Penyintas COVID-19: Kami Perlu Dukungan Moral, Bukan Dikucilkan

Kesehatan mental bisa menjadi bom waktu pandemik

Bandar Lampung, IDN Times - Satu tahun lebih kasus pandemik COVID-19  di Provinsi Lampung. Bahkan, sejak Mei 2021, kasus konfirmasi positif terus meningkat.

Para ahli termasuk penyediaan layanan kesehatan pun memperingatkan, masalah kesehatan mental bisa menjadi bom waktu di tengah pandemik. Selain itu, faktor penunjang di belakang pandemik COVID-19 bukan saja mengganggu penyintas virus Corona, namun juga masyarakat umum lainnya.

Itu seperti halnya permasalahan kehilangan pekerjaan dan menahan diri di rumah, serta segala bentuk pembatasan di tengah pandemik. Berikut IDN Times rangkum perkembangan layanan kesehatan di Provinsi Lampung.

1. Masyarakat mulai merasa jenuh

Penyintas COVID-19: Kami Perlu Dukungan Moral, Bukan DikucilkanIlustrasi Masker (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Psikolog Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Lampung, Retno Riani menilai, masyarakat Lampung umumnya telah beradaptasi menerapkan permasalahan protokol kesehatan (prokes).

Kendati demikian, ada juga warga mulai merasa jenuh, seiring angka penularan COVID-19 tak kunjung landai bahkan cenderung meningkat.

"Secara kesehatan mental umumnya, dikarenakan pandemik ini secara global sehingga rata-rata tidak punya pilihan. Hingga akhirnya pasrah untuk menerima," ujar Retno, saat dikonfirmasi IDN Times, Jumat (2/7/2021).

2. Dampak COVID-19 keluhan utama

Penyintas COVID-19: Kami Perlu Dukungan Moral, Bukan DikucilkanIlustrasi Pengangguran akibat terkena PHK (IDN Times/Arief Rahmat)

Umumnya permasalah kesehatan mental di tengah pandemik di Provinsi Lampung tidak berkaitan langsung dengan masalah COVID-19. Melainkan dampak yang ditimbulkan dan bersinggungan akibat virus Corona.

"Keluhan yang rata-rata masuk ke saya seperti banyaknya yang tidak memiliki pekerjaan, itu membuat mereka menjadi pusing, cemas, cepat marah. Selain itu, apa yang mereka usahakan tidak kunjung memenuhi ekspektasi," pungkas Retno.

Menurutnya, para orang tua juga ikut mengkhawatirkan kesehatan mental anak, akibat kurangnya interaksi baik dilingkungan sekitar ataupun sekolah. Itu tak lepas dari kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dari rumah.

"Anak-anak jadi kurang bergaul dan lebih terfokus kepada gadgetnya masing-masing, lebih-lebih mereka mengakses hal-hal yang belum sepatutnya dilihat, dikarenakan kebebasan dalam mengakses smartphone," terang dia.

3. Adanya perselingkuhan di tengah pandemik

Penyintas COVID-19: Kami Perlu Dukungan Moral, Bukan DikucilkanUnsplash.com/Tord Sollie

Secara garis besar dampak pandemik COVID-19 juga ikut mengganggu kesehatan mental pada pasangan suami istri. Retno menyebut, ia menerima kasus atau keluhan masalah perselingkuhan di tengah wabah virus Corona.

Psikolog UIN Raden Intan Lampung itu menduga, banyaknya waktu luang di antara kedua pasangan dan intensitas bertemu, serta kurangnya komunikasi ikut memicu terjadinya perselingkuhan.

"Sering main HP dan mengakses medsos, hingga akhirnya kopi darat, ini karena kejenuhan di antara kedua pasangan akibat WFH (Work From Home). Harusnya pada situasi ini setiap pasangan lebih prepare dan mendekatkan diri dengan keluarga," ucapnya.

Guna mencegah itu semua, Retno berharap agar masing-masing individu dapat segera mengkonsultasikan kepada penyedia layanan kesehatan, terlebih sudah mulai merasakan indikasi ganguan mental. "Karena setip yang diawali dengan kecemasan akan berakibat buruk kedepannya," imbau dia.

Baca Juga: Duh! 19 Warga Lampung Meninggal Dunia Hari Ini karena COVID-19

4. Manfaat layanan kesehatan mental

Penyintas COVID-19: Kami Perlu Dukungan Moral, Bukan DikucilkanIlustrasi Tenaga Medis. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Retno juga mengingatkan, masyarakat umum dapat memanfaatkan layanan disediakan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). 

Layanann mulai dari menyusun buku dukungan pedoman kesehatan jiwa dan psikososial bagi seluruh tatanan, sampai membuka hotline 119 extension 8 untuk layanan konsultasi kesehatan jiwa.

“Jadi, bagi masyarakat yang hendak berkonsultasi perihal kesehatan jiwa silahkan menelepon 119 extension 8. Pihaknya akan menjawab apa yang masyarakat butuhkan, mengenai kesehatan jiwa,” kata dia.

5. Sempat syok usai terkonfirmasi COVID-19

Penyintas COVID-19: Kami Perlu Dukungan Moral, Bukan DikucilkanTim Medis Dinas Kesehatan Purbalingga mengambil sampel swab seorang staf di KPU pada tes usap massal KPUPurbalingga, Kamis (22/10/2020). Dok. KPU Purbalingga

Salah seorang penyintas COVID-19, Kiki (30) mengaku sempat syok pasca pertama kali dinyatakan terpapar virus COVID-19 usai melakukan swab PCR Januari 2021 lalu. Ia tinggal tak seorang diri, melainkan bersama kedua orang tua yang sudah memasuki masa Lansia, suami, dan seorang balita berusia 5 tahun.

"Yang saya alami itu gejala ringan meriang-meriang dan sesak nafas biasa, tapi cukup mengganggu. Syukur alhamdulilah dinyatakan positif cuma saya dan suami saja," imbuhnya.

Terkait sumber penularannya Kiki kurang begitu paham, lantaran beraktivitas hanya sebatas di rumah. Kendati ia menduga virus tersebut datang dari sang suami, lantaran sesekali masih berpergian ke tempat kerja.

"Kalau di rumah saya paling rewel soal prokes, tapi ya namanya terpapar mau bagaimana lagi," ucap warga Kelurahan Gedong Meneng, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung tersebut. 

6. Cara melewati masa isolasi

Penyintas COVID-19: Kami Perlu Dukungan Moral, Bukan DikucilkanIlustrasi ruang isolasi. (ANTARA FOTO/Fauzan)

Usai terkonfirmasi COVID-19, Kiki dan suami disarankan tenaga media guna melakukan isolasi mandiri. Keduanya pun memutuskan isolasi di lantai dua rumah. Awalnya, itu cukup membuat sedih, dikarenakan harus terpisah dengan sang buah hati.

Selama menjalani isolasi 10 hari, Kiki mengatakan bersama suami saling menguatkan diri dan memotivasi, serta menjalankan perintah sesuai anjuran dokter seperti halnya mengkonsumsi obat tepat waku, melakukan aktivitas kecil, hingga berjemur.

"Alhamdulilah setelah swab ulang hasilnya negati, tapi memang kalau lagi isolasi pusatkan pikiran untuk bisa pulih sama sesekali olahraga. Makan juga makanan bergizi sama buah-buahan yang bisa menguatkan imun tubuh," pungkasnya.

7. Penderita perlu mendapatkan dukungan

Penyintas COVID-19: Kami Perlu Dukungan Moral, Bukan Dikucilkanilustrasi pasien yang dinyatakan sembuh dari COVID-19 (ANTARA FOTO/Ampelsa)

Kiki menyampaikan, selayaknya penderita COVID-19 bukan untuk dikucilkan, namun perlu mendapatkan dukungan moral. Itu dikarenakan sangat membantu dalam proses pemulihan.

Bahkan, doa dari orang terdekat juga akan sangat meringankan beban penderita.

"Gak harus datang langsung, kan bisa virtua. Jadi, obatnya COVID-19 ya diri sendiri, kita ambil hikmahnya saja. Ingat, virus ini nyata dan harus tetap laksanakan prokes, jangan lupa untuk vaksin," tandas dia.

Baca Juga: Kasus COVID-19 Kian Marak, Universitas Lampung Terapkan WFH

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya