BMKG: Mitigasi Bencana Alam Berkembang ke Arah Artificial Inteligence

Fenomena meteorologi dan klimatologi sangat kompleks

Bandar Lampung, IDN Times – Salah satu kunci mitigasi bencana nasional adalah generasi muda. Generasi muda khususnya mahasiswa dimimta mampu memahami mitigasi kebencanaan, hingga menjadi pelopor tanggap bencana di masyarakat.

Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indonesia, Prof Ir Dwikorita Karnawati M.Sc Ph.D saat menjadi pembicara kunci dalam seminar kebencanaan nasional yang diadakan UPT MKG ITERA secara dalam jaringan, Jumat (9/10/2020).

“Generasi muda harus berperan handal dalam mitigasi bencana. Generasi muda harus paham apa-apa saja tantangan yang harus dihadapi mengenai kebencanaan yang patut diwaspadai di Indonesia,” ujarnya.

1. Mitigasi bencana alam berkembang ke arah artificial inteligence

BMKG: Mitigasi Bencana Alam Berkembang ke Arah Artificial InteligenceKepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indonesia, Prof Ir Dwikorita Karnawati M.Sc Ph.D. (IDN Times/Istimewa)

Menurut Dwikorita, kompleksitas cuaca di Indonesia yang berdampak pada La Nina dan El Nino dapat menambah secara masif peningkatan curah hujan di Indonesia. Kondisi itu dapat mengakibatkan bencana. Untuk itu, perlu disiapkan generasi muda benar-benar handal berperan untuk pengurangan risiko bencana.

“Generasi muda perlu memahami apa yang dihadapi di kepulauan Indonesia. Fenomena meteorologi dan klimatologi sangat kompleks dan dinamis terlihat adanya pengaruh Samudra Pasifik Hindia terjadinya aliran udara basah dan aliran masa-masa yang masif di kepulauan Indonesia,” paparnya.

Merujuk hal itu imbuh Dwikorita, milenial diharapkan mau memperdalam ilmu-ilmu terkait tentang information communication teknologi. Itu sebagai integrasi teknologi dan ilmu pengetahuan yang saat ini berkembang ke arah artificial inteligence dalam mitigasi bencana alam.

Ia mencontohkan adanya sistem instrumen New Generation. Itu adalah sistem untuk memberikan informasi gempa bumi 5 sampai 4 menit setelah gempa terjadi.  Sehingga apabila gempa berpotensi tsunami bisa diketahui secara dini sehingga mitigasi bisa dilakukan dengan cepat.

Baca Juga: Dies Natalis Ke-6, Itera Luncurkan 11 Paket Kebijakan Afirmatif

2. Teknologi pembangunan bahaya tanah longsor sangat penting

BMKG: Mitigasi Bencana Alam Berkembang ke Arah Artificial InteligencePemandangan warga yang susah lewat di Jalan Pattimura, Kelurahan Mangkupalas, Kecamatan Samarinda Seberang, Samarinda karena longsornya makin parah (Dok.IDN Times/Istimewa)

Kepala Laboratorium Divisi Geoteknik LIPI Dr Adrin Tohari M.Eng memaparkan perkembangan mitigasi bencana tanah longsor di Indonesia. Ia menyebut, hasil penelitian dan pengembangan yang dilakukan LIPI sejak 2009- 2017, teknologi pembangunan bahaya tanah longsor sangat penting. Pasalnya, teknologi itu akan membantu mengurangi risiko.

Menurutnya, tanah longsor  tidak hanya satu bentukan saja, akan tetapi bisa mempunyai bentuk yang berbeda di tiap-tiap daerah. Itu dipengaruhi oleh kondisi geologi hidrologi dan juga kemiringan lereng.

Selain itu, tanah longsor juga bisa dibagi menjadi sangat-sangat lambat hingga yang sangat cepat. Kecepatannya dari 16 mm per tahun hingga mencapai 5 meter per detik.

“Untuk bisa menetapkan suatu sistem peringatan dini yang efektif maka kita perlu memahami jenis longsornya pergerakannya seperti apa. Apakah bergerak cepat atau bergerak lambat sehingga nantinya semua data dapat digunakan untuk deteksi dini dan menghasilkan peringatan dini yang efektif,” ujar Dr Adrin.

3. Perkuat jaringan kegempaan melalui instalasi Broadband Seismic Stations

BMKG: Mitigasi Bencana Alam Berkembang ke Arah Artificial InteligenceImages.app.goo.gl

Kepala Pusat Studi Gempa Nasional(PusGEN) Kelompok Keahlian Geofisika Global, FTTM-ITB, Prof Ir Sri Widiyantoro, M.Sc Ph.D IPU, mengemukakan, Indonesia memiliki kepulauan yang sangat banyak dan dilalui ring of fire. Itu perlu menjadi dorongan agar generasi muda melakukan studi bencana. 

Ia menjelaskan, PusGEN bersama badan terkait juga telah melakukan instalasi sepuluh Broadband Seismic Stations Januari 2020 lalu. Itu untuk memperkuat jaringan kegempaan di Indonesia bersama enam Broadband Seismic BMKG yang telah terinstal sebelumnya.

Pada paparan materi ini juga dibahas mengenai potensi Tsunami Selatan Jawa yang berpotensi memiliki ketinggian 20 Meter atau “Implications For Megathrust Earthquakes and Tsunamis from Seismic Gaps South of Java Indonesia”. Materi itu  hasil kolaborasi antara lain Prof Nick Rawlinson (Univ. Cambridge) , Prof Sri Widiyantoro (ITB), Dr. Pepen Supendi (BMKG) dan beberapa peneliti lain yang terkait.

Baca Juga: Fakta Unik Wisuda Daring Itera, Ada Penghargaan Wisudawan Termuda

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya