TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Tiga Mahasiswi Darmajaya Mengajar di Kampung Way Kanan

Memberikan pembelajaran sambil bermain dan bernyanyi

pexels.com/Andrea Piacquadio

Bandar Lampung, IDN Times - Kampus Mengajar menjadi salah satu program Kampus Merdeka. Tujuannya, memberikan kesempatan mahasiswa belajar dan mengembangkan diri di luar aktivitas perkuliahan.

Bahkan, hal tersebut menjadi perhatian Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) RI meningkatkan kualitas pendidikan di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan. Gayung bersambut, tiga mahasiswi Institut Informatika dan Bisnis (IIB) Darmajaya yakni, Raodhatun Hasanah (mahasiswi Prodi Manajemen), Raodhatun Jannah (Sistem Informasi), dan Eva Lismainy (Sistem Informasi) terpanggil mengikuti program Kampus Mengajar.

Seperti apa pengalaman mereka mengajar di sekolah jauh dari hiruk pikuk perkotaan? Berikut IDN Times rangkum cerita tiga mahasiswi ini.

Baca Juga: 9 Mahasiswa IIB Darmajaya Lolos Pejuang Muda Kemensos, Setara 20 SKS

1. Sempat terkendala sinyal internet

Mbah Hanif

Kakak beradik Raodhatun Hasanah dan Raodhatun Jannah, serta Eva Lismain, dan mengabdikan diri mengikuti program Kampus Mengajar sejak  di SDN 1 Sumbersari, Banjit, Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung sejak Agustus 2021 lalu dan akan berakhir Desember bulan depan. Mereka bagian Kampus Mengajar Angkatan 2 memberikan materi pembelajaran kepada siswa Sekolah Dasar.

Diketahui, IIB Darmajaya mengirimkan 47 mahasiswa untuk berkontribusi peningkatan kualitas pendidikan dalam Kampus Mengajar angkatan 2. Rinciannya, 25 mahasiswa dari Prodi Manajemen, 11 Prodi Akuntansi, 6 Prodi Sistem Informasi, dan 5 Prodi Teknik Informatika.

Raodhatun Hasanah mengatakan, mengajar di kala pandemik COVID-19 tidak mudah. Kondisi itu mengharuskan pembelajaran dilakukan secara daring.

Ketiga mahasiswi ini pun sempat terkendala sinyal internet yang menjadi pendukung pembelajaran daring. Alhasil, mereka menginisiasi untuk pembelajaran home visit (kunjungan ke rumah).

“Tempat kami mengajar terkendala dengan sinyal jadi tidak bisa belajar melalui zoom meeting. Pertemuan tatap muka, dua kali kami mengadakan home visit, sekali dalam seminggu yang memfokuskan siswa kurang memahami pembelajaran yang dijelaskan saat pertemuan tatap muka di sekolah,” ucap Raodhatun, Sabtu (13/11/2021).

2. Akses menuju sekolah butuh perjuangan

IDN Times/Patiar Manurung

Raodhatun Hasanah menceritakan, adanya kendala tersebut bersama teman-temannya memberikan pembelajaran sambil bermain dan bernyanyi. “Suasana tetap santai dan mudah dipahami siswa. Kami juga ada kegiatan tepuk semangat agar siswa selalu semangat saat belajar, tepuk angin jika siswa ribut di kelas agar mereka diam dan kembali tertib,” ujarnya.

Ia menambahkan, pembelajaran tatap muka yang dilakukan di sekolah juga membutuhkan perjuangan untuk mengakses lokasinya. Itu lantaran ketiganya harus melewati jalan yang tidak begitu bagus dikarenakan masih jauh dari pemukiman penduduk.

“Sebenernya tempatnya sudah ramai penduduk. Cuma ya kalau dari tempat yang lebih ramai itu lumayan jauh. Sekitar setengah jam-an. Karena jalan jelek,” timpal Eva Lismainy.

Baca Juga: Cerita Mahasiswa Darmajaya Magang di Kantor Gojek, Awalnya Canggung

Berita Terkini Lainnya