[OPINI] Historical Tour Jalan Kaki Cara Nikmati Cagar Budaya Metro

Metro daerah pertama Lampung tetapkan 2 bangunan cagar budaya

Metro, IDN Times - Mari kita mulai tulisan ini dengan berita gembira Metro adalah kota pertama di Lampung berhasil membentuk formasi Tim Ahli Cagar Budaya (TACB). Tidak begitu lama setelah tim ini terbentuk,Kota Metro daerah pertama di Lampung menetapkan dua bangunan cagar budaya yakni Klinik Santa Maria dan Rumah Dokter (dokterswoning). Dua bangunan yang sejatinya telah terdaftar di BPCB Banten sejak 2015 lalu akhirnya memperoleh status cagar budaya.

Sebagai hal baru diskursus publik soal cagar budaya perlahan mulai terbangun. Ada yang menyambut gembira penetapan status cagar budaya, ada yang bingung maksud penetapan tersebut dan juga tak banyak yang peduli. Hal tersebut tentu bisa dimaklumi karena soal sejarah dan cagar budaya bukanlah topik yang populer seperti layaknya  politik, seks  dan kriminalitas.Tak heran juga bila salah seorang pejabat di Metro bertanya nama lengkapnya dokterswoning itu siapa ya? Bila sekelas pejabat saja memiliki pertanyaan semacam itu maka tentu tak bisa disalahkan jika masih banyak warga yang belum tahu.

Tak lama berselang muncul Rumah Informasi Sejarah (RIS) di bangunan cagar budaya. Antusiasme muncul dari berbagai kalangan. Dukungan publik bermunculan berawal inisiasi swadaya warga. Perlahan, tokoh-tokoh nasional, media-media nasional  bersedia mengunjungi tempat bersejarah yang dulunya tidak terlalu diperhatikan. Kini RIS tak hanya lagi  digunakan oleh komunitas sejarah tapi berbagai komunitas lainnya sebagai ruang belajar bersama

Pertanyaan berikutnya adalah untuk apa penetapan status cagar budaya dan apa dampaknya bagi perkembangan sebuah kota dan warganya? Pertanyaan besar inilah yang harus dijawab. Tentu tidak hanya sekadar untuk memuaskan libido para pegiat sejarah dan cagar budaya ansih, tapi bagaimana cagar budaya membawa manfaat untuk kesejahteraan rakyat sebagaimana amanat undang-undang.

Kota kolonis penuh sejarah

Satu hal menarik adalah munculnya tagline Metro Kota Kolonis Penuh Sejarah lewat sebuah spanduk di booth Pemerintah Kota Metro dalam pertemuan wali kota se-Indonesia di Yogyakarta Oktober 2021. Meski tak mengerti darimana tagline ini dan siapa penggagasnya hal tersebut tetap layak diapresiasi sebagai upaya memperkenalkan Metro dengan cara yang baru.

Metro sebagai sebuah kota kecil tidak terlalu banyak memiliki wisata alam seperti layaknya daerah-daerah lain di Lampung. Meski demikian kota ini sesunguhnya memiliki nilai jual sejarah yang menarik sebagai sebuah kota yang tumbuh dan berkembang sejak era kolonisasi Belanda. Sayangnya, hal ini belum menjadi perhatian serius dari pemangku kebijakan pada era sebelumnya. Di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Semarang, Bandung tren pemanfaatan bangunan-bangunan cagar budaya sebagai ruang publik terus bermunculan. Terbaru adalah diresmikannya Pos Block di Gedung Filateli Jakarta oleh Menteri BUMN 10 Oktober lalu.

Tentu kita berharap tagline Kota Kolonis Penuh Sejarah ini tidak sekadar menjadi jualan sesaat karena kebingungan hendak menjual apa. Melainkan sebuah era baru memperkenalkan sisi lain Metro sebagai sebuah kota kecil yang kelak mampu menyedot perhatian. Sebagai seorang traveler, salah satu minat penulis  ketika mengunjungi berbagai negara adalah melihat sisi lain sejarah kota-kota yang dikunjungi. Kesempatan mengunjungi berbagai negara menunjukan cagar budaya serta sejarah dalam berbagai aspeknya (bangunan, peristiwa, tokoh) mampu menarik banyak wisatawan berkunjung.

Menyaksikan walking tour atau free tour di berbagai negara adalah wujud bagaimana pariwisata bertumbuh dan dikembangkan oleh berbagai stakeholders. Bagi warga lokal yang menjadi guide hal ini menjadi pemasukan tambahan bagi mereka dari tips yang diberikan oleh para wisatawan yang terbantu dengan jasa yang diberikan. Bagi pemerintah atau pengelola pemasukan lewat tiket hingga  parkir adalah sebuah keniscayaan. Bagi para penjual makanan dan marchandise kehadiran wisatawan tentu adalah hal yang sangat dinantikan.

Di Indonesia, tren ini sudah muncul sejak beberapa tahun terakhir. Pemerintah Kota Jakarta Pusat dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jakarta Pusat melakukan uji coba 'Jakarta Walking Tour' sejak 2019. Jakarta Walking Tour' dimulai dengan enam rute, yakni; Pasar Baru, City Center, Skycraper, Diversity, Weltevreden, dan Menteng. Di Semarang kegiatan ini diinisiasi oleh agen-agen perjalanan wisata mengajak wisatawan menikmati kota tua Semarang.  Demikian juga di Bandung kawasan Jalan Braga menjadi salah satu destinasi walking tour dan kuliner.

Tentu masih banyak lagi kota-kota besar di Indonesia yang mulai mengembangkan model wisata semacam ini. Kini pengembangan pariwisata tak hanya mengandalkan aspek infrastruktur yang padat modal tapi juga menjual sejarah, seni serta sumber daya manusia.  Hal ini tentu harus menjadi bahan pemikiran bersama. Bagi TACB merekomendasikan penetapan cagar budaya tidak hanya menjadi sekedar pekerjaan rutin. Hal yang tidak kalah penting adalah bagaimana memikirkan prospek pengembangan sebuah objek cagar budaya agar bisa semakin bermanfaat paska ditetapkan.

Metro historical tour

Saat ini pariwisata adalah salah satu sektor yang paling terdampak akibat pandemik. Hampir  semua aktivitas pariwisata skala besar di berbagai negara dan daerah terpaksa dibatasi atau bahkan dilarang guna menghindari penyebaran virus COVID-19.

Walking tour adalah sebuah cara untuk menikmati wisata dengan berjalan kaki. Biasanya destinasi yang ditawarkan ialah kawasan yang memiliki nilai sejarah, dan uniknya di setiap walking tour pasti ditemani oleh seorang pemandu wisata. Sambil berjalan sang pemandu menceritakan sejarah atau fakta unik yang ada di tempat tersebut. Tujuan utama dari wisata jalan kaki ini adalah untuk mengenal lebih dekat sejarah dari destinasi tersebut dengan merasakan langsung atmosfer masa lalu. Kebanyakan  walking tour memang berfokus pada warisan budaya dan sejarah. Tak  heran jika cara berwisata ini digemari oleh penikmat sejarah, pegiat fotografi yang ingin berburu foto bangunan berarsitektur kuno.  Lewat tur semacam ini juga kita bisa berolahraga sekaligus refreshing dan mengurangi stress.

Di Metro hal ini sebenarnya juga sudah mulai dikembangkan secara terbatas oleh komunitas-komunitas sejarah lewat hunting history ke berbagai bangunan bersejarah. Komunitas ini jugalah yang sejak awal memperkenalkan kehadiran dan peran Rumah Dokter atau dokterswoning lewat riset dan publikasi. Dengan segala keterbatasannya komunitas tersebut melakukannya sebagai sebuah hobi dan minat serta kontribusi keilmuannya.  Minimnya jam terbang serta  pengalaman membuat tur-tur yang dibuat oleh komunitas pecinta sejarah ini pada akhirnya masih terbatas diikuti oleh para peminat sejarah di kalangan sendiri. Hal yang harus dikembangkan adalah sebuah strategi bagaimana menjadikan tur-tur semacam ini menjadi daya tarik Metro untuk menarik wisatawan datang. Dengan demikian setiap orang dari berbagai kalangan pada akhirnya bisa menikmati pesona Metro sebagai Kota Kolonis Penuh Sejarah.

Dari Masjid Taqwa ke Dokterswoning

Bagaimana kita memulai memperkenalkan ini semua? Kita bisa memulai dari Menara Masjid Agung Taqwa sebagai saksi sejarah kenangan masa lalu dan masjid kebanggaan warga Kota Metro serta sarat sejarah dan kenangan. Kemudian kita bisa melanjutkan berjalan kaki ke bekas Rumah Asisten Wedana Metro. Kedua objek ini sedang dikaji untuk direkomendasikan menjadi cagar budaya. Rumah ini memiliki aspek sejarah yang kuat dan terkait dengan perkembangan Kota Metro.

Selanjutnya kita bisa berjalan ke Klinik Bersalin Santa Maria sebagai rumah sakit pertama yang berdiri di Kota Metro untuk selanjutnya keluar dari Gereja Katolik lalu masuk ke Nuwo Intan. Disini peserta bisa beristirahat sejenak menikmati kuliner atau berbelanja souvenir.

Usai rehat peserta bisa berjalan menuju Health Centre/Kantor RSUD A Yani yang juga tengah dikaji untuk ditetapkan  menjadi cagar budaya. Setelah, melihat Health Centre kita bisa berjalan sedikit untuk berakhir di Rumah Informasi Sejarah Metro. Semua perjalanan jalan kaki ini diprediksikan menghabiskan waktu 60-90 menit atau maksimum 120 menit bila ditambah rehat.

Rute ini tentu hanyalah salah satu contoh dan ilustrasi yang dapat terus dikembangkan. Diskursus tentang bagaimana pemanfaatan bangunan cagar budaya serta keterkaitanya dengan pariwisata dan pengembangan UMKM sehinga berdampak bagi pembukaan lapangan kerja dan peningkatan ekonomi masyarakat.

Oki Hajiansyah Wahab

Penulis adalah traveler dan berdomisili di Kota Metro Provinsi Lampung

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya