar,” katanya.

Sebelum ada uang BOP, ia menyebutkan dana untuk pendidikan berasal dari komunitas dan sponsor. Mereka berkolaborasi dengan berbagai lembaga seperti Baznas, Rumah Zakat, travel agen Global School, PT Bukit Asam, dan Batalyon 9 Marinir.

4. Penolakan masyarakat

Cerita Uniroh, Pendiri Satu-satunya Lembaga Pendidikan di Pulau TegalPulau Tegal. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Kedatangan Uniroh dan SP3T nyatanya tak semulus diperkirakan, awalnya mereka mendapat penolakan dari berbagai pihak salah satunya guru membaca anak-anak Pulau Tegal.

“Pertama waktu dia ngajar anak-anak bayar ke dia 25 (ribu) sebulan, bangunan (sekolah) ini dulu juga disekat, sebelah kanan untuk mengajar anak sebelah kiri untuk tinggal dia dan keluarganya,” katanya.

Dari bantuan komunitas dan sponsor itulah akhirnya SP3T bisa membuatkan rumah untuk guru tersebut. Sehingga gedung dapat digunakan sebagai gedung sekolah secara utuh. Mereka juga mulai merenovasi dan membuat toilet.

“Alhamdulillah anggota komunitas banyak ya, jadi saya gak sendiri dan banyak delegasi untuk dibagi tugas. Jadi pekerjaan saya ngajar di SMP 25 Pesawaran itu tidak terganggu sama sekali,” imbuhnya.

5. Perubahan terjadi di Pulau Tegal usai ada sekolah resmi di sana

Cerita Uniroh, Pendiri Satu-satunya Lembaga Pendidikan di Pulau TegalAnak-anak Pulau Tegal. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Saat ini PKBM Pesona Pulau Tegal memiliki 8 guru, 35 siswa asli Pulau Tegal dan 40 siswa dari luar Pulau Tegal untuk semua jenjang sekolah. Ia menceritakan, perubahan paling dirasakan olehnya saat ini adalah pandangan masyarakat.

“Ibu-ibu dulu gak seramah sekarang. Kami lewat aja gak ditegor. Sekarang sudah mulai berubah. Kemudian karena dulu dengan guru awalnya belajarnya cuma satu jam, jadi kita ngajarnya bersusah payah karena saya memberikan pendidikan formal butuh waktu panjang,” ujarnya.

Uniroh mengatakan meski kewajiban PKBM hanya 1 kali tatap muka, 2 penugasan, dan 1 mandiri, namun ia ingin memberikan kesan pada anak-anak bahwa mereka di sana bersekolah.

“Jadi saya samakan dengan sekolah formal. Mereka pakai seragam sekolah, belajarnya dari Senin sampai Jumat, yang SD 6 tahun, SMP dan SMA 3 tahun, saya samakan semua,” imbuhnya.

Saat ini PKBM Pesona Pulau Tegal telah meluluskan 16 anak. Beberapa anak juga sudah banyak yang mau menimba ilmu dari sekolah formal di luar pulau.

“Dulu mah orang tua pada gak mau tapi sekarang alhamdulillah mereka mau dan diberikan kesempatan sekolah formal sama Bukit Asam. Jadi kalau ada anak yang mau sekolah formal akan ditanggung di Pondok Pesantren Barokah Tanjung Enim semua full termasuk jajan dan makan. Sekarang udah 6 yang sekolah di luar,” katanya.

Baca Juga: Cegah Stunting jadi Lentera Abdi Setiawan Melayani di Pedalaman Papua

Topik:

  • Rohmah Mustaurida
  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya