Sinematografer Bilang Film Karya Sineas Lampung Kurang Greget

Ditantang bikin workshop film secara intensif

Bandar Lampung, IDN Times - Acara pamungkas 15th Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) Community Forum di Lampung dihadiri sinematografer kawakan Indonesia, Benny Kadarharianto. Tak hanya sekadar hadir, SEO of DSLR Cinematography Indonesia itu titip pesan loh untuk para senias Lampung.

1. Empat kali jadi Juri di Lampung Benny tak temukan film menarik

Sinematografer Bilang Film Karya Sineas Lampung Kurang GregetNada Bonang koordinator klub nonton saat menyerahkan cindera mata kepada Benny Kadarharianto saat penutupan festival JAFF (Dokumentasi klub nonton)

Menurut Benny saat menghadiri acara JAFF di di Gedung Dewan Kesenian Lampung, Kompleks PKOR Way Halim Bandar Lampung, jarang menemukan film-film Lampung yang menarik di kompetisi yang mengundang dirinya sebagai juri.

“Saya tantang Lampung untuk membuat workshop film secara intensif membimbing pesertanya dari awal proses ide sampai post-produksi. Ayo kita buat film bersama-sama, ”ujarnya.

2. Pegiat dan penikmat film di Lampung sangat antusias dengan acara JAFF

Sinematografer Bilang Film Karya Sineas Lampung Kurang GregetDokumentasi klub nonton

Nada Bonang selaku Festival Director 15th Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) Community Forum di Lampung menyatakan, selama tiga hari terselenggaranya festival tersebut para pegiat dan penikmati film di Lampung sangat antusias dalam mengikuti program demi program yang telah disiapkan.

“Penonton Lampung antusiasnya cukup banyak yang berminat. Dari delapan program yang kami adakan, lebih dari 200 penonton yang hadir,” tuturnya, Selasa (1/12/2020).

Josua, selaku penikmat film yang turut hadir dalam festival tersebut mengaku puas dengan film-film yang disuguhkan. Menurutnya dari lima film pendek yang dia tonton sebagian besar mengangkat kearifan lokal seperti Petruq karya Febri Febrian dari Lombok, Live karya Ruziqu Tajri dari Bandung, Tanah Bako karya Halvika Padma dari Padang, Kreteng karya Marjo KS dari Tegal dan Huma Amas karya M Al-Fayed dari Samarinda.

“Film-film ini baru aku tonton dan mengisahkan tentang kehidupan sehari-hari. Yang paling berkesan adalah film Huma Amas tentang kehadiran tambang di sebuah wilayah di Kalimantan Timur. Persoalan yang diangkat relevan hinggat sat ini. Di mana kehadiran tambang merusak lahan pertanian dan menurunkan hasil panen,” paparnya.

3. Tiga program pemutaran film sukses disuguhkan

Sinematografer Bilang Film Karya Sineas Lampung Kurang GregetDokumentasi klub nonton

Selama tiga hari festival JAFF berlangsung, tiga program pemutaran film yang telah berlangsung di antaranya, layar komunitas, Asian Prespective, dan Indonesian Film Splash Short serta program tambahan dari Klub Nonton yaitu Sekura, Wajah Sinema Lampung dan The Spirit of East.

“Dari masing-masing program tersebut beberapa film terpilih dari ratusan film yang ikut serta dari seluruh penjuru benua Asia dan ditayangkan dengan kuota terbatas. Jumlah penonton 50 orang per filmnnya dengan mematuhi protokol kesehatan COVID-19,” papar Nada.

Baca Juga: Catat! Lampung Dipilih Gelar Festival Film Internasional Tiga Hari

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya