Pembunuh Pasutri Diklaim ODGJ tapi Residivis, Akademisi Bilang Ini
Intinya Sih...
- Akademisi Unila mempertanyakan klaim gangguan kejiwaan residivis HN yang melakukan pembunuhan pasutri lansia di Tanggamus.
- Penyidik polisi harus membuktikan kondisi kejiwaan pelaku dan proses hukum terhadap HN harus tetap berjalan tanpa hambatan.
- Budiyono menekankan pentingnya proses hukum agar pelaku tidak mengulangi aksi kejahatan dan jerat hukuman harus sesuai dengan kasus residivis.
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandar Lampung, IDN Times - Akademisi Universitas Lampung (Unila) menegaskan status residivis atau orang mengulang tindak kejahatan serupa patut dipertanyakan klaim gangguan kondisi kesehatan kejiwaannya.
Hal itu disampaikan Budiyono, Dosen Fakultas Hukum Unila. Ia mengatakan, seorang residivis tak ubahnya sebagai penjahat kambuhan.
Kondisi tersebut patut dicurigai pada HN (41), pelaku pembunuhan pasutri lansia di Pekon Tanjung Kemala, Kecamatan Pugung, Kabupaten Tanggamus. "Kalau dia residivis, klaim gangguan kejiwaannya harus dipertanyakan. Jadi tidak ada alasan gangguan jiwa tapi justru dapat membunuh korban lainnya," ujarnya dikonfirmasi, Sabtu (20/7/2024).
Baca Juga: Pembunuh Pasutri Lansia di Tanggamus Pernah Bunuh 2 Korban Lain
1. Proses hukum harus tetap berjalan ditengah pemeriksaan kejiwaan pelaku
Dalam kasus ini, Budiyono mengatakan, penyidik kepolisian harus benar-benar membuktikan dan menelisik lebih lanjut. Itu ihwal kondisi kesehatan kejiwaan pelaku HN dengan menggandeng ahli kejiwaan.
Selain itu, proses hukum terhadap pelaku HN harus tetap berjalan sebagaimana mestinya pada kasus tersebut seperti upaya penangkapan hingga penahanan pelaku.
"Bila belum ada proses keterangan ahli yang menyatakan bahwa pelaku dalam kondisi ODGJ, maka prosesnya harus tetap berlanjut dan tidak bisa dihentikan tanpa ada keterangan ahli," ucapnya.
2. Tak tutup kemungkinan pelaku bisa kembali melakukan kejahatan serupa dan lainnya
Budiyono melanjutkan, langkah proses hukum kepolisian tersebut penting, sebab ditakutkan pelaku HN tidak menutup kemungkinan bakal melakukan aksi kejahatan serupa maupun lainnya di kemudian hari.
"Harus ada proses hukumnya, jangan sampai dia melakukan pembunuhan atau kejahatan lain yang justru membahayakan masyarakat," tegas dia.
3. Polisi pastikan pelaku HN merupakan residivis
Menentukan jerat hukuman bagi pelaku, Budiyono mengingatkan agar petugas tak menjadikan klaim gangguan kejiwaan tersebut sebagai penghalang atas persangkaan perbuatan HN.
"Kalau pasal kasus tersebut direncanakan, tentu masuknya pembunuhan berencana. Kalau tidak, artinya pembunuhan biasa. Tapi kalau kali ini merupakan kasus berulang (residivis), tentu hukuman seharusnya menjadi lebih berat," ucapnya.
Berdasarkan catatan kepolisian, Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Umi Fadilah Astutik telah mengamini, bahwa pelaku HN menyandang status sebagai residivis kasus pembunuhan. "Ya, ngaku ODGJ biar lolos hukum," tandas dia.
Baca Juga: Polisi Bakal Periksa Kejiwaan Pembunuh Pasutri Lansia di Tanggamus