Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Bupati Lampung Tengah Ardito di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Bupati Lampung Tengah Ardito di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (IDN Times/Aryodamar).

Intinya sih...

  • Biaya politik calon kepala daerah sangat mahal, mencapai ratusan miliar rupiah.

  • Pengaturan sumbangan dana kampanye perlu diatur sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan pemerintah.

  • Perbaikan regulasi dan mental politikus perlu dilakukan untuk menghapus praktik korupsi dan politik uang para kepala daerah.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bandar Lampung, IDN Times - Akademisi menilai kepala daerah berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran terjerat kasus korupsi untuk melunasi biaya pemilihan umum (Pemilu) merupakan alasan klasik.

Lembaga antirasuah mengungkapkan tersangka Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya menggunakan uang hasil korupsi Rp5,25 miliar untuk membayar utang kampanye Pilkada 2024. Ardito diduga menerima uang dugaan suap fee proyek sejumlah Rp5,75 miliar.

"Ya, biaya politik yang mahal tentu akan menjadi alasan klasik kepala daerah yang terpilih akan berusaha secara maksimal, untuk mengembalikan dana yang telah dikeluarkan ketika berkompetisi," ujar Dosen Universitas Muhammadiyah Lampung, Candrawansah dikonfirmasi, Jumat (12/12/2025).

1. Biaya politik calon kepala daerah sangat mahal

Akademisi Universitas Muhammadiyah Lampung, Candrawansah. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Candra mengungkapkan, kasus korupsi melibatkan kepala daerah di Provinsi Lampung hingga berurusan dengan aparat penegak hukum bukan baru terjadi pertama akan tetapi sudah kesekian kalinya. Salah satu modusnya, diduga untuk menutupi atau melunasi biaya pemilihan umum (Pemilu).

Menurutnya, biaya politik para kepala daerah di masa sekarang terbilang sangat mahal. Dana politik menjadi kepala daerah tingkat kabupaten/kota tidak kurang membutuhkan biaya Rp100-200 miliar, sedangkan tingkat provinsi atau gubernur mencapai Rp300-400 miliar.

"Menurut saya, beban kepala daerah sudah pasti akan mengembalikan dana yang telah dikeluarkan dalam mencalonkan diri sebelumnya, atau malah terlilit hutang kepada donatur-donatur sebagai komitmen ketika terpilih akan diberikan proyek-proyek sebagai balas jasa," terangnya.

2. Pengaturan sumbangan dana kampanye

Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya dan empat tersangka kasus korupsi saat konferensi pers di Gedung KPK, Kamis (11/12/2025). (IDN Times/Aryodamar).

Merujuk beban biaya politik tersebut, Candra mengungkapkan, pemerintah telah mengatur dan menentukan besaran sumbangan dana kampanye pasangan calon sebagaimana dalam Undang-Undang (UU) 10 Tahun 2016 Pasal 74. Lebih lanjut sumbangan dana kampanye kepada pasangan calon memang diperbolehkan, tapi mengikuti ketentuan yang ditetapkan pemerintah atau penyelenggaraan pemilihan.

"Contohnya sumbangan perseorangan maksimal Rp75 juta dan badan hukum swasta bisa sampai Rp750 juta. Akan tetapi, memang harus tercatat dalam rekening khusus dana kampanye yang dilaporkan kepada KPU," ucapnya.

3. Perbaikan regulasi hingga mentalilu politikus

Ilustrasi Pilkada (IDN Times/Aditya Pratama)

Berkaca dari kasus korupsi yang menjerat Ardito Wijaya tersebut, Candra menambahkan, sistem pemilihan tidak langsung melalui DPRD bukan menjadi solusi tepat untuk menghapus praktik korupsi dan politik uang para kepala daerah. Namun perbaikan regulasi mengatur tentang politik uang hingga mental politikus dalam menjalankan peran kepala daerah kedepan patut menjadi perhatian serius. Termasuk melalui pendidikan politik dan sistem rekrutmen oleh partai politik, untuk mempersiapkan calon kepala daerah.

"Langkah ini memang perlu persiapan yang matang dalam menciptakan kader partai politik, untuk benar-benar menjadi kader bangsa demi kemaslahatan rakyat," imbuh Sekretaris Umum Fokal Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Lampung tersebut.

Editorial Team