Akademisi Nilai Kebijakan Razia Pajak di SPBU Lampung Imbas Buntu Akal

Diprediksi timbulkan masalah pembangkang pajak

Bandar Lampung, IDN Times - Kebijakan razia kendaraan menunggak pembayaran pajak di area Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pemprov Lampung melalui speaker atau alat pengeras suara, hingga pemasangan stiker pemberitahuan menuai sorotan sejumlah pihak.

Salah satu kritik keras terhadap penerapan kebijakan tersebut datang dari Akademisi Universitas Lampung (Unila), Yusdianto. Ia menyebut, langkah pemerintah daerah itu seperti buntu akal dan dinilai berlebihan.

"Pemerintah menagih pajak lewat SPBU itu seperti buntu akal, menggunakan cara ini menurut saya terlalu berlebihan dan kadang-kadang tidak masuk akal dipergunakan," ujarnya saat dimintai keterangan, Selasa (7/11/2023).

Baca Juga: Razia Pajak Kendaraan di SPBU, Pemprov Lampung: Bukan Buka Aib Orang

1. Disebut bukan solusi tepat dan bisa menimbulkan pembangkangan pajak

Akademisi Nilai Kebijakan Razia Pajak di SPBU Lampung Imbas Buntu AkalAkademisi Universitas Lampung (Unila), Yusdianto. (Dok. FH Unila).

Menurut Yusdianto, upaya Pemprov Lampung tersebut bukan solusi tepat dan tidak bakal mendorong para penunggak membayar pajak. Namun justru, itu memungkinkan bisa menimbulkan pembangkangan pajak.

Pasalnya, penagihan pembayaran pajak sejatinya bisa dilakukan secara humanis mengedepankan kesadaran para pengguna kendaraan.

"Beri layanan yang optimal, bisa jadi melakukan upaya terus menerus pemutihan pajak karena itu juga diizinkan oleh regulasi. Kenapa tidak dilakukan hal seperti itu," jelas Yusdianto.

2. Pertanyaan kebijakan taat pajak serupa bagi ranah korporasi

Akademisi Nilai Kebijakan Razia Pajak di SPBU Lampung Imbas Buntu AkalIlustrasi Pajak (IDN Times/Arief Rahmat)

Yusdianto menjelaskan, persoalan pajak merupakan ranah pribadi masing-masing individu. Kendati bila pemerintah daerah tetap kekeh memberlakukan kebijakan tersebut, maka patut dipertanyakan, sudahkah taat pajak juga diterapkan ke ranah korporasi meliputi perusahaan industri.

"Apakah mereka (korporasi) membayar pajak dengan rutin? Jangan-jangan mereka juga belum melakukan dan mestinya, dengan kebijakan di SPBU ini dilakukan juga di korporasi. Inikan tidak mungkin semuanya taat membayar pajak," imbuh dia.

Oleh karena itu, ia berharap kebijakan taat pajak serupa tidak hanya menyasar kalangan masyarakat. "Jangan masyarakat saja yang dikejar, sementara yang lain dan termasuk dikorporasi tidak dikejar," sambungnya.

3. Kebijakan dianggap tidak serius

Akademisi Nilai Kebijakan Razia Pajak di SPBU Lampung Imbas Buntu AkalIlustrasi SPBU di Provinsi Lampung (IDN Times/Tama Yudha Wiguna)

Ihwal pengumuman kendaraan menunggak pajak lewat speaker SPBU, Yusdianto menilai, langkah itu bakal menjadi upaya cuma-cuma dan tidak akan menimbulkan efektivitas. Akibatnya, justru membuat para penunggak kian menghindar dari pembayaran pajak.

"Misal orang itu udah ada niatan buat bayar pajak, karena dipermalukan, itu malah jadi gak ada niatan buat bayar pajak ujungnya. Malah jadi lelucon dan jadi bahan tertawaan," ucapnya.

Lebih dari itu, kebijakan pungutan pembayaran pajak tersebut diyakini tidak membuahkan hasil. "Ini menurut saya tidak serius dan sungguh-sungguh, kalau memang kita mau menarik pajak. Coba dibuat dengan serius dikit lah kebijakannya," tandas doktor bidang hukum tersebut.

Baca Juga: Catat! Kendaraan Mati Pajak di Lampung akan Diumumkan Via Speaker SPBU

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya