TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Melongok Observatorium Astronomi ITERA, Gagas Wisata Edukasi Astronomi

ITERA satu-satunya pemilik teleskop robotik di Indonesia

Teleskop Observatorium Astronomi Institut Teknologi Sumatera (Itera) Lampung (OAIL). (IDN Times/Silviana).

Bandar Lampung, IDN Times - Institut Teknologi Sumatera (ITERA) lahir atas dasar kebutuhan tenaga engineer berkualitas di Indonesia. Sebagai perguruan tinggi baru berusia 7 tahun, ITERA akan terus berupaya mewujudkan apa yang diharapkan pemerintah yakni melakukan inovasi menjawab permasalahan masyarakat, khususnya di Sumatera.

Satu cara dilakukan kampus ini adalah menyediakan fasilitas edukasi. ITERA memiliki Observatorium Astronomi ITERA Lampung (OAIL). Fasilitas itu setara Observatorium Bosscha di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Observatorium Nasional Gunung Timau di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Menurut Koordinator Pengembangan UPT OAIL, Robiatul Muztaba, ada 18 teleskop dimiliki OAIL ITERA. Teleskop itu mampu mengamati benda-benda langit yang redup.

Tak hanya itu, kampus berlokasi di Lampung Selatan ini pemilik satu-satunya teleskop robotik di Indonesia yang baru saja didatangkan dari Jerman tahun ini. Nantinya, teleskop itu akan mempermudah melihat benda-benda langit lebih jelas lagi.

Teleskop robotik baru saja diresmikan Rektor ITERA, Prof Mitra Djamal bertepatan Dies Natalia ITERA ke-7, Rabu  (6/10/2021). Itu merupakan hibah salah satu dari 14 teleskop pengamat bulan tersebar di berbagai belahan dunia.

Robiatul menyampaikan, sebelum mendapat hibah teleskop, tim OAIL melakukan kajian selama sebulan. Menurutnya, dari hasil kajian, secara keterbukaan langit barat dan timur, Lampung memiliki rentang waktu cerah 186 hari. Sedangkan di Observatorium Nasional Kupang, lebih dari 200 hari. Sehingga Lampung dinilai layak mendapat hibah teleskop langka itu.

"Teleskop ini untuk pemantauan bulan atau melihat hilal menjelang puasa dan hari raya semakin akurat. Jadi kita kaji dari sisi langit barat dan timur, kapan bulan terbit dan kapan tenggelam," kata pria akrab disapa Aji. 

Awalnya, teleskop senilai Rp4 miliar itu akan diletakkan di puncak Gunung Betung Kabupaten Pesawaran. Itu selaras proyek observatorium dirancang bersama Pemerintah Provinsi Lampung dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Namun karena pembangunan observatorium tertunda, tim riset OAIL melakukan kajian ulang di lingkungan kampus ITERA.

"Bukan kita yang nentuin layak atau enggak, tapi tim dari Jerman langsung. Awalnya banyak identifikasi lokasi mereka, ada Surabaya dan Bandung. Terakhir mereka ke Lampung dan merasa cocok," jelasnya.

Baca Juga: Fakta Unik Rumah Ibadah Multi Agama di ITERA

Keunggulan teleskop OZT

Observatorium Astronomi ITERA Lampung mendapat hibah teleskop langka dari Jerman (OAIL ITERA)

Aji menjelaskan, teleskop diberi nama OZT itu adalah teleskop robotik buatan astelco system GmbH, Jerman. Merupakan teleskop untuk program stasiun pemantauan bulan internasional, digagas oleh Kerajaan Arab Saudi atau disebut moon sighting station program (IMSSP).

OZT merupakan inisial nama dari almarhum Rektor pertama ITERA Ofyar Z Tamin yang banyak menuangkan ide brilian untuk pembangunan ITERA. "Teleskop ini mampu melakukan pengamatan bulan secara robotik tanpa campur tangan manusia dan dikontrol secara jarak jauh melalui sistem internet," ujarnya.

Namun teleskop itu untuk saat ini, masih belum bisa digunakan karena harus diprogram langsung oleh teknisi dari Jerman. Sehingga tim OAIL ITERA baru memasang kubah otomatis sebagai penutup teleskop.

"Karena pandemik COVID-19, teknisi Jerman belum bisa ke sini untuk memvalidasi teleskop ini. Mudah-mudahan nanti segera membaik situasinya, dan segera mendatangkan teknisinya," ujar Aji.

Ia menambahkan, kini ITERA juga sedang mengembangkan teleskop robotik sistem atau membuat program teleskop sendiri sesuai kebutuhan tim OAIL.

Edukasi publik, gelar LCC bagi pelajar dan umum tingkat nasional

OAIL ITERA memberikan edukasi astronomi pada pelajar (Instagram.com/oail.itera)

Selain fokus sarana dan prasarana teleskop, OAIL juga berkomitmen memberi edukasi masyarakat terkait astronomi. Sejak OAIL berdiri 2016 lalu, sudah menerima 300 lebih kunjungan dari pelajar taman kanak-kanak hingga SMA.

"Biasanya kami undang pelajar dan memberi materi tentang tata surya, planet, bintang, fenomena hujan meteor, gerhana dan lain-lain. Mereka juga antusias banget karena bisa praktik langsung," jelas Aji.

Selain itu, ada juga program lomba cerdas cermat (LCC) diadakan tiap tahun. Itu sebagai evaluasi, apakah penyampaian tim OAIL terkait astronomi tersampaikan dengan baik pada anak sekolah.

"Sekarang masih dibuka lomba LCC untuk SMP, SMA, mahasiswa dan umum tingkat nasional. Pendaftaran sampai 1 November 2021. Info lebih lengkap bisa buka web oail.itera.ac.id," kata Aji.

Aji mengatakan, selain pelajar, OAIL juga membuat program Network for Astronomy School Education melibatkan guru dan komunitas.

"Program itu bekerjasama dengan Internasional Astronomical Union yang diadakan tiap tahun. Tapi lokasinya ganti-gantian. Kadang di ITERA, Bandung dan terakhir di Jogja. Kami dari OAIL ITERA juga terlibat menjadi pemateri," ujarnya.

Menurut Aji, edukasi khusus guru dan komunitas itu agar proses pembelajaran tentang astronomi berlangsung secara estafet. Pihaknya berharap, guru akan mengembangkan ilmu astronomi pada siswanya, sedangkan komunitas akan mengembangkan ke masyarakat luas.

Untuk program penelitian, Aji mengatakan, OAIL sudah terdaftar di post observasi hilal di Kementerian Agama RI. Selain itu, mengembangkan jejaring pengamatan Near Earth Object (NEO) bersama Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (Lapan) dan BMKG. 

"OAIL ITERA tak hanya sebagai laboratorium praktik mahasiswa atau penelitian saja, tapi menjadi wisata edukasi astronomi bagi masyarakat luas. Jadi kalau riset dimanfaatkan mahasiswa kalau edukasi dimanfaatkan masyarakat," tuturnya.

Program astrocamp diminati masyarakat

OAIL ITERA memberikan edukasi astronomi pada masyarakat (Instagram.com/oail.itera)

Pandemik COVID-19 saat ini, program pengamatan astronomi dibatasi untuk masyarakat umum. Padahal, biasanya diadakan wisata malam untuk melihat objek benda langit, planet jupiter, saturnus dan galaksi.

Program lain tak kalah menarik adalah astrocamp yaitu camping dengan tenda masing-masing, lalu mengamati benda langit dari pukul 20.00 WIB sampai 04.00 WIB. Acara astrocamp menurut Aji sangat diminati masyarakat. Pesertanya mencapai 200 orang.

"Biasanya kita amati hujan meteor. Pesertanya umum, kalau anak-anak didampingi orantuanya. Terakhir kita adakan 2019 sebelum COVID-19. Lokasinya pindah-pindah, pokoknya yang polusi cahayanya sedikit," jelasnya.

Berbicara polusi cahaya, ternyata berdasarkan pengamatan OAIL ITERA, polusi cahaya disebabkan lampu di Lampung meningkat sejak 2016-2021. Sehingga, OAIL membuat program astrotourism bergabung dengan pusat riset dan inovasi geopark dan wisata langit. Fokusnya mencari kandidat lokasi minim cahaya.

"Di Lampung lokasi yang cocok  mengamati benda-benda langit itu Pugung Raharjo Lampung Timur, Gunung Betung Pesawaran dan Pantai Krui," bebernya.

Salah satu penyebab meningkatnya polusi cahaya menurut Aji, arah lampu  cenderung ke atas, dan banyaknya pembangunan. Sehingga, pembangunan observatorium akan sia-sia jika tak ada peraturan derah terkait penggunaan lampu di malam hari.

"Sekarang kita lagi adakan lomba tudung lampu untuk mengurangi polusi cahaya. Nanti pemenangnya akan kita promosikan, ini loh upaya mengurangi polusi cahaya yang mengarah ke langit," paparnya.

Baca Juga: Dies Natalis ke-7 ITERA, Jokowi Sampaikan Pesan Khusus

Berita Terkini Lainnya