Duh! Seleksi Mandiri Perguruan Tinggi Ternyata Tak Pakai Passing Grade
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandar Lampung, IDN Times - Penerimaan mahasiswa baru (PMB) jalur Seleksi Masuk Mandiri Perguruan Tinggi Negeri (SMMPTN) atau mandiri, diduga tidak memiliki standar passing grade atau presentase nilai khusus dalam menentukan kelulusan peserta ujian.
Fakta ini diungkapkan Ketua Panitia SMMPTN wilayah Barat 2022, Prof Aras Mulyadi saat dicecar sejumlah pertanyaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dan majelis hakim di PN Tipikor Tanjungkarang, Kamis (9/2/2023).
Salah satu saksi dalam perkara suap PMB Unila jalur mandiri 2022 bagi terdakwa Karomani Cs tersebut, bahkan menyebut kelulusan merupakan kewenangan para rektor perguruan tinggi masing-masing.
Baca Juga: Wow! Kabiro Akademik Unila Punya 2 Anak Masuk Fakultas Kedokteran
1. Akui seleksi jalur mandiri tidak punya passing grade
Dalam kesaksiannya di persidangan, eks Rektor Universitas Riau (UNRI) itu mengaku tidak ada angka pasti, terkait penetapan passing grade para peserta pendaftaran ujian jalur mandiri. Terkhusus, perguruan tinggi tergabung di wilayah Barat.
"Tidak ada (nilai passing grade tetap), hanya memperhatikan nilai yang pantas atau layak saya," kata saksi Aras Mulyadi.
"Yang pantas berapa? Apakah tidak ada bahasan menentukan rentang passing grade?" selaa Ketua Majelis Hakim Lingga Setiawan.
"Tidak ada pak, ini tergantung kewenangan rektor masing-masing saja," jawab saksi Aras.
2. Kelulusan tergantung penilaian subjektif rektor masing-masing
Mendengar pengakuan saksi tersebut, majelis hakim mendalami keterangan Prof Aras. Terkhusus menyangkut penentuan kelulusan bagi para peserta ujian mandiri 2022.
"Jadi kelulusan ini ditetapkan oleh rektor masing-masing kampus, subjektifnya rektor," imbuh saksi Aras.
"Apakah ada kriteria yang disepakati, apakah hanya afirmasi saja istilahnya?" cecar majelis hakim.
Lebih lanjut Prof Aras mengungkapkan, bahwa kriteria dimaksud tidak memiliki maksud dan tujuan secara tertentu. "Gak ada kriteria Yang Mulia," kata saksi Aras.
3. Hakim nilai terdapat celah komersialisasi penerimaan mahasiswa
Atas jawaban tersebut, Hakim Lingga Setiawan mengatakan kebijakan itu diyakini bisa membuat celah komersialisasi penerimaan mahasiswa bagi para rektor semisal di Unila. Tentunya, menjadikan sila ke-5 Pancasila tidak berjalan dengan benar.
Alasannya, penentuan kelulusan hanya berdasarkan subjektivitas rektor menjadi ketidakadilan bagi masyarakat.
"Karena subjektif rektor itu, akhirnya muncul perkara ini. Harus ada payung hukumnya, apa sih payung hukumnya? Berapa standar mutunya?" tandas ketua majelis.
Baca Juga: Pejabat Itjen Kemendikbud Titipkan Mahasiswa ke Kabiro Akademik Unila