TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ini Alasan Produk China Masih Merajalela di Indonesia

Bagaimana cara bersaing dengan produk murah dari China?

Xiaomi 12T 5G (dok. Xiaomi)

Bandar Lampung, IDN Times - Sudah menjadi rahasia umum produk China memiliki pasar luas di dunia bahkan Indonesia. Banyaknya pilihan mutu hingga harga miring menjadi nilai utama produk Negeri Tirai Bambu bisa mendapatkan hati banyak orang.

Pengamat Ekonomi Lampung, Nairobi mengatakan salah satu faktor utama produk China bisa merajalela di mana-mana karena berhasil berpikir lebih jauh dari negara-negara pemilik sumber daya di sekitarnya. Termasuk Indonesia.

“Bagaimana produk mereka bisa murah? Karena mereka pintar produksi barang dengan efisien. Termasuk bagaimana teknik mereka menguasai SDA salah satunya ya nikel,” katanya, Minggu (26/2/2023).

Dekan Fakultas Ekonomi Bisnis Unila ini menyampaikan sebelum Indonesia sadar akan SDA miliknya, China sudah terlebih dahulu menguasainya di mana tahu nikel akan menjadi sumber utama listrik yang akan berkembang di dunia ekonomi lewat berbagai perkembangan teknologi.

“Sekarang kan apa-apa listrik, mobil listrik, motor listrik dan listrik itu butuhnya nikel. Mereka sudah jauh hari berpikir bagaimana menguasai produksi nikel di Indonesia. Ya jadi jangan salahkan China, kitanya sendiri yang tidak berpikir jauh ke sana. Dalam persaingan kurangnya informasi juga bisa membuat kita kalah bersaing,” jelasnya.

Baca Juga: Kiat PLN untuk Keamanan Penggunaan Listrik Hadapi Cuaca Ekstrem

1. Rekor tertinggi impor produk China ada di 2022

detikfinance

Tak hanya itu, China juga berhasil menjadi negara importir barang nonmigas tertinggi di Indonesia selama 2022. Bahkan nilai impornya mencapai rekor tertinggi sejak 1988. Maka tak heran produk China masih mendominasi pasar-pasar dalam negeri hingga saat ini.

Menurut data Badan Pusat Statistik, total impor produk China ke Indonesia mencapai rekor tertingginya pada 2022 yakni senilai USD 67,16 miliar atau sekitar Rp1,025 triliun.

Nairobi mengatakan ini menunjukan produk China kemungkinan masih akan terus menjadi tren di 2023. Namun naik turunnya impor produk juga dipengaruhi oleh permintaan pasar.

2. Produk UMKM bisa bangkrut jika tak bisa bersaing dengan produk impor

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung, Nairobi. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Dampak tingginya barang impor China di Indonesia tentu juga berpengaruh pada produsen dalam negeri seperti UMKM. Menurut konsep mikro atau sisi konsumen mungkin senang saja memiliki pilihan barang murah. Namun secara makro yaitu dari sisi produsen barang sama tentu akan timbul masalah karena daya saing dari barang Indonesia pasti akan turun.

“Kalau produksi UMKM kita ini tidak bisa diserap oleh pasar karena permintaan banyak ke produk China ya jadi masalah. UMKM kita akan mengalami penurunan produksi yang pada akhirnya bisa bangkrut,” katanya.

Maka ia menyayangkan jika ada masyarakat Indonesia yang malah rela membeli barang-barang murah dipasar gelap. Padahal itu sangat merugikan negara, perekonomian negara bisa hancur secara perlahan oleh praktik seperti itu.

3. Masyarakat seharusnya tidak tergiur barang dari black market

google

Oleh karenanya mengapa black market sangat dilarang ia menyebutkan pemerintah juga sebaiknya tak hanya menuntaskan pasar gelap tapi juga bisa memberi batasan lebih pada produk impor dan perlindungan produsen dalam negeri lewat kebijakan pajak.

“Kalau sudah begini ya pemerintah bisa berikan perlindungan. Artinya tidak semua barang harus kita impor, ada batasan dan cara agar harga barang produk impor ini bisa sama dengan harga barang di dalam negeri dengan berbagai macam kebijakan misalnya menaikan pajak, PPN, PPH dan sebagainya,” ujarnya.

Namun sayangnya, produk China memang selalu berhasil membuat produk-produk dengan daya saing tinggi. Nairobi melanjutkan China selalu bisa memberikan banyak pilihan produk pada konsumennya.

“Terlepas dari kualitasnya. China ini gak hanya bisa kasih harga murah saja tapi juga punya banyak pilihan mutu. Kita cari murah mutu jelek ada, murah agak bagus pun ada, yang mutu bagus tapi masih murah juga ada,” katanya.

Baca Juga: Jurnalis Bermasalah dengan Perusahaan? Konsultasi Hukum Gratis di Sini

Berita Terkini Lainnya