Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Tim Jalan Pulang melintasi Tol Lampung-Palembang (IDN Times/Dwi Agustiar)
Tim Jalan Pulang melintasi Tol Lampung-Palembang (IDN Times/Dwi Agustiar)

Intinya sih...

  • Belum semua aspek layanan meningkat merata, terutama kualitas perkerasan dan fasilitas pendukung.

  • Tarif tol Sumatera lebih mahal karena biaya konstruksi, jaringan belum sepenuhnya terhubung, dan volume kendaraan rendah.

  • Kenaikan tarif wajib ukur kemampuan bayar masyarakat, tingkat peningkatan layanan, dan elastisitas permintaan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bandar Lampung, IDN Times - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Wilayah Lampung mengkritisi rencana penyesuaian tarif baru ruas tol Bakauheni-Terbanggi Besar (Bakter).

Menurut Pembina Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Wilayah Lampung, Aditya Mahatidanar, masyarakat selama ini belum mendapatkan kualitas jalan yang sepadan, tak terkecuali pada layanan jalan tol Bakter.

"Kenaikan tarif tol bukan hanya soal angka, tetapi soal keadilan pelayanan. Pemerintah dan badan usaha wajib memastikan, bahwa setiap rupiah yang dibayarkan publik kembali dalam bentuk perbaikan layanan yang nyata," ujarnya dikonfirmasi, Jumat (21/11/2025).

1. Dasar kenaikan tarif sesuai regulasi

Kecelakaan lalu lintas terjadi di JTTS KM 38+200 Jalur B Ruas Bakauheni–Terbanggi Besar (Bakter), Minggu (27/7/2025) pukul 14.25 WIB. (Dok. Sat PJR Ditlantas Polda Lampung).

Menyikapi kebijakan kenaikan tarif Tol Bakter, Aditya mengatakan MTI menilai dasar penyesuaian tarif tol Bakter tahun ini sudah sesuai dengan regulasi dua tahunan. Namun prinsip tarif ideal tetap menuntut peningkatan layanan yang terukur, serta kesesuaian dengan kemampuan bayar (ATP) dan kemauan bayar masyarakat (WTP).

"MTI sebelumnya telah diajak berdiskusi oleh pihak pengelola jalan tol tentang rencana penyesuaian tarif ini sehingga memahami justifikasi finansial dan operasionalnya, meskipun aspek keberterimaan publik tetap harus diperhatikan," katanya.

2. Belum semua aspek layanan meningkat

Aktivitas kendaraan di tol Bakter selama periode Lebaran 2025. (Dok. PT BTB Toll).

Aditya menambahkan dari sudut pandang transportasi, peningkatan layanan sebagian memang sudah dilakukan. Hanya, kata Aditya, belum semua aspek layanan meningkat secara merata, terutama terkait kualitas perkerasan, kecepatan respons gangguan, dan fasilitas pendukung.

"Proporsionalitas kenaikan tarif ini masih perlu terus diperkuat, agar pengguna merasakan manfaat yang sepadan," jelasnya.

3. Tarif tergolong tinggi

Aktivitas kendaraan di tol Bakter selama periode Lebaran 2025. (Dok. PT BTB Toll).

Aditya mengungkapkan tarif tol Bakter tergolong tinggi utamanya dipengaruhi oleh biaya konstruksi dan pemeliharaan yang besar, karakter jaringan masih belum sepenuhnya terhubung antarruas, serta volume kendaraan yang rendah hingga beban biaya dibagi kepada pengguna yang lebih sedikit.

Menurutnya, sederet faktor-faktor tersebut membuat tarif per kilometer harus diakui bersama lebih tinggi, bila dibandingkan wilayah dengan trafik padat.

"Jadi tarif tol di Sumatera umumnya lebih mahal karena biaya investasi dan operasional harus dipulihkan dari jumlah kendaraan yang jauh lebih rendah dibandingkan di Jawa, sehingga tidak terjadi skala ekonomi. Sementara di Jawa, volume kendaraan besar memungkinkan tarif ditekan lebih rendah karena biaya dapat tersebar lebih luas," katanya.

Lebih lanjut Aditya menjelaskan, rendahnya trafik kendaraan tidak menjadikan biaya pemeliharaan fisik naik, tetapi membuat biaya per kendaraan menjadi lebih besar karena total biaya tahunan dibagi ke jumlah lalu lintas masih rendah. Kondisi itu otomatis membuat tarif akhir yang dibayar pengguna menjadi relatif lebih tinggi.

Di samping itu, MTI menilai bahwa penyesuaian tarif pantas bagi wilayah Sumatera, termasuk Provinsi Lampung harus mempertimbangkan kemampuan bayar masyarakat, tingkat peningkatan layanan, dan elastisitas permintaan.

"MTI mendorong agar penyesuaian tarif dilakukan secara bertahap dan berbasis kinerja. Kami siap memberikan masukan teknis, karena sebelumnya telah ikut dalam diskusi dengan pihak operator jalan tol," tegas akademisi Universitas Bandar Lampung (UBL) tersebut.

Editorial Team