ilustrasi target (pexel.com/Marc)
Infrastruktur dasar seperti sistem air minum yang langsung layak konsumsi, pengelolaan sampah berbasis komunitas, hingga trotoar multifungsi yang mengintegrasikan drainase dan jaringan utilitas bawah tanah, menjadi praktik umum bahkan di kota-kota berpenduduk kecil. Hal ini menunjukkan bahwa kemajuan bukanlah monopoli kota besar. Kemajuan suatu kota dapat ditumbuhkan dari komitmen, inovasi lokal, dan keberanian untuk menata ulang cara kita merancang permukiman.
Untuk menjawab tantangan tersebut, kota-kota di Indonesia, termasuk di Lampung, perlu memperkuat kebijakan yang tidak hanya berhenti pada visi besar, tetapi juga disertai dengan petunjuk teknis yang detail dan implementatif sesuai kondisi di lapangan. Terlalu sering kita menjumpai program besar yang gagal menyentuh realitas karena tidak mampu menyesuaikan diri dengan dinamika permukiman yang kompleks dan unik.
Selain itu, perencanaan partisipatif perlu dibebaskan dari sekadar seremoni. Partisipasi warga harus ditopang dengan pendekatan yang lebih inovatif dan kontekstual yaitu melalui pemetaan partisipatif, forum warga, hingga pelibatan komunitas dalam proses pengambilan keputusan secara nyata. Bukan hanya konsultasi, tetapi benar-benar mendengarkan, memfasilitasi, dan merespon dimulai dari tahapan awal sampai ke akhir.
Kolaborasi lintas aktor juga sangat dibutuhkan dalam tahap implementasi. Bukan kolaborasi atas nama, tetapi yang berbasis pada data dan kajian ilmiah. Pemerintah daerah, akademisi, pelaku usaha, media, dan komunitas harus duduk bersama dengan pemahaman yang sama bahwa kota bukan sekadar infrastruktur dan angka statistik, melainkan ruang hidup bersama yang harus dibangun dengan tanggung jawab kolektif.
Apa arti kota yang maju bila sebagian warganya masih tinggal di tepi sungai tanpa sanitasi, atau di lereng bukit rawan longsor tanpa perlindungan? Apa gunanya ekosistem inovasi digital bila tumpukan sampah masih menjadi pemandangan harian di sudut permukiman?
Sudah saatnya kita memaknai ulang kemajuan kota. Kota yang benar-benar maju bukan hanya yang mendapat skor indeks tinggi, tapi yang sudah selesai dengan urusan dasarnya. Kota yang memastikan setiap warganya punya tempat tinggal layak, akses air bersih, ruang terbuka, dan lingkungan yang aman dari bencana. Karena kemajuan sejati, sama seperti manusia, harus dimulai dari sandang, pangan, dan papan.
Dr.Eng. Fritz Akhmad Nuzir. S.T., M.A
Direktur Center for Sustainable Development Goals Studies (SDGs Center) Universitas Bandar Lampung dan Wakil Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Provinsi Lampung