RUU TPKS Sah jadi UU, Aktivis Lampung: Terharu dan Bersyukur

Berharap perspektif penegak hukum berpihak pada korban

Bandar Lampung, IDN Times - Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) atau sebelumnya adalah RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), akhirnya disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI, kemarin.

Pengesahan itu mendapat sambutan meriah dari para aktivis pegiat kesetaraan gender dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sudah memperjuangkan UU perlindungan bagi korban kekerasan seksual tersebut selama 10 tahun.

Direktur Ekskutif Lembaga Advokasi Perempuan Damar Lampung, Ana Yunita mengaku senang dan terharu karena terlibat langsung sejak awal advokasi RUU TPKS hingga menyaksikan langsung pengesahannya di Gedung DPR RI.

"Bahkan di rapat kemarin, banyak aktivis gerakan perempuan nangis, karena ini wujud upaya untuk menyelamatkan generasi bangsa. Kami juga mengapresiasi komitmen dan keberpihakan DPR RI yang dari awal terlibat pendiskusian RUU ini," kata Ana saat dihubungi IDN Times, Rabu (13/4/2022).

1. Hak korban mendapat bantuan dana dan ganti rugi sudah diatur UU

RUU TPKS Sah jadi UU, Aktivis Lampung: Terharu dan BersyukurIlustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Mardya Shakti)

Namun, menurut Ana, masih perlu mengawal adanya aturan turunan supaya lebih komprehensif dan detail. Sebab, pengaturan UU masih bersifat umum. Apalagi dalam UU tersebut mengatur restitusi yaitu ganti rugi selama proses hukum berlangsung dan kerugian yang dialami oleh korban.

"Pengalaman Lembaga Damar saat dampingi korban itu prosesnya panjang, akhirnya berdampak pada ekonomi korban. Apalagi untuk korban yang memperoleh intimidasi lebih keras dari pelaku. Proses ini penting, korban mendapat ganti rugi dari pelaku," terangnya.

Selain itu, korban juga berhak mendapat dana bantuan yang harus diakomodir oleh pemerintah daerah. Pihaknya khawatir, peraturan tersebut justru dijadikan projek. Sehingga perlu dikawal implementasinya.

2. Di Lampung banyak kasus kekerasan seksual berbasis online

RUU TPKS Sah jadi UU, Aktivis Lampung: Terharu dan BersyukurIlustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Selain itu menurut Ana, UU tersebut juga sudah mengatur tentang kasus kekerasan seksual berbasis elektronik. Kasus tersebut menurutnya banyak terjadi di tengah pandemik ini.

Berdasarkan data Lembaga Advokasi Perempuan Damar Lampung, ada 16 kasus mengadu, tidak semua bisa diproses secara hukum.

"Kasus itu sangat relate di Lampung. Damar pernah dampingi korban pakai UU ITE tapi terbatas pada transmisi. Transmisi yang dimaknai polisi itu harus ada penyebaran video dulu. Sedangkan, kebanyakan yang ngadu ke Damar, pelaku baru mengancam, belum disebar," jelasnya.

Baca Juga: Kades di Lamsel Jadi Tersangka Pelecehan Seksual, tapi Belum Ditahan

3. Berharap perspektif penegak hukum berpihak pada korban

RUU TPKS Sah jadi UU, Aktivis Lampung: Terharu dan Bersyukurilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)

Senada dengan Ana Yunita, Bendahara Forum Jurnalis Perempuan Lampung, Faiza Ukhti Anisa juga bersyukur sekali RUU TPKS telah disahkan. Meski menurutnya ada beberapa poin dihilangkan, ia berharap semua korban kekerasan seksual mendapat perlindungan dan kepastian hukum.

"Terutama kekerasan seksual yang tidak tercover sebelumnya, seperti kekerasan seksual nonfisik, kekerasan seksual berbasis elektronik dan pemaksaan perkawinan. Selain itu, diharapkan UU TPKS  menjadi perlindungan bagi korban, bukan hanya perempuan tapi juga laki-laki," kata Faiza.

Selain itu, Direktur LBH Bandar Lampung Suma Indra juga berharap, dengan disahkannya UU TPKS, perspektif dari penegak hukum juga dapat berubah dan berpihak kepada korban. "Pengesahan UU TPKS jadi angin segar untuk korban," ujarnya.

4. Terpenting mengawal implementasi

RUU TPKS Sah jadi UU, Aktivis Lampung: Terharu dan BersyukurInfografis Perjalanan RUU TPKS untuk jadi Undang-Undang (IDN Times/Aditya Pratama)

Harapan lain juga disampaikan salah satu milenial Lampung yang juga turut menyoroti UU TPKS. Adalah Derry Nugraha, mengapresiasi DPR RI akhirnya menyetujui RUU tersebut menjadi produk UU, meski prosesnya cukup alot. Sebab, harus menunggu ribuan korban berjatuhan baru disahkan.

"Saya mengucapkan selamat bagi semua pihak, terutama kaum perempuan atas disahkannya UU TPKS. Perjuangan selama bertahun-tahun tak sia-sia,” ujarnya.

Terpenting menurutnya, mengawal implementasi UU tersebut. Sebab, UU tersebut lahir dari tangisan dan perjuangan ribuan perempuan di Indonesia yang menjadi korban kekerasan seksual. Sehingga, lanjutnya, sudah seharusnya, pemerintah menjamin hak-hak korban. Seperti memberikan pemulihan psikologis maupun materil.

"Itu karena selama ini kerap kali korban kekerasan seksual tak pernah mendapat keadilan. Alih-alih dapat pemenuhan haknya, kebanyakan kasus mereka tak ditangani serius, bahkan lebih parah mereka harus menghadapi stigma dari penegak hukum dan masyarakat,” ujar Derry.

Ia mewanti-wanti, jangan sampai, UU tersebut hanya menjadi ornamen, tanpa penegakan yang jelas. "Semoga UU TPKS bisa menjadi jawaban atas keresahan perempuan di Indonesia hari ini,” tandasnya.

5. Enam elemen jadi kunci payung hukum UU TPKS

RUU TPKS Sah jadi UU, Aktivis Lampung: Terharu dan BersyukurIlustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Kamu juga perlu tahu, UU TPKS mengadopsi enam elemen kunci payung hukum yang komprehensif untuk penanggulangan tindak pidana kekerasan seksual. UU TPKS memuat terobosan hukum dengan mengatur, tindakpPidana kekerasan seksual, pemidanaan (sanksi dan tindakan).

Kemudian, hukum acara khusus yang hambatan keadilan bagi korban, pelaporan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan. Termasuk pemastian restitusi dan dana bantuan korban.

Selanjutnya, penjabaran dan kepastian pemenuhan hak korban atas penanganan, perlindungan dan pemulihan melalui kerangka layanan terpadu; dengan memperhatikan kerentanan khusus termasuk dan tidak terbatas pada orang dengan disabilitas.

Lalu, pencegahan, peran serta masyarakat dan keluarga dan pemantauan yang dilakukan oleh menteri, Lembaga Nasional HAM dan masyarakat sipil.

6. Sembilan tindak pidana kekerasan seksual sebelumnya bukan tindak pidana

RUU TPKS Sah jadi UU, Aktivis Lampung: Terharu dan BersyukurMenteri PPPA Bintang Puspayoga dalam Rapat Paripurna DPR RI saat pengesahan RUU TPKS pada Selasa (12/4/2022). (dok. KemenPPPA)

Terkait pengaturan tindak pidana kekerasan seksual, UU TPKS mengatur sembilan tindak pidana kekerasan seksual yang sebelumnya bukan tindak pidana atau baru diatur secara parsial. Rinciannya, tindak pidana pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

Selain pengaturan sembilan tindak pidana tersebut, UU TPKS mengakui tindak pidana kekerasan seksual yang diatur dalam undang-undang lainnya. Maka ke depannya hukum acara dan pemenuhan hak korban mengacu pada UU TPKS.

Sementara itu, Komnas Perempuan merekomendasikan agar DPR RI dan pemerintah ke depannya memastikan aturan pengaturan perkosaan dan pemaksaan aborsi yang komprehensif dalam RKUHP beserta pasal jembatan yang akan memungkinkan korban perkosaan dan pemaksaan aborsi dapat mengakses hak-hak selama penanganan kasus dan pemulihan sebagaimana dimuat dalam UU TPKS.

Baca Juga: Cegah Kekerasan Seksual di Sekolah, LAdA DAMAR Dorong Bentuk Satgas

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya