Polemik Mahad Al Zaytun, Kemenag Lampung Ternyata Pernah Tutup Ponpes

Kanwil Kemenag tutup Pesantren Khilafatul Muslimin

Bandar Lampung, IDN Times - Sosok Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang alias Panji Gumilang belakang ramai menghiasi jagat pemberitaan nasional. Pimpinan Ma'had Al Zaytun, Indramayu, Jawa Barat tersebut diduga mengajarkan aliran sesat di lembaga setempat.

Polemik muncul ke pemukaan tak tanggung-tanggung mulai Panji Gumilang mengajak para santri/santriwati menyanyikan lagu Yahudi Havenu Shalom Aleichem di suatu forum pertemuan, hingga pelaksanaan salat Id di Ma'had Al Zaytun terdapat wanita di barisan depan atau pada shaf jemaah laki-laki.

Lalu bagaimana tanggapan pemerintah hingga tokoh agama di Lampung dalam kasus Ma'had Az Zaitun? Seperti apa pengawasan dari pemerintah daerah dan pernahkah terdapat temuan pondok pesantren harus ditutup karena mengajarkan ajaran sesat di Lampung?

1. Ajarkan Khilafah, Kemenag Lampung tutup Pesantren Khilafatul Muslimin

Polemik Mahad Al Zaytun, Kemenag Lampung Ternyata Pernah Tutup PonpesIlustrasi penutupan Pesantren Khilafatul Muslimin. (ANTARA FOTO/Maulana Surya)

Berkaca dari polemik terjadi di Ma'had Az Zaitun, Plh Kepala Kemenag Lampung, Erwinto mengatakan, pihaknya pernah mengambil sikap tegas menutup Pesantren Khilafatul Muslimin terletak di Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan Juni 2022 kemarin.

Langkah penutupan dikarenakan Pesantren Khilafatul Muslimin memiliki kurikulum dan sistem belajar mengajar di luar ketentuan peraturan pemerintah telah ditetapkan.

"Hasil penelusuran kami, kalau ajaran (di Pesantren Khilafatul Muslimin) tidak menyimpang dari agama. Cuma mengarah kepada khilafah atau menolak Pancasila," katanya kepada IDN Times, Jumat (30/6/2023).

2. Miliki sistem dan kurikulum sendiri di luar ketentuan pemerintah

Polemik Mahad Al Zaytun, Kemenag Lampung Ternyata Pernah Tutup PonpesKantor Pusat Khilafatul Muslimin, terlihat aparat penegak hukum TNI-Polri masih berjaga ketat, Selasa (7/6/2022). (IDN Times/Tama Yudha Wiguna.

Erwinto melanjutkan, kurikulum dan sistem pengajaran Pesantren Khilafatul Muslimin dimaksud misalnya, waktu tempuh masa pendidikan terbilang lebih singkat dibanding ketentuan pemerintah di tiap satuan pendidikan mulai dari SD hingga jenjang Strata 1 (S1).

"Sistemnya (di Pesantren Khilafatul Muslimin) tingkat SD 4 tahun, SMP 2 tahun, SMA 2 tahun dan kuliah S1 hanya 2 tahun. Wisuda sarjana menjadi SKM," imbuhnya.

Selain itu, hasil penelusuran Pesantren Khilafatul Muslimin juga tidak memiliki izin kelembagaan pendidikan secara resmi. "Tidak mempunyai perizinan baik ke Kemenag ataupun Dikdas (pendidikan dasar). Makanya kami dibubarkan," lanjut Erwinto.

Baca Juga: Disnaker Provinsi Lampung Klaim Perusahaan Sawit Bebas Pekerja Anak?

3. Kurikulum dan sistem belajar jadi syarat wajib pendirian Ponpes di Lampung

Polemik Mahad Al Zaytun, Kemenag Lampung Ternyata Pernah Tutup PonpesKalderaNews.com

Dijelaskan Erwinto, menyangkut urusan pengawasan ihwal aliran kepercayaan dan aliran keagamaan di tengah-tengah masyarakat, Kanwil Kemenag Provinsi Lampung dan jajaran terus berkoordinasi secara priodik dengan pihak kejaksaan sebagai leading sector, serta stakeholder Forkopimda terkait.

Termasuk menjadikan kurikulum dan sistem belajar, menjadi persyaratan wajib dalam mengajukan perizinan pendirian pondok pesantren atau lembaga pendidikan keagamaan semacamnya.

"Selepas pemberian izin, tentunya, monitoring ke pada pesantren baik dari Kanwil Kemenag Provinsi maupun Kemenag kabupaten/kota," pungkasnya.

4. Antisipasi sebaran ajaran sesat hingga ke majelis taklim

Polemik Mahad Al Zaytun, Kemenag Lampung Ternyata Pernah Tutup PonpesIlustrasi kegiatan para santri Pesantren Ar Raudhatul Hasanah saat Ramadan 2019 lalu (IDN Times/Prayugo Utomo)

Disinggung upaya antisipasi penyebaran ajaran sesat di Lampung, Erwinto menambahkan, pihaknya juga bekerjasama dengan Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Keagamaan (Bakor Pakem) sesuai dengan tingkatan di wilayah masing-masing.

Termasuk beroordinasi dengan organisasi masyarakat (Ormas) Islam dan ormas kepemudaan Islam di Provinsi Lampung, yang turut dilakukan secara rutin dan berkala.

"Ini juga kami iringi dengan penyuluhan-penyuluhan tentang berbagai hal oleh penyuluh agama Islam di tingkat majelis taklim desa atau kelurahan. Kanwil saat ini memiliki 1.600 penyuluh agama PNS dan tenaga nonpns," ucap Erwinto.

Para penyuluhan tersebut dikatakan turut aktif dalam upaya menanggulangi bekas pengikut ajaran sesat di masing-masing daerah. "Selama ini kita memberdayakan penyuluhan kepada masyarakat oleh penyuluh dan KUA," tambahnya.

5. Ketua FKPP Bandar Lampung tegas sebut Panji Gumilang sesaat dan menyesatkan

Polemik Mahad Al Zaytun, Kemenag Lampung Ternyata Pernah Tutup PonpesKetua FKPP Bandar Lampung dan pemilik Yayasan Ponpes Yatim Piatu dan Tahfidzul Qur’an Riyadhus Sholihin, Ismail Zulkarnain. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Menyikapi kabar Ma'had Az Zaitun, Ketua Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) Bandar Lampung, Ismail Zulkarnain menegaskan pemikiran Panji Gumilang selaku pimpinan lembaga pendidikan setempat sesat dan menyesatkan.

"Dia membuat pernyataan-pernyataan bertentangan dengan Alquran dan Sunnah Nabi, sampai bilang haji tidak perlu ke Tanah Suci, Alquran karangan nabi. Itukan pemikiran ngawur, sudah sesat dan menyesatkan orang," tegasnya.

Oleh karena itu, ia berharap agar pemerintah daerah setempat dan pemerintah pusat, dapat segera mengambil langkah tegas atas polemik sudah membuat gaduh masyarakat tersebut. "Saran kita, pemerintah harus bersikap tegas. Ciri-ciri sesat dan menyesatkannya sudah jelas terlihat di permukaan," tambah dia.

6. Imbauan para orang tua selektif memilih lembaga pendidikan Ponpes

Polemik Mahad Al Zaytun, Kemenag Lampung Ternyata Pernah Tutup PonpesAktivitas santri di Ponpes Yatim Piatu dan Tahfidzul Qur’an Riyadhus Sholihin, Bandar Lampung. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Ismail mengingatkan, agar para orang tua dapat lebih selektif memilih pondok pesantren hendak menjadi tempat sang buah hati menuntut ilmu.

Pasalnya, bangunan megah dan besar serta fasilitas lengkap tidak menjamin bakal memberikan pengajaran kepada anak sesuai ketentuan pemerintah dan syariat agama Islam.

"Buat para orang tua dilihat kurikulum pengajarannya, apakah benar mengajarkan sesuai syariat agama Islam yang sudah sesuai pakemnya. Jangan lagi ada ajaran yang ditambah atau dikurang, ini harus hati-hati dan teliti betul," tandas Pemilik Yayasan Ponpes Yatim Piatu dan Tahfidzul Qur’an Riyadhus Sholihin ini.

Baca Juga: PMB Mandiri 2023, Godaan Fulus dan Menanti Transparansi PTN

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya