Transpuan Lampung Dapat Tawaran Vaksin COVID-19 dari Dinkes

Hak sebagai warga negara kerap terpinggirkan

Bandar Lampung, IDN Times - 1 Maret diperingati sebagai Hari Solidaritas LGBTIQ Nasional. Peringatan ini pertama kali dideklarasikan oleh organisasi Indonesian Gay Society (IGS) di Lembaga Indonesia-Prancis, di Yogyakarta. Terpilihnya tanggal tersebut karena di tahun 1982 berdiri organisasi gay pertama di Indonesia, yakni Lambda Indonesia.

Namun kehadiran kelompok ini seperti tidak diinginkan oleh masyarakat umum. Bahkan dalam menerima hak-hak sebagai warga negara pun mereka kerap terpinggirkan.

Berikut IDN Times rangkum cerita pendiri komunitas di Lampung untuk tetap bertahan di tengah stigma dan diskriminasi dari lingkungan sekitar.

1. Mobilitas tinggi membuat mereka harus pindah tempat

Transpuan Lampung Dapat Tawaran Vaksin COVID-19 dari DinkesUnsplash.com/Aslı Yılmaz

Mobilitas yang cukup tinggi dan sering berpindah kota membuat jumlah transgender di Lampung tak bisa dipastikan. Menurut pendiri Gay Lampung dari komunitas Lentera Lampung, Michaelle, jumlah transpuan di Kota Bandar Lampung tak lebih dari 150 orang.

"Mereka kadang sebulan di Lampung nanti pindah ke Palembang kemudian ke Jakarta. Karena mereka juga gak punya pekerjaan mengikat jadi pindah-pindah," kata Michaelle saat dihubungi via telepon Sabtu (27/2/2021).

2. Belum ada mengajukan ke pengadilan terkait perubahan nama karena cukup sulit

Transpuan Lampung Dapat Tawaran Vaksin COVID-19 dari Dinkes(Ilustrasi sidang) IDN Times/Sukma Shakti

Sementara untuk akses legalitas identitas Michaelle meyakinkan masih menggunakan identitas laki-laki. Menurutnya belum ada satu pun di Provinsi Lampung yang mengajukan ke pengadilan terkait perubahan nama.

"Untuk identitas mereka jarang punya. Aku gak tau apakah stigma temen-temen ini merasa ribet atau karena mereka gak nyaman harus mencantumkan nama asli dan foto mereka di KTP yang kontradiktif," paparnya.

Lebih lanjut Michaelle menjelaskan, kebanyakan dari mereka susah untuk mengakses KTP atau BPJS. Dari Gay Lentera Lampung pernah bekerjasama dengan lembaga luar dan hanya menjangkau 20 orang transpuan transpuan terkait BPJS dan KTP.

"Sudah ada waktu itu memang target 20 orng yang kita jangkau. Sisanya yang lain agak susah," ungkapnya.

3. Terdampak pandemik, tapi tak pernah dapat bantuan dari pemerintah

Transpuan Lampung Dapat Tawaran Vaksin COVID-19 dari DinkesIlustrasi Suasana Pandemik COVID-19 di Brazil, Amerika (ANTARA FOTO/REUTERS/Adriano Machado)

Terkait bantuan selama pandemik ini menurut Michaelle mereka tak pernah dapat, bahkan tidak bisa mengakses. Hal itu membuat mereka harus mengambil jalur pilihan sebagai pekerja seks.

"Sejauh ini kan kita sangat terdampak ya. Salon sepi, wedding banyak yang ditiadakan. Jadi kebanyakan pada open BO," tuturnya.

Namun untuk staf di lembaga komunitas menurutnya pernah mendapat akses dari CRM. Itu terkait dengan bantuan APD dengan jumlah yang sangat terbatas.

Michaelle menambahkan, pihaknya juga pernah mendapat bantuan dari lembaga swadaya masyarakat bahan makan pokok. Itu terbatas tidak semua transgender di Provinsi Lampung bisa mendapatkan.

4. Dapat tawaran vaksin dari dinas kesehatan

Transpuan Lampung Dapat Tawaran Vaksin COVID-19 dari DinkesPetugas kesehatan menunjukan vaksin saat simulasi uji klinis vaksin COVID-19 (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)

Selain itu terkait vaksinasi COVID-19, Michaelle menerangkan dapat tawaran dari dinas kesehatan. Hal itu lantaran ada kedekatan secara emosional.

"Jadi jumlahnya juga hanya segelintir dari temen-temen yang ada di lembaga ini. Hanya beberapa staf itu juga baru mau diajukan. Kebanyakan temen-temen gak mengakses karena mereka gak punya KTP," bebernya.

5. Pernah diserang saat membuat acara di kampus

Transpuan Lampung Dapat Tawaran Vaksin COVID-19 dari DinkesIlustrasi Kekerasan. (IDN Times/Mardya Shakti)

Dalam mengadakan kegiatan secara terbuka kelompok transpuan kerap mendapat serangan dari masyarakat umum. Seperti yang diceritakan Michaelle pada 2013 silam. Saat mereka akan memeringati jasa aktivis transpuan, mereka diserang habis-habisan di salah satu kampus di Lampung.

Setelah itu mereka tidak pernah lagi mengadakan acara secara terang-terangan. Itu untuk menjaga keamanan komunitas. Bahkan aktivitas secara formal pun ditiadakan.

"Selama ini kita kelompok transgensder merasa terpinggirkan kecuali digoreng untuk isu politik," terangnya.

Baca Juga: Ferdian Paleka Sengaja Buat Konten Prank karena Benci Kaum Transpuan

6. Mendapat semprotan air dari petugas damkar

Transpuan Lampung Dapat Tawaran Vaksin COVID-19 dari DinkesIlustrasi mobil pemadam kebakaran (PIxabay)

Menurut Michaelle 99 persen kelompok transgpuan menjadi korban kekerasan. Minimal mendapat stigma dan diskriminasi. Pada 2018 lalu Michaelle juga pernah mendampingi tiga transpuan yang disemprot petugas damkar di Pesisir Barat.

Dari kejadian itu menurutnya tidak menimbulkan dampak positif. Bupati dari wilayah setempat justru mengeluarkan surat edaran pelarangan praktik LGBIT di Pesisir Barat.

"Jadi semakin membuat ruang gerak kita semakin sempit. Sebenarnya banyak kasus-kasus yang tidak terlaporkan karena teman-teman tidak mau melaporkan," jelasnya.

Menurut mereka laporan itu rumit, kemudian tidak nyaman ketika mereka ditanya jenis kelamin di kepolisian dan ketika menjadi korban mereka diperlakukan seperti pelaku.

7. Tak ingin diperlakukan khusus hanya ingin dianggap ada

Transpuan Lampung Dapat Tawaran Vaksin COVID-19 dari DinkesIlustrasi Bhinneka Tunggal Ika (IDN Times/Mardya Shakti)

Michaelle juga menuturkan tidak menginginkan diperlakukan secara khusus. Namun tidak menjadikan mereka objek pengalihan isu, objek politik dan tidak menutup mata seolah mereka tidak ada.

"Kami tidak minta ruang khusus. Tapi setidaknya sadarilah kalau kami ada dan memiliki hak dan kewajiban yang sama seperti masyarakat lain," terangnya.

8. Lakukan malam tenang dan nyalakan lilin saat acara solidaritas LGBTIQ

Transpuan Lampung Dapat Tawaran Vaksin COVID-19 dari DinkesPexels.com/rodolfoclix

Biasanya peringatan hari solidaritas LGBTIQ dilakukan malam renungan di sekretariat atau camping. Mencari suasana tenang dan menyalakan lilin untuk memperingati perjuangan teman-teman yang sudah lebih dulu berjuang dan perjuangan mereka bertahan dalam komunitas LGBTIQ

"Kemudian kami melakukan proses terkait kapasitas penerimaan diri. Seperti bekerjasama dengan psikolog. Ini menjadi momen kami untuk merenungi nasib kami," jelasnya.

Namun tahun ini belum ada rencana karena selama pandemik tidak ada aktivitas yang mengumpulkan lebih dari 10 orang. Selain itu keuangan komunitas juga terbatas.

9. Tak ada kebijakan yang melarang kelompok LGBTIQ

Transpuan Lampung Dapat Tawaran Vaksin COVID-19 dari DinkesIlustrasi LGBT (IDN Times/Arief Rahmat)

Chandra Muliawan selaku Direktur LBH Bandar Lampung menjelaskan, persoalan yang dialami kelompok LGBTIQ adalah tidak bebas dalam berekspresi di ruang publik.

Sementara secara kebijakan pemerintah tidak melarang itu. Namun lebih kepada sikap dan bagaimana pelayanan yang diberikan kepada mereka.

"Seperti dalam pemberian bantuan pemerintah tak secara spesifik bantuan tersebut diberikan untuk kelompok mana. Jadi lebih ke unsur teknis bagaimana petugas layanan menghadapi teman-teman LGBITQ," ujarnya.

Baca Juga: Kasus Millen, ICJR: Secara Hukum Tidak Ada Aturan Sel Khusus Transpuan

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya