Ilustrasi WFO (IDN Times/Besse Fadhilah)
Harapan lainnya disampaikan Rendy Marsiano. Ia berharap lebih banyak orang yang memberi kesempatan bagi disabilitas, termasuk dalam pekerjaan. Berharap tak ada diskriminasi dan membuka kesempatan bagi disabilitas untuk berkembang.
"Misalnya untuk suatu pekerjaan tertentu. Misalnya ada yang bilang janganlah kamu kerjakan kamu pasti gak bisa, mendengarnya saja kami sudah tidak enak. Kami berharap mereka bilang, ayo dicoba pasti bisa. Gitu kan enak," kata Rendy.
Ia pun menceritakan pengalamannya melamar kerja di salah satu BUMN. Pada awalnya saat seleksi lamaran kerjanya diterima. Namun kemudian saat ditelepon dan akan diwawancarai, Ia menjelaskan tentang kekurangannya sebagai tuna netra.
Saat itu ia melamar sebagai operator telepon. Sayangnya usai mengakui dirinya tuna netra, BUMN tersebut menolaknya. "Mereka bilang maaf pak kami belum bisa menyediakan fasilitas untuk tuna netra," ujarnya.
Perkembangan teknologi sangat membantu. Belakangan ia menggunakan aplikasi bawaan ponsel untuk membaca layar. Sehingga tulisan yang ada di layar dapat ia ketahui meskipun ia tidak dapat melihat langsung.
Meskipun sudah cukup banyak teknologi yang membantu tuna netra, diakuinya sejumlah aplikasi masih perlu menyediakan fitur yang ramah mereka yang tak bisa melihat. Seperti aplikasi ojek online dan e-commerce yang cukup bisa diakses tuna netra, dirinya berharap ke depannya lebih banyak aplikasi semacam ini.
"Karena kadang aplikasi penyedia layanan online kurang ramah buat tuna netra. Harapannya pengembang bisa lebih mengembangkan aplikasi semacam pembaca layar ini. Kalau perlu tiap aplikasi memiliki bawaan pembaca layar," harapnya.
Pendapat lainnya disampaikan Noryasin. Diakuinya cara pandang orang-orang banyak berbeda. Namun ia berharap kesempatan bagi penyandang tunanetra juga dibuka lebar. Termasuk menyangkut kesempatan kerja, sebenarnya seluruh perusahaan harusnya memberikan peluang tenaga kerja disabilitas.
"Berilah kami kesempatan. Apalagi terkait lapangan pekerjaan. Swasta terutama. Saya melihat peluang masih kecil sekali," katanya.
Saat ini ia berharap semua aspek kebijakan pemerintah juga bisa berpihak kepada disabilitas. "Apalagi Balikpapan ini adalah kota layak huni. Sebenarnya mungkin yang dibutuhkan sekarang perda yang mengatur tentang disabilitas ini," katanya.
Hal serupa disampaikan Arih Lystia Akbar, meski tak banyak tempat kerja yang menerima disabilitas hal itu tak boleh menjadi penghalang. Terutama terkait menuntut ilmu, disabilitas juga harus tetap mendapat pendidikan dan melakukan sesuatu untuk bisa menghasilkan karya.
“Kadang ada kan yang ngerasa buat apa gitu sekolah kerjaan buat disabilitas juga dikit banget. Kalau aku mikirnya, misal rezeki kita gak di pendidikan siapa tau dengan ilmu kita bisa bikin apa gitu nggak perlu kerja tapi bisa bisnis sendiri. Dan bisnis itu lebih bagus kalau ditunjang dengan ilmu,” ujarnya.
Di Kota Medan, penyandang disabilitas yang optimistis dan tetap berkarya di tengah keterbatasan memang tak banyak. Ahmad Prayoga pun mengakui hal tersebut. Untuk itu, ia berharap pada pemerintah, agar lebih aktif memperdayakan kemampuan yang dimiliki penyandang disabilitas.
"Kalau dilihat yang seperti saya ini kan banyak di Kota Medan. Karya orang seperti saya ini, banyak sebenarnya yang bisa dilakukan, gak mesti melukis, buat produk juga bisa. Harapannya bisa diberdayakan, karena kami seperti ini, hanya anggota tubuh yang tidak lengkap tapi otak masih bisa jalan," ucapnya.
"Kayak yang di lampu merah banyak kita lihat masih minta-minta. Kenapa tidak diberdayakan oleh pemerintah untuk buat produk. Kan hasilnya bisa untuk mereka juga," tambahnya.
Yoga juga berpesan, selagi masih sehat dan diberi akal dari Tuhan harus disyukuri. "Kita punya sehat dan bisa jalan ke sana dan kemari, kita harus punya syukur dan bisa jadi modal. Melihat sekarang, banyak orang yang punya anggota tubuh lengkap tapi salah pilih jalan, ke narkoba dan lain-lain. Selagi punya sehat kenapa gak digunakan untuk kebaikan," kata Yoga.
Tim penulis: Faiz Nashrillah, Debbie Sutrisno, Fatmawati, Pito Agustin Rudiana, Silviana, Yuda Almerio, Anggun Puspitoningrum, Masdalena Napitupulu, Wayan Antara, Sahrul Ramadan, Muhammad Iqbal