Kenangan Peristiwa Kudatuli, DPD PDIP Lampung: Rekayasa Orde Baru

Sejarah kelam perjalanan politik Tanah Air

Bandar Lampung, IDN Times - DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung memperingati tragedi Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli (Kudatuli) terjadi 27 Juli 1996 silam. Peristiwa ini salah satu sejarah kelam perjalanan politik di Tanah Air menewaskan 5 orang dan menyebabkan 149 orang luka-luka, serta 23 orang dinyatakan hilang.

Sekretaris DPD PDI P Lampung Sutono mengatakan, insiden penyerangan kantor DPP PDI Perjuangan pimpinan Ketum Megawati Soekarnoputri di Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat saat itu, tak bisa dilepaskan dari pemerintah rezim Orde Baru.

"Kita sudah tahu semua, kerusuhan 27 Juli itu adalah rekayasa Orde Baru. Pemerintah tidak senang PDI dipimpin Ibu Megawati, karena faktanya bisa membawa magnet yang luar biasa di pemerintahan pada Pemilu 87 dan Pemilu 92," ujarnya, Kamis (27/7/2023).

Baca Juga: Alhamdulillah! 304 PPPK Bandar Lampung Mendapatkan SK Mengajar

1. Menjaga marwah partai perlu segenap jiwa dan raga

Kenangan Peristiwa Kudatuli, DPD PDIP Lampung: Rekayasa Orde BaruSekretaris DPD PDI P Lampung Sutono. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Lebih lanjut Sutono mengingatkan, peristiwa ini harus menjadi pembelajaran bagi PDI Perjuangan, bahwa pucuk kekuasaan negara tidak bisa dipimpin dengan cara-cara otoriter. Apalagi dicampur adukkan pelibatan aparat penegak hukum.

"Hari ini diperingati bersama senior partai semua hadir termasuk para fungsionaris. Peringatannya adalah, bagaimana kita membela, memperjuangkan, keadilan itu hukumnya wajib," ujarnya.

Sutono mengatakan, menjaga marwah partai dengan segenap jiwa dan raga sejak puluhan tahun lalu harus tetap terjaga hingga masa sekarang. "Kita harus berjuang, karena perjuangan partai ini di awal-awal dengan jiwa dan raga. Spirit ini harus dijaga," sambung dia.

2. Ingatkan kader usung semangat perjuangan wong cilik

Kenangan Peristiwa Kudatuli, DPD PDIP Lampung: Rekayasa Orde BaruPeringatan peristiwa 'Kudatuli' DPD PDI Perjuangan Lampung, Kamis (27/7/2023). (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Sutono menambahkan, konflik internal partai antara kubu Megawati Soekarnoputri dengan kubu Soerjadi kala itu, kini bukan lagi soal urusan bagaimana generasi sekarang sekadar mempertahankan kantor, tapi menyangkut keberlangsungan semangat partai.

Semangat dimaksudkan bagaimana dapat memperjuangkan nasib wong cilik alias rakyat kecil, mensejahterakan, hingga mengurangi kemiskinan di tengah-tengah masyarakat.

"Ingat dulu partai kita kecil, nah sekarang PDI Perjuangan sudah terbesar. Ingat, spirit jangan lupa wong cilik, bukan lagi spirit untuk mempertahankan kantor partai," pintanya.

3. Catatan sejarah peristiwa Kudatuli

Kenangan Peristiwa Kudatuli, DPD PDIP Lampung: Rekayasa Orde BaruPresiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

Kerusuhan terjadi 27 Juli 1996 itu bermula dari dualisme kepemimpinan di tubuh Partai Demokrasi Indonesia (PDI) antara kubu Megawati Soekarnoputri dengan kubu Soerjadi. Megawati bergabung dengan PDI pada 1987. Saat itu, partai tersebut dipimpin Soerjadi.

Rupanya, kehadiran Megawati berhasil mendongkrak elektabilitas partai. Alhasil, popularitas putri Presiden Soekarno itu terus memelesat hingga Soerjadi merasa terancam dan ketar-ketir. Tiga tahun sebelum peristiwa Kudatuli tepatnya 23 Juli 1993, Soerjadi kembali terpilih sebagai Ketua Umum PDI.

Namun, jalan Soerjadi untuk kembali duduk di tahta tertinggi partai tersendat lantaran dia diterpa isu penculikan kader. Atas dugaan itu, PDI menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) di Surabaya. Hasilnya mengejutkan, Megawati terpilih sebagai Ketua Umum PDI mendepak kepimpinan partai dari Soerjadi.

Terpilihnya Megawati dikukuhkan dalam Musyawarah Nasional (Munas) digelar di Jakarta 22 Desember 1993. Ia resmi menjabat Ketua Umum PDI periode 1993-1998. Namun baru 3 tahun kepemimpinan berjalan, PDI menggelar Kongres di Medan digelar 22 Juni 1996 itu, Soerjadi kembali dinyatakan sebagai ketua umum PDI masa jabatan 1996-1998.

Alhasil, konflik internal antara kubu Megawati dengan kubu Soerjadi kian memanas dan melahirkan dualisme kepemimpinan. Akibatnya, gesekan antara kubu terus membesar dan mencapai puncaknya kerusuhan pecah pada 27 Juli 1996.

Baca Juga: Hati-hati, Punya Medsos Ternyata Berpotensi Kena Kasus Hukum Lho!

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya